Minyak Sudah Impor, Jangan Sampai RI Jadi Importir Gas!

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
26 September 2019 11:39
Minyak Sudah Impor, Jangan Sampai RI Jadi Importir Gas!
Ilustrasi Minyak Mentah (REUTERS / Brendan McDermid)
Jakarta, CNBC Indonesia - Sejak 2008, Indonesia sudah resmi tidak lagi berstatus negara kaya minyak. Produksi sudah tidak lagi mencapai 1 juta barel/hari dan Indonesia memilih keluar dari Organisasi Negara-negara Eksportir Minyak (OPEC).

Data Dewan Energi Nasional (DEN) mencatat ketergantungan Indonesia terhadap impor minyak semakin tinggi. Pada 2006, rasio ketergantungan impor 'hanya' 33% tetapi pada 2015 naik menjadi 44%.



Mengutip laporan BP Statistical Review 2019, cadangan minyak Indonesia pada akhir 2018 ditaksir 3,2 miliar barel. Hanya 0,2% dari total cadangan minyak dunia.

Selama periode 2010-2018, rata-rata lifting minyak adalah 835,7 juta barel/hari. Apabila produksi tetap di kisaran itu dan tidak ada penemuan cadangan baru, maka minyak akan habis sekitar 10 tahun lagi.



Oleh karena itu, Indonesia harus berubah. Ketergantungan terhadap minyak tidak bisa dibiarkan berkelanjutan (sustainable), harus ada diversifikasi energi.

Pada 2015, minyak masih menjadi pemain utama dalam bauran energi nasional dengan porsi 46%. Disusul oleh batu bara (26%), gas bumi (23%), serta energi baru dan terbarukan (5%).

Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) 2017 menargetkan proporsi minyak semakin rendah. Pada 2025, porsi minyak bumi ditargetkan kurang dari 25%, batu bara lebih dari 30%, gas bumi lebih dari 22%, serta energi baru dan terbarukan lebih dari 23%. Kemudian pada 2050, porsi minyak bumi menjadi kurang dari 20%, batu bara lebih dari 25%, gas bumi lebih dari 24%, serta energi baru dan terbarukan lebih dari 31%.

Sampai 2025, batu bara masih menjadi sumber energi terbesar kedua di Indonesia. Namun batu bara adalah energi yang penuh kontroversi, terutama dari sisi lingkungan.

Oleh karena itu, mengembangkan batu bara sebagai pengganti minyak tanpa polemik adalah sesuatu yang mustahil. Oleh karena itu, yang paling dekat adalah gas bumi serta energi baru dan terbarukan. Keduanya bisa menjadi harapan baru untuk menggantikan minyak yang semakin menua.

Minyak Sudah Impor, Jangan Sampai RI Jadi Importir Gas! Laporan Kinerja Ditjen EBTKE Kementerian ESDM 2017


(BERLANJUT KE HALAMAN 2)


Dari sisi perdagangan internasional, neraca gas Indonesia masih surplus (minyak sudah defisit, makanya disebut net importir). Dalam kurun Januari-Agustus 2019, Badan Pusat Statistik mencatat neraca perdagangan gas Indonesia surplus US 4,54 miliar. Sepanjang 2018, surplus neraca gas mencapai US$ 7,53 miliar.

Dari sisi lingkungan, gas juga lebih ramah. Hasil kajian US Department of Energy menyebutkan setiap 10.000 rumah yang menjadi pelanggan pembangkit listrik energi gas akan mengurangi emisi nitrogen oksida 1.900 ton, sulfur dioksida 3.900 ton, dan partikel lainnya 5.200 ton.

Selain itu, Indonesia juga punya potensi cadangan gas yang mumpuni. BP mencatat cadangan gas Indonesia mencapai 2,8 triliun meter kubik. Di antara negara-negara Asia-Pasifik, cadangan gas Indonesia hanya kalah dari China.



Berdasarkan data dinamis yang dikutip dari situs Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) per 17 September 2019, produksi gas bumi harian Indonesia mencapai 7.340 MMSCFD. Jauh di atas target APBN yang sebesar 7.000 MMSCFD.

Dari sisi pemanfaatan, Indonesia sudah di jalan yang benar. Sejak 2013, porsi penggunaan dalam negeri selalu lebih besar ketimbang ekspor.

Minyak Sudah Impor, Jangan Sampai RI Jadi Importir Gas! Laporan Neraca Migas 2018-2027 Ditjen Migas Kementerian ESDM


(BERLANJUT KE HALAMAN 3)


Jika ingin mengedepankan gas sebagai sumber energi utama pada masa mendatang, maka ekosistemnya harus terbangun dengan baik. Kuncinya adalah kesetimbangan antara ketersediaan pasokan (supply), permintaan (demand), dan infrastruktur yang menghubungkan antara pasokan dan permintaan.

Data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral mencatat, hingga 2018 panjang jaringan gas (jargas) mencapai sekitar 5.900 km yang melayani 325.852 Sambungan Rumah (SR). RUEN 2017 menargetkan panjang jargas bisa bertambah menjadi 10.000 km pada 2025 dan melayani 7,73 juta SR.

Rencana pengembangan jaringan gas kota pada 2015-2020 meliputi Surabaya, Sidoarjo, Gresik, Pasuruan, Batam, Cilegon, Bekasi, Karawang, Semarang, Lampung, Jambi, Sukabumi, Subang, Jombang, Ngoro-Mojokerto, Medan, Belawan, Pekalongan, Pati, Makassar, Indramayu, Purwakarta, Palembang, Solo Raya, Pekanbaru, Prabumulih, Jakarta. Kemudian pada 2021-2025 akan mencakup Bandung, Arjawinangun , Wajo, Bontang, Majalengka, Malang, Balikpapan, Samarinda, Asahan, Langkat, Binjai, Tebing Tinggi, Aceh, Ogan Hir, Jepara, Cianjur, Demak, Kudus, Grobogan, Bojonegoro, Kutai Timur, Banggai, Morowali, Seram, Ambon, Binruni, Lamongan, Bangkalan. Lalu pada 2026-2030 adalah di Deli Serdang, Bandung Kabupaten, Cirebon, Probolinggo, Tuban, Yogyakarta.

Berikut rencana induk jaringan transmisi gas hingga 2025:

Minyak Sudah Impor, Jangan Sampai RI Jadi Importir Gas! Kementerian ESDM

"Pasokan gas bumi secara alamiah akan cenderung menurun sedangkan permintaan gas bumi terus meningkat sejalan dengan meluasnya pemakaian gas bumi, baik sebagai bahan baku, untuk proses produksi, maupun sebagai bahan bakar terutama di pembangkit- pembangkit listrik yang sedang berjalan maupun yang akan dibangun. Masih ada beberapa temuan gas bumi yang dalam tahap pengembangan seperti lapangan Abadi di perairan Arafura, lapangan Kasuri di Bintuni, Papua Barat, lapangan Natuna Timur (East Natuna) di perairan Natuna, serta beberapa lapangan marjinal yang tersebar di beberapa daerah," tulis laporan Neraca Gas Bumi Indonesia 2018-2027 keluaran Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).


(BERLANJUT KE HALAMAN 4)


Dengan meningkatnya permintaan gas bumi, di kawasan/region tertentu, dengan kondisi geografis sebagai negara kepulauan (archipelago state) dan terpisahnya lokasi lapangan gas bumi dengan pusat-pusat permintaan (demand) diperlukan strategi pengembangan infrastruktur gas bumi berupa pipa atau moda lainnya seperti LNG. Namun apabila lapangan-lapangan gas baru tidak komersial kemudian sumur-sumur baru dari lapangan gas existing tidak dikembangkan maka tidak menutup kemungkinan bahwa Indonesia akan mulai mengimpor gas bumi.

Pemerintah sejatinya sudah menyadari kondisi tersebut sebagaimana tertulis dalam laporan Neraca Gas Bumi Indonesia 2018-2027 keluaran Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Kementerian ESDM. Untuk mengoptimalkan penggunaan dan distribusi gas, Kementerian ESDM telah merilis Peraturan Menteri ESDM No 4/2018 tentang Pengusahaan Gas Bumi pada Kegiatan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi.

Aturan tersebut bertujuan untuk merestrukturisasi model bisnis yang ada sehingga Badan Usaha dapat fokus pada pembangunan infrastruktur sementara pemerintah mengamankan pasokan melalui alokasi gas. Peraturan ini juga dimaksudkan untuk menghilangkan investasi ganda yang telah berlangsung selama beberapa tahun terakhir.

Dalam konsep ini hanya akan ada satu distributor dan trader gas di satu area (Wilayah Jaringan Distribusi dan Wilayah Niaga Tertentu). Pemerintah akan mengalokasikan gas untuk distributor gas ini dan juga mengatur harga di dalam wilayah distribusi.

Kementerian ESDM mencatat pengembangan infrastruktur gas bumi di Indonesia dibagi menjadi dua wilayah yaitu barat dan timur. Untuk wilayah barat, pengembangannya menggunakan integrated pipeline concept dengan sistem virtual pipeline sebagai pendukung. Sedangkan wilayah timur menggunakan virtual pipeline concept dengan sistem clustered pipeline sebagai pendukung.

Dengan konsep ini diharapkan terjadi efektivitas dan efisiensi dalam pembangunan dan pengelolaan infrastruktur gas bumi sehingga tercipta peningkatan pemanfaatan dengan harga yang wajar. Pemerintah melalui Kementerian BUMN dan Kementerian Keuangan melakukan pembenahan dari aspek tata kelola korporasi melalui pembentukan holding BUMN Migas yaitu Pertamina yang diikuti dengan pemberian peran PGN sebagai sub-holding gas.

Sinergi antara pelaksanaan restrukturisasi sektoral melalui perbaikan regulasi dengan penguatan BUMN sektor migas melalui pembentukan holding dan sub-holding diharapkan dapat menjadi katalisator dalam percepatan pembangunan infrastruktur gas bumi untuk meningkatkan pemanfaatan gas bumi domestik. Kalau tidak disiapkan sejak sekarang roadmap pengembangan infrastruktur dan cara mencapai target tersebut, maka gejala Indonesia akan kekurangan energi bisa terjadi.

Dengan perencanaan dan monitoring target pengembangan lapangan dan komersialisasinya, roadmap pembangunan infrastruktur yang sudah memperhatikan kesiapan pasar termasuk monitoring secara konsisten terhadap rencana besar tersebut maka diharapkan utilisasi gas untuk kepentingan domestik dan sebesar-besarnya untuk kepentingan rakyat sesuai amanat UUD 1945 dapat terwujud.

Sungguh sangat disayangkan apabila Indonesia sampai harus mengimpor gas. Potensi cadangan Indonesia yang menempati urutan kedua di Asia-Pasifik semestinya mampu menjadi modal untuk menuju kemandirian energi dan bersaing di kancah global.


TIM RISET CNBC INDONESIA
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular