
KPPI Mulai Investigasi Lonjakan Impor Tekstil ke RI
Efrem Siregar, CNBC Indonesia
19 September 2019 19:26

Jakarta, CNBCÂ Indonesia - Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI) Kementerian Perdagangan (Kemendag) menetapkan dimulainya penyelidikan tindakan pengamanan perdagangan (safeguards) yang diajukan Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API).
Adapun permohonan safeguard yang diselidiki di antaranya, lonjakan volume impor kain tekstil dengan kode HS 107 HS. Selain itu juga lonjakan volume impor benang (selain benang jahit) dari serat stapel sintetik dan artifisial sebanyak 6 HS code, dan lonjakan volume impor produk tirai (termasuk gorden), kerai dalam, kelambu tempat tidur, dan barang perabot lainnya sebanyak 8 HS code.
"Dari bukti awal permohonan yang diajukan, KPPI menemukan adanya lonjakan volume impor kain. Selain itu, terdapat indikasi awal mengenai kerugian serius atau ancaman kerugian serius yang dialami industri dalam negeri akibat dari lonjakan volume impor tersebut," kata Ketua KPPI Mardjoko menjelaskan alasan penyelidikan lonjakan volume impor kain dalam keterangan resmi kepada CNBC Indonesia, Kamis (19/9/2019).
Penyelidikan telah dimulai pada Rabu (18/9/2019). Mardjoko mengatakan, kerugian serius atau ancaman kerugian serius pada impor kain terlihat dari beberapa indikator kinerja industri dalam negeri pada periode tiga tahun terakhir (2016-2018) dan semester I-2019.
Terkait impor kain, ia menjelaskan, ada kerugian finansial secara terus menerus akibat menurunnya volume produksi dan penjualan domestik, meningkatnya persediaan akhir atau jumlah barang yang tidak terjual.
Lalu, menurunnya produktivitas dan kapasitas terpakai, menurunnya jumlah tenaga kerja, dan menurunnya pangsa pasar industri dalam negeri di pasar domestik.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik selama tiga tahun terakhir (2016-2018), volume impor kain terus meningkat dengan tren sebesar 31,80 persen.
Pada 2016, impor kain tercatat sebesar 238.219 ton, kemudian pada 2017 naik menjadi 291.915 ton, dan terus naik menjadi 413.813 ton pada 2018.
Negara asal impor kain, di antaranya China, Korea Selatan, Hongkong, dan Taiwan. Volume impor kain Indonesia terbesar berasal dari China dengan pangsa impor sebesar 67,86% pada 2018, kemudian 63,61% pada 2017, dan 61,42% pada 2016 dari total impor Indonesia.
Kerugian dan ancaman serius juga menjadi indikasi awal atas lonjakan volume impor benang (selain benang jahit) dari serat stapel sintetik dan artifisial, dan lonjakan volume impor produk tirai (termasuk gorden), kerai dalam, kelambu tempat tidur, dan barang perabot lainnya.
Mardjoko mengatakan, KPPI mengundang pihak yang berkepentingan untuk memberikan tanggapan paling lambat lima belas hari sejak dimulainya penyelidikan.
Secara terpisah, Ketua API Ade Sudrajat mengatakan permohonan safeguard sudah diinisiasi selama sebulan. API secara resmi memasukannya pada Kamis (12/9/2019) lalu.
"Ketika diberikan pengumuman bahwa dimulainya penyelidiikan, setelah itu akan diserahkan notifikasi ke seluruh negara menanti sanggahan dari negara lain apakah dari Tiongkok, Turki, dan lain-lain," kata Ade di kantor API, Jakarta, Kamis (19/9/2019).
Ade menuturkan, permohonan safeguard yang diajukan sebanyak 180 HS yang menurut Ade terbanyak yang pernah dilakukan dibandingkan negara manapun.
"Tentu, injury-nya ada atau tidak tergantung penyelidikan KPPI," katanya.
