Resesi, Semi-Resesi, Sesakit Itukah Ekonomi AS?

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
05 October 2019 10:07
Resesi, Semi-Resesi, Sesakit Itukah Ekonomi AS?
Ilustrasi Dolar AS (CNBC Indonesia)
Jakarta, CNBC Indonesia - Pekan ini, isu resesi di Amerika Serikat (AS) kembali menghantui pasar keuangan global. Isu ini begitu ditakuti, karena kalau sampai AS benar-benar resesi maka perekonomian global pasti bakal terseret.

Setidaknya ada dua data yang membuat pelaku pasar cemas bukan main. Pada September, angka Purchasing Managers' Index (PMI) manufaktur AS versi Institute for Supply Management (ISM) adalah 47,8. Turun dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 49,1.

Angka PMI di bawah 50 menunjukkan industriawan tidak melakukan ekspansi. Selain itu, skor 47,8 adalah yang terendah sejak Juni 2009.

Kemudian ISM melaporkan bahwa PMI jasa AS pada September berada di 52,6. Masih di atas 50, tetapi angka itu adalah yang terendah sejak Agustus 2016.

Sektor jasa mewakili lebih dari dua pertiga ekonomi AS. Jika sektor ini melambat, maka perekonomian AS juga terancam kehilangan lajunya bahkan bukan tidak mungkin sampai terkontraksi alias tumbuh negatif. Ketika ekonomi tumbuh negatif selama dua kuartal beruntun pada tahun yang sama, itu namanya resesi.

Saat ini AS memang belum mengalami resesi, karena ekonomi masih tumbuh 2% pada kuartal II-2019. Bank Sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) cabang Atlanta memperkirakan pertumbuhan ekonomi AS pada kuartal III-2019 adalah 1,8%.

Ya, AS memang mengalami perlambatan ekonomi. Namun kalau resesi tentu belum sampai ke sana. Akan tetapi, rangkaian data ekonomi mengecewakan membuat sejumlah pihak menyatakan AS sudah mengalami semi-resesi. Kondisi di tengah-tengah antara sehat dan sakit. Kalau bahasa Jawa istilahnya sumeng.

"Saat investor berdebat apakah AS sudah resesi atau belum, kami meyakini bahwa situasi ini lebih baik disebut semi-resesi. Risiko yang mengarah ke resesi semakin jelas," kata Jonathan Golub, Chief US Equity Strategist di Credit Suisse, seperti diberitakan CNBC International.



(BERLANJUT KE HALAMAN 2)


Namun, sejatinya AS masih punya harapan untuk menghindari resesi. Sebab, data terbaru menyatakan kondisi ketenagakerjaan AS sangat sehat.

Pada September, US Bureau of Labor Statistics melaporkan penciptaan lapangan kerja non-pertanian pada September adalah 136.000. Lebih rendah ketimbang bulan sebelumnya yaitu 168.000 dan di bawah konsensus pasar yang dihimpun Reuters di 145.000. Angka September juga menjadi yang paling rendah sejak Mei.

Meski begitu, angka pengangguran AS berhasil ditekan menjadi 3,5% dari 3,7% pada Agustus. Angka pengangguran September merupakan yang terbaik sejak Desember 1969 atau hampir setengah abad!

 



Artinya, ada harapan konsumsi AS tetap terjaga bahkan terus meningkat sering semakin sedikitnya jumlah pengangguran. Saat konsumsi terus naik, maka pertumbuhan ekonomi AS bakal terdongkrak karena hampir 70% Produk Domestik Bruto (PDB) datang dari konsumsi.

Pada Agustus, data US Bureau of Economic Analysis menyebutkan pendapatan masyarakat AS naik 0,4% secara month-on-month (MoM). Lebih tinggi ketimbang kenaikan Juli yaitu 0,1%.

Kenaikan 0,4% itu setara dengan US$ 73,5 miliar atau Rp 1.060,56 triliun. Sekitar separuh dari penerimaan negara dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2019.


"Kenaikan US$ 73,5 miliar tersebut mencerminkan kenaikan gaji dan tunjangan serta pengurangan beban bunga," sebut laporan US BEA.

Kenaikan pendapatan tentunya dipakai untuk konsumsi. Pada Agustus, US BEA mencatat Personal Consumption Expenditure (PCE) inti naik 1,8% year-on-year (YoY), tertinggi sejak Januari.

PCE inti adalah indikator yang menjadi preferensi The Fed dalam mengukur inflasi. Dalam tiga bulan terakhir, PCE inti AS terus naik.

 

Pendapatan masyarakat naik, konsumsi naik, inflasi terakselerasi. Tiga hal ini menandakan perekonomian AS menggeliat dan punya potensi untuk terus tumbuh. Dalam konsumsi yang sehat terdapat pertumbuhan ekonomi yang kuat.

Oleh karena itu, bisa dilihat bahwa inti dari perekonomian AS yaitu konsumsi masih belum membusuk. Selama inti ekonomi ini tetap terjaga sehat, maka AS punya peluang untuk menghindari resesi.


TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular