
AS Tidak Fine-fine Saja, Tapi Apakah Sampai Semi-Resesi?
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
04 October 2019 14:34

Jakarta, CNBC Indonesia - Perekonomian Amerika Serikat (AS) memang sedang bermasalah. Serangkaian data memberi konfirmasi bahwa kondisi ekonomi Negeri Adidaya jauh dari kata baik-baik saja.
Baca: Gawat! Data Manufaktur AS Kontraksi, Resesi Makin Dekat?
Kedua, yang mengalami kontraksi adalah PMI versi ISM. Kalau versi Markit, PMI manufaktur pada September masih ekspansi di 51,1. Bahkan naik dibandingkan Agustus yang sebesar 50,3.
Ketiga, sektor usaha yang menyumbang sebagian besar PDB AS yaitu jasa juga masih ekspansif. Baik dari ISM maupun Markit, nilainya masih di atas 50.
Di luar urusan manufaktur dan PMI, sebenarnya performa ekonomi AS masih lumayan oke. Misalnya di sektor properti, yang menjadi salah satu indikator utama perekonomian karena sektor ini punya keterkaitan dengan berbagai bidang usaha lainnya.
Pada Agustus, pembangunan rumah baru (housing starts) di AS melonjak 12,3% dibandingkan bulan sebelumnya menjadi 1,36 juta unit. Angka 1,36 juta adalah yang tertinggi sejak Juni 2007.
(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
Salah satu faktor penentu peningkatan penjualan properti adalah tren penurunan suku bunga. Bank Sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) sudah dua kali menurunkan suku bunga sejak awal tahun.
Bahkan pelaku pasar memperkirakan Federal Funds Rate masih bisa turun dua kali lagi. Mengutip CME Fedwatch, probabilitas penurunan suku bunga acuan bulan ini mencapai 86,1%. Kemudian pada Desember, kans untuk turun lagi adalah 50,8%.
Ini membuat iklim easy money datang lagi. Biaya dana turun sehingga perbankan punya ruang untuk menurunkan bunga kredit, termasuk Kredit Pemilikan Rumah.
Per 27 September, rata-rata suku bunga KPR tenor 30 tahun di AS adalah 3,99%. Padahal setahun sebelumnya, bunga KPR masih 4,96%.
Iklim suku bunga rendah membuat konsumen AS masih optimistis melihat prospek perekonomian ke depan. Pada September, Indeks Keyakinan Konsumen AS tercatat 125,1. Indeks di atas 100 berarti konsumen merasa optimistis dan siap berbelanja.
Akan tetapi, kinerja perekonomian AS yang lumayan itu bukan tanpa catatan. Misalnya IKK tadi. Meski angkanya terus di atas 100, tetapi terjadi penurunan dalam dua bulan berturut-turut. Artinya, optimisme konsumen agak luntur.
Atau PMI jasa AS, yang meski masih di atas 50 tetapi menunjukkan tren perlambatan. Untuk yang versi ISM, bahkan menyentuh titik terendah sejak Agustus 2016.
Oleh karena itu, perekonomian AS memang bukannya fine-fine saja. Untuk saat ini mungkin resesi masih nun jauh di sana, tetapi kalau kondisi terus memburuk, perlambatan ekonomi tidak terbendung, maka resesi di AS tidak akan menggunakan kata 'semi' lagi.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Masih Resesi, Ekonomi RI Q1 Diramal Tumbuh -1% Hingga -0,1%
Data yang mengguncang pasar baru-baru ini adalah aktivitas manufaktur. Pada September, angka Purchasing Managers' Index (PMI) manufaktur AS versi Institute for Supply Management (ISM) adalah 47,8. Turun dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 49,1.
Angka PMI di bawah 50 menunjukkan industriawan tidak melakukan ekspansi. Selain itu, skor 47,8 adalah yang terendah sejak Juni 2009.
Credit Suisse menilai saat ini AS sudah memasuki fase yang disebut semi-resesi. Data manufaktur yang lemah dan data-data lainnya yang mixed membuat ekonomi AS berada di tengah-tengah antara sehat dan sakit.
"Saat investor berdebat apakah AS sudah resesi atau belum, kami meyakini bahwa situasi ini lebih baik disebut semi-resesi. Risiko yang mengarah ke resesi semakin jelas," kata Jonathan Golub, Chief US Equity Strategist di Credit Suisse, seperti diberitakan CNBC International.
Well, semi-resesi ini adalah istilah baru. Agak sulit untuk diperdebatkan karena memang ini barang baru, belum pernah dikemukakan sebelumnya.