Pengajuan safeguard dilakukan sebab industri TPT dalam negeri terutama hulu dan menengah tertekan akibat membanjirnya bahan baku impor murah dari China. Sehingga menimbulkan kerugian bagi industri.
(hoi/hoi) Next Article Industri Tekstil RI: Kalah dari Vietnam hingga Gelombang PHK
Adapun permohonan safeguard yang diselidiki di antaranya, lonjakan volume impor kain tekstil dengan kode HS 107 HS. Selain itu juga lonjakan volume impor benang (selain benang jahit) dari serat stapel sintetik dan artifisial sebanyak 6 HS code, dan lonjakan volume impor produk tirai (termasuk gorden), kerai dalam, kelambu tempat tidur, dan barang perabot lainnya sebanyak 8 HS code.
"Dari bukti awal permohonan yang diajukan, KPPI menemukan adanya lonjakan volume impor kain. Selain itu, terdapat indikasi awal mengenai kerugian serius atau ancaman kerugian serius yang dialami industri dalam negeri akibat dari lonjakan volume impor tersebut," kata Ketua KPPI Mardjoko menjelaskan alasan penyelidikan lonjakan volume impor kain dalam keterangan resmi kepada CNBC Indonesia, Kamis (19/9/2019).
Terkait impor kain, ia menjelaskan, ada kerugian finansial secara terus menerus akibat menurunnya volume produksi dan penjualan domestik, meningkatnya persediaan akhir atau jumlah barang yang tidak terjual.
Lalu, menurunnya produktivitas dan kapasitas terpakai, menurunnya jumlah tenaga kerja, dan menurunnya pangsa pasar industri dalam negeri di pasar domestik.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik selama tiga tahun terakhir (2016-2018), volume impor kain terus meningkat dengan tren sebesar 31,80 persen.
Pada 2016, impor kain tercatat sebesar 238.219 ton, kemudian pada 2017 naik menjadi 291.915 ton, dan terus naik menjadi 413.813 ton pada 2018.
Negara asal impor kain, di antaranya China, Korea Selatan, Hongkong, dan Taiwan. Volume impor kain Indonesia terbesar berasal dari China dengan pangsa impor sebesar 67,86% pada 2018, kemudian 63,61% pada 2017, dan 61,42% pada 2016 dari total impor Indonesia.
Kerugian dan ancaman serius juga menjadi indikasi awal atas lonjakan volume impor benang (selain benang jahit) dari serat stapel sintetik dan artifisial, dan lonjakan volume impor produk tirai (termasuk gorden), kerai dalam, kelambu tempat tidur, dan barang perabot lainnya.
Mardjoko mengatakan, KPPI mengundang pihak yang berkepentingan untuk memberikan tanggapan paling lambat lima belas hari sejak dimulainya penyelidikan.
Secara terpisah, Ketua API Ade Sudrajat mengatakan permohonan safeguard sudah diinisiasi selama sebulan. API secara resmi memasukannya pada Kamis (12/9/2019) lalu.
"Ketika diberikan pengumuman bahwa dimulainya penyelidiikan, setelah itu akan diserahkan notifikasi ke seluruh negara menanti sanggahan dari negara lain apakah dari Tiongkok, Turki, dan lain-lain," kata Ade di kantor API, Jakarta, Kamis (19/9/2019).
Ade menuturkan, permohonan safeguard yang diajukan sebanyak 180 HS yang menurut Ade terbanyak yang pernah dilakukan dibandingkan negara manapun.
"Tentu, injury-nya ada atau tidak tergantung penyelidikan KPPI," katanya.
Pengajuan safeguard dilakukan sebab industri TPT dalam negeri terutama hulu dan menengah tertekan akibat membanjirnya bahan baku impor murah dari China. Sehingga menimbulkan kerugian bagi industri.
(hoi/hoi) Next Article Industri Tekstil RI: Kalah dari Vietnam hingga Gelombang PHK
Most Popular