
Simak! Sederet 'Dosa' Bank Indonesia & LPS di Mata BPK
Herdaru Purnomo, CNBC Indonesia
19 September 2019 13:02

BPK memberikan opini WTP atas Laporan Keuangan Tahunan Bank Indonesia (LKTBI) Tahun 2018.
Dengan demikian, LKTBI memperoleh opini WTP dalam 5 tahun terakhir.
Dalam opini atas LKTBI Tahun 2018, BPK memberikan penekanan bahwa BI mencatat Penghasilan dari sanksi administratif devisa hasil ekspor (DHE) berbasis kas.
BI belum mencatat Tagihan dan Penghasilan atas sanksi administratif DHE yang belum dibayar sejak tahun 2012 sebagai Tagihan dan Penghasilan, serta nilai Tagihan dan Penghasilan atas Sanksi Administratif DHE tersebut belum dapat dipastikan.
Berdasarkan LKTBI Tahun 2018 (audited), nilai Aset dan Liabilitas BI per 31 Desember 2018 masing-masing sebesar Rp2.285,65 triliun, sedangkan nilai surplus setelah pajak adalah sebesar Rp48,01 triliun.
Selain memberikan opini, hasil pemeriksaan BPK mengungkapkan 15 temuan yang memuat 25 permasalahan yang terdiri atas 22 permasalahan kelemahan SPI dan 3 permasalahan ketidakpatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan. Permasalahan tersebut tidak memengaruhi secara material terhadap kewajaran penyajian laporan keuangan, di antaranya:
Pencatatan belum dilakukan atau tidak akurat
Penatausahaan sanksi denda DHE belum memadai, di antaranya: (1) surat sanksi denda DHE belum dibukukan sebagai Pendapatan dan Piutang; (2) pencatatan nilai sanksi denda dalam Aplikasi Monitoring DHE tidak sesuai dengan surat sanksi denda; dan (3) adanya sanksi denda yang telah dibebaskan tetapi ditetapkan kembali.
Hal ini mengakibatkan Piutang (Tagihan dalam Rupiah kepada Pihak Lainnya) dan Pendapatan Sanksi Administrasi atas sanksi denda DHE belum sepenuhnya menggambarkan kondisi yang sebenarnya.
Permasalahan ini disebabkan Departemen Pengelolaan dan Kepatuhan Laporan (DPKL) tidak mengakui sanksi denda DHE sebagai Pendapatan dan Piutang, serta belum menatausahakan sanksi denda DHE dengan tertib, dan Sistem Aplikasi Monitoring DHE belum dapat mencatat transaksi DHE secara lengkap dan sistematis.
Sistem informasi akuntansi dan pelaporan tidak memadai
Kelemahan pengendalian sistem aplikasi yang mendukung penyusunan LKTBI, di antaranya: (1) kelemahan pengendalian back up dalam sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement (BI-RTGS); (2) adanya perincian saldo pinjaman pegawai yang tidak terdapat dalam database Bank Indonesia Sistem Informasi Penggajian (BISAP); dan (3) Bank Indonesia Sistem E-Procurement (BISPro) belum mengakomodasi proses penunjukan pemenang yang menggunakan preferensi Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN).
Hal ini mengakibatkan antara lain: (1) data transaksi berpotensi hilang dan tidak sesuai dengan database utama; (2) perincian tagihan kepada pegawai tidak dapat ditelusuri; dan (3) belum sepenuhnya tercipta tata kelola yang baik (good corporate governance) dalam pelaksanaan dan pengelolaan perencanaan proyek investasi, pengadaan, dan pemantauan kontrak.
Permasalahan ini disebabkan antara lain: (1) BI tidak memiliki Standar Operasional Prosedur (SOP) untuk memastikan hasil back up; (2) Departemen Sumber Daya Manusia (DSDM) tidak cermat dalam menatausahakan perincian pinjaman kepada pegawai; dan (3) kelemahan Aplikasi BISPro.
