
Ke Jokowi, DPR Ngotot RKUHP Diteken: 7 Presiden Gak Kelar
Chandra Gian Asmara, CNBC Indonesia
23 September 2019 14:36

Jakarta, CNBC Indonesia - Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) melakukan pertemuan dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Merdeka, kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (23/9/2019).
Pertemuan antara kedua belah pihak ini meyangkut polemik rencana parlemen mengesahkan Revisi Kitab Undang Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang mendapatkan protes keras dari masyarakat.
Berbicara di depan Jokowi dan sejumlah menteri Kabinet Kerja, Ketua DPR Bambang Soesatyo menjelaskan pentingnya pengesahan revisi kitab hukum tersebut, merespons situasi yang sudah terjadi.
Bamsoet, sapaan akrab Bambang Soesatyo bahkan mengklaim, revisi KUHP bisa menjadi jawaban keinginan Jokowi yang lebih menginginkan peraturan perundang-undangan di Indonesia lebih simpel dan tidak rumit.
"Kami hanya ingin menjawab keinginan Pak Presiden bahwa UU seharusnya simpel. Untuk itu, KUHP ini adalah jawabannya sebagai buku induk UU Hukum Pidana," kata Bamsoet.
"Maka nanti akan ada beberapa UU yang bisa kita hapuskan, semua menginduk pada KUHP. Sehingga ke depan, UU kita lebih simpel dan cepat dalam pengambllan keputusan," jelasnya.
"Kita susun ini, 7 presiden tidak selesai, 19 menteri Hukum dan HAM tidak selesai. Dan ini kita diujung apakah kita selesaikan," kata Politikus Partai Golkar itu.
Bamsoet lantas menceritakan bagaimana proses pembahasan RUU KUHP antara Komisi III DPR dan pemerintah yang tidak mudah. Perdebatan kerap kali terjadi, tidak hanya di ruang rapat, melainkan juga di tempat lain.
"Ada yang gara-gara rapat yang engga pernah pulang, ribut dengan istri di rumah. Tim selalu perdebatkan pasal demi pasal hingga penjelasan yang tak terhitung jumlahnya, termasuk perubahan yang dilakukan dalam sebuah pasal agar seimbang antara kepentingan negara, hukum, dan masyarakat," jelasnya.
Bamsoet memahami, bahwa revisi KUHP memang menimbulkan pro dan kontra. Namun, parlemen beranggapan bahwa hal tersebut tetap bisa menjadi masukan bagi perubahan hukum ini di masa depan.
"Selayaknya sebagai legislasi, RUU KUHP mungkin juga mengandung berbagai kelemahan. Kami sadari hal itu mungkin terjadi. Oleh karena itu, kami telah analisis segala kemungkinan dan upaya yang masih bisa kami lakukan," jelasnya.
"Kami menyadari segala mekanisme hukum seperti uji materi MK masih bisa dilakukan, tentu dengan pengaturan yang tertuang dalam berbagai ruang yang disiapkan negara," jelasnya.
(gus) Next Article Ini Pernyataan Lengkap Jokowi Soal Penundaan RKUHP
Pertemuan antara kedua belah pihak ini meyangkut polemik rencana parlemen mengesahkan Revisi Kitab Undang Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang mendapatkan protes keras dari masyarakat.
Bamsoet, sapaan akrab Bambang Soesatyo bahkan mengklaim, revisi KUHP bisa menjadi jawaban keinginan Jokowi yang lebih menginginkan peraturan perundang-undangan di Indonesia lebih simpel dan tidak rumit.
"Kami hanya ingin menjawab keinginan Pak Presiden bahwa UU seharusnya simpel. Untuk itu, KUHP ini adalah jawabannya sebagai buku induk UU Hukum Pidana," kata Bamsoet.
"Maka nanti akan ada beberapa UU yang bisa kita hapuskan, semua menginduk pada KUHP. Sehingga ke depan, UU kita lebih simpel dan cepat dalam pengambllan keputusan," jelasnya.
"Kita susun ini, 7 presiden tidak selesai, 19 menteri Hukum dan HAM tidak selesai. Dan ini kita diujung apakah kita selesaikan," kata Politikus Partai Golkar itu.
Bamsoet lantas menceritakan bagaimana proses pembahasan RUU KUHP antara Komisi III DPR dan pemerintah yang tidak mudah. Perdebatan kerap kali terjadi, tidak hanya di ruang rapat, melainkan juga di tempat lain.
"Ada yang gara-gara rapat yang engga pernah pulang, ribut dengan istri di rumah. Tim selalu perdebatkan pasal demi pasal hingga penjelasan yang tak terhitung jumlahnya, termasuk perubahan yang dilakukan dalam sebuah pasal agar seimbang antara kepentingan negara, hukum, dan masyarakat," jelasnya.
Bamsoet memahami, bahwa revisi KUHP memang menimbulkan pro dan kontra. Namun, parlemen beranggapan bahwa hal tersebut tetap bisa menjadi masukan bagi perubahan hukum ini di masa depan.
"Selayaknya sebagai legislasi, RUU KUHP mungkin juga mengandung berbagai kelemahan. Kami sadari hal itu mungkin terjadi. Oleh karena itu, kami telah analisis segala kemungkinan dan upaya yang masih bisa kami lakukan," jelasnya.
"Kami menyadari segala mekanisme hukum seperti uji materi MK masih bisa dilakukan, tentu dengan pengaturan yang tertuang dalam berbagai ruang yang disiapkan negara," jelasnya.
(gus) Next Article Ini Pernyataan Lengkap Jokowi Soal Penundaan RKUHP
Most Popular