Akan tetapi, menggunakan istilah resesi (walau ditambah dengan kata 'semi') memang menarik perhatian. Apakah performa ekonomi Negeri Paman Sam sejelek itu sampai-sampai diberi label resesi (walau ditambah dengan kata 'semi)?
(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
Kontraksi di sektor manufaktur AS mengkhawatirkan iya, tetapi sejatinya tidak perlu disikapi dengan begitu heboh. Pertama, sektor manufaktur 'hanya' berkontribusi sekitar 11% dalam pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) AS. Angka PMI di bawah 50 menunjukkan industriawan tidak melakukan ekspansi. Selain itu, skor 47,8 adalah yang terendah sejak Juni 2009.
Credit Suisse menilai saat ini AS sudah memasuki fase yang disebut semi-resesi. Data manufaktur yang lemah dan data-data lainnya yang mixed membuat ekonomi AS berada di tengah-tengah antara sehat dan sakit.
"Saat investor berdebat apakah AS sudah resesi atau belum, kami meyakini bahwa situasi ini lebih baik disebut semi-resesi. Risiko yang mengarah ke resesi semakin jelas," kata Jonathan Golub, Chief US Equity Strategist di Credit Suisse, seperti diberitakan CNBC International.
Well, semi-resesi ini adalah istilah baru. Agak sulit untuk diperdebatkan karena memang ini barang baru, belum pernah dikemukakan sebelumnya.
Akan tetapi, menggunakan istilah resesi (walau ditambah dengan kata 'semi') memang menarik perhatian. Apakah performa ekonomi Negeri Paman Sam sejelek itu sampai-sampai diberi label resesi (walau ditambah dengan kata 'semi)?
(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
Baca: Gawat! Data Manufaktur AS Kontraksi, Resesi Makin Dekat?
Kedua, yang mengalami kontraksi adalah PMI versi ISM. Kalau versi Markit, PMI manufaktur pada September masih ekspansi di 51,1. Bahkan naik dibandingkan Agustus yang sebesar 50,3.
Ketiga, sektor usaha yang menyumbang sebagian besar PDB AS yaitu jasa juga masih ekspansif. Baik dari ISM maupun Markit, nilainya masih di atas 50.
Di luar urusan manufaktur dan PMI, sebenarnya performa ekonomi AS masih lumayan oke. Misalnya di sektor properti, yang menjadi salah satu indikator utama perekonomian karena sektor ini punya keterkaitan dengan berbagai bidang usaha lainnya.
Pada Agustus, pembangunan rumah baru (housing starts) di AS melonjak 12,3% dibandingkan bulan sebelumnya menjadi 1,36 juta unit. Angka 1,36 juta adalah yang tertinggi sejak Juni 2007.
(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
Salah satu faktor penentu peningkatan penjualan properti adalah tren penurunan suku bunga. Bank Sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) sudah dua kali menurunkan suku bunga sejak awal tahun.
Bahkan pelaku pasar memperkirakan Federal Funds Rate masih bisa turun dua kali lagi. Mengutip CME Fedwatch, probabilitas penurunan suku bunga acuan bulan ini mencapai 86,1%. Kemudian pada Desember, kans untuk turun lagi adalah 50,8%.
Ini membuat iklim easy money datang lagi. Biaya dana turun sehingga perbankan punya ruang untuk menurunkan bunga kredit, termasuk Kredit Pemilikan Rumah.
Per 27 September, rata-rata suku bunga KPR tenor 30 tahun di AS adalah 3,99%. Padahal setahun sebelumnya, bunga KPR masih 4,96%.
Iklim suku bunga rendah membuat konsumen AS masih optimistis melihat prospek perekonomian ke depan. Pada September, Indeks Keyakinan Konsumen AS tercatat 125,1. Indeks di atas 100 berarti konsumen merasa optimistis dan siap berbelanja.
Akan tetapi, kinerja perekonomian AS yang lumayan itu bukan tanpa catatan. Misalnya IKK tadi. Meski angkanya terus di atas 100, tetapi terjadi penurunan dalam dua bulan berturut-turut. Artinya, optimisme konsumen agak luntur.
Atau PMI jasa AS, yang meski masih di atas 50 tetapi menunjukkan tren perlambatan. Untuk yang versi ISM, bahkan menyentuh titik terendah sejak Agustus 2016.
Oleh karena itu, perekonomian AS memang bukannya fine-fine saja. Untuk saat ini mungkin resesi masih nun jauh di sana, tetapi kalau kondisi terus memburuk, perlambatan ekonomi tidak terbendung, maka resesi di AS tidak akan menggunakan kata 'semi' lagi.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji) Next Article Masih Resesi, Ekonomi RI Q1 Diramal Tumbuh -1% Hingga -0,1%
Most Popular