Pertanggungjawaban tidak lengkap/tidak valid
Jawaban BI :
Tujuan akhir penetapan sanksi denda DHE bagi BI bukan untuk memperoleh pendapatan, namun untuk meng-enforce eksportir agar segera memberikan data DHE yang akurat. DPKL akan menyesuaikan nilai sanksi denda pada Aplikasi Monitoring DHE agar sesuai dengan surat sanksi denda. Selain itu, DPKL akan menambah status yang membedakan antara sanksi denda dan perubahan sanksi denda dalam Aplikasi Monitoring DHE dan Aplikasi Monitoring DHE saat ini belum memiliki penanda (flag) yang dapat membedakan surat perubahan sanksi denda yang dikaitkan dengan surat sanksi denda sebelumnya.
BI telah menyempurnakan Petunjuk Teknis Operasional Harian BI-RTGS/ Bank Indonesia Scriptless Securities Settlement System (BI-SSSS) terkait dengan monitoring data archiving BI-RTGS. Terkait dengan perincian saldo pinjaman pegawai yang tidak terdapat dalam database BISAP, BI masih dalam proses menelusuri ke mainframe SISDAM. Sedangkan untuk kelemahan pada Aplikasi BISPro, BI sedang mengembangkan Bank Indonesia Enterprise Resource Planning Human Resources Information System (BI-ERPHRIS) khususnya modul e-procurement agar dapat mengakomodasi perhitungan preferensi harga TKDN.
BI sependapat diperlukan monitoring secara berkala untuk memastikan pertanggungjawaban SPM telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Atas permasalahan tersebut, BPK antara lain merekomendasikan Gubernur BI agar:
HALAMAN SELANJUTNYA >> 'Dosa' LPS di Mata BPK (NEXT)
(gus)
Dengan demikian, LKTBI memperoleh opini WTP dalam 5 tahun terakhir.
Dalam opini atas LKTBI Tahun 2018, BPK memberikan penekanan bahwa BI mencatat Penghasilan dari sanksi administratif devisa hasil ekspor (DHE) berbasis kas.
Berdasarkan LKTBI Tahun 2018 (audited), nilai Aset dan Liabilitas BI per 31 Desember 2018 masing-masing sebesar Rp2.285,65 triliun, sedangkan nilai surplus setelah pajak adalah sebesar Rp48,01 triliun.
Selain memberikan opini, hasil pemeriksaan BPK mengungkapkan 15 temuan yang memuat 25 permasalahan yang terdiri atas 22 permasalahan kelemahan SPI dan 3 permasalahan ketidakpatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan. Permasalahan tersebut tidak memengaruhi secara material terhadap kewajaran penyajian laporan keuangan, di antaranya:
Pencatatan belum dilakukan atau tidak akurat
Penatausahaan sanksi denda DHE belum memadai, di antaranya: (1) surat sanksi denda DHE belum dibukukan sebagai Pendapatan dan Piutang; (2) pencatatan nilai sanksi denda dalam Aplikasi Monitoring DHE tidak sesuai dengan surat sanksi denda; dan (3) adanya sanksi denda yang telah dibebaskan tetapi ditetapkan kembali.
Hal ini mengakibatkan Piutang (Tagihan dalam Rupiah kepada Pihak Lainnya) dan Pendapatan Sanksi Administrasi atas sanksi denda DHE belum sepenuhnya menggambarkan kondisi yang sebenarnya.
Permasalahan ini disebabkan Departemen Pengelolaan dan Kepatuhan Laporan (DPKL) tidak mengakui sanksi denda DHE sebagai Pendapatan dan Piutang, serta belum menatausahakan sanksi denda DHE dengan tertib, dan Sistem Aplikasi Monitoring DHE belum dapat mencatat transaksi DHE secara lengkap dan sistematis.
Sistem informasi akuntansi dan pelaporan tidak memadai
Kelemahan pengendalian sistem aplikasi yang mendukung penyusunan LKTBI, di antaranya: (1) kelemahan pengendalian back up dalam sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement (BI-RTGS); (2) adanya perincian saldo pinjaman pegawai yang tidak terdapat dalam database Bank Indonesia Sistem Informasi Penggajian (BISAP); dan (3) Bank Indonesia Sistem E-Procurement (BISPro) belum mengakomodasi proses penunjukan pemenang yang menggunakan preferensi Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN).
Hal ini mengakibatkan antara lain: (1) data transaksi berpotensi hilang dan tidak sesuai dengan database utama; (2) perincian tagihan kepada pegawai tidak dapat ditelusuri; dan (3) belum sepenuhnya tercipta tata kelola yang baik (good corporate governance) dalam pelaksanaan dan pengelolaan perencanaan proyek investasi, pengadaan, dan pemantauan kontrak.
Permasalahan ini disebabkan antara lain: (1) BI tidak memiliki Standar Operasional Prosedur (SOP) untuk memastikan hasil back up; (2) Departemen Sumber Daya Manusia (DSDM) tidak cermat dalam menatausahakan perincian pinjaman kepada pegawai; dan (3) kelemahan Aplikasi BISPro.
Pertanggungjawaban tidak lengkap/tidak valid
- Pertanggungjawaban Surat Perintah Membayar (SPM) belum sepenuhnya sesuai dengan ketentuan, di antaranya ketidakjelasan dasar hukum penentuan honorarium narasumber dalam rangka Focus Group Discussion (FGD) Badan Supervisi Bank Indonesia (BSBI) dan terdapat SPM yang belum dipertanggungjawabkan sampai dengan 31 Desember 2018. Hal ini mengakibatkan adanya realisasi anggaran yang tidak jelas dasar hukumnya dan tidak menunjukkan keadaan sebenarnya.
- Permasalahan ini disebabkan pimpinan satuan kerja (satker) lalai dalam melakukan pengendalian atas pertanggungjawaban SPM sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Jawaban BI :
Tujuan akhir penetapan sanksi denda DHE bagi BI bukan untuk memperoleh pendapatan, namun untuk meng-enforce eksportir agar segera memberikan data DHE yang akurat. DPKL akan menyesuaikan nilai sanksi denda pada Aplikasi Monitoring DHE agar sesuai dengan surat sanksi denda. Selain itu, DPKL akan menambah status yang membedakan antara sanksi denda dan perubahan sanksi denda dalam Aplikasi Monitoring DHE dan Aplikasi Monitoring DHE saat ini belum memiliki penanda (flag) yang dapat membedakan surat perubahan sanksi denda yang dikaitkan dengan surat sanksi denda sebelumnya.
BI telah menyempurnakan Petunjuk Teknis Operasional Harian BI-RTGS/ Bank Indonesia Scriptless Securities Settlement System (BI-SSSS) terkait dengan monitoring data archiving BI-RTGS. Terkait dengan perincian saldo pinjaman pegawai yang tidak terdapat dalam database BISAP, BI masih dalam proses menelusuri ke mainframe SISDAM. Sedangkan untuk kelemahan pada Aplikasi BISPro, BI sedang mengembangkan Bank Indonesia Enterprise Resource Planning Human Resources Information System (BI-ERPHRIS) khususnya modul e-procurement agar dapat mengakomodasi perhitungan preferensi harga TKDN.
BI sependapat diperlukan monitoring secara berkala untuk memastikan pertanggungjawaban SPM telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Atas permasalahan tersebut, BPK antara lain merekomendasikan Gubernur BI agar:
- Memerintahkan Kepala DPKL untuk mencatat seluruh penetapan sanksi denda DHE sebagai Pendapatan dan Piutang dan menyempurnakan Aplikasi Monitoring DHE sehingga mencakup semua informasi terkait dengan DHE.
- Memerintahkan Kepala Departemen Pengelolaan Sistem Informasi (DPSI) untuk menyempurnakan SOP Back Up terkait dengan verifikasi hasil back up apakah gagal atau sukses, Kepala DSDM untuk menelusuri perincian saldo pinjaman kepada pegawai dan Kepala Departemen Pengadaan Strategis (DPS) untuk mengakomodasi perhitungan preferensi harga TKDN pada modul e-procurement BI-ERPHRIS.
- Memberikan sanksi kepada pimpinan satker yang belum melakukan pengendalian yang memadai atas pertanggungjawaban SPM sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
HALAMAN SELANJUTNYA >> 'Dosa' LPS di Mata BPK (NEXT)
(gus)
Next Page
Sederet Masalah LPS di Mata BPK
Pages
Most Popular