
Internasional
Terima Kasih Babi, AS-China Makin Mesra
Sefti Oktarianisa, CNBC Indonesia
19 September 2019 09:14

Jakarta, CNBC Indonesia - Jika ada satu hal sangat disukai para pemimpin China, jawabannya adalah "win win solution". Terutama terkait negosiasi perdagangan antara AS dan China yang terjadi untuk menurunkan tensi yang memanas antara kedua negara.
Dan, di tengah semua upaya pembicaraan damai yang kemarin sudah resmi dimulai, ternyata ada satu produk pertanian AS yang harus masuk dalam pembicaraan itu. Jawabannya adalah babi.
Harga babi China telah naik 130% sejak Januari 2018. Data ini didapat dari situs web industri China, yang melacak harga babi di negara itu berdasarkan survei ke petani dan vendor babi.
Lonjakan harga sebelumnya terjadi akibat wabah penyakit flu babi Afrika. Meski tidak menular ke manusia, wabah yang menyebar sejak Agustus 2018 itu, sukses mematikan babi-babi di sentra peternakan China.
Para peternak tak punya jalan lain selain menyembelih puluhan juta babi. Alhasil, berdasar data Reuters, jumlah ternak babi menyusut hingga hampir sepertiganya.
Dari Juli ke Agustus 2019, kenaikkan harga daging babi bahkan hampir menyentuh 50%. Ekonom memprediksi harga akan melonjak lagi hingga akhir tahun.
Berbicara soal babi, hewan ini adalah makanan pokok di China. Bukan hanya itu, menurut Quartz, babi di China adalah simbol kemakmuran.
Dari platform media sosial setempat, harga babi yang mahal menambah tekanan kepada Partai Komunias yang berkuasa. Pasokan stabil daging babi yang terjangkau sangat penting untuk menjaga stabilitas sosial.
Meski ini berita buruk bagi konsumen China, kenaikan harga babi menjadi pertanda baik bagi petani AS, yang memang sejak 2016 berharap bisa meningkatkan penjualan di pasar China.
BERLANJUT KE HAL 2 >>>>
Dan, di tengah semua upaya pembicaraan damai yang kemarin sudah resmi dimulai, ternyata ada satu produk pertanian AS yang harus masuk dalam pembicaraan itu. Jawabannya adalah babi.
Harga babi China telah naik 130% sejak Januari 2018. Data ini didapat dari situs web industri China, yang melacak harga babi di negara itu berdasarkan survei ke petani dan vendor babi.
Lonjakan harga sebelumnya terjadi akibat wabah penyakit flu babi Afrika. Meski tidak menular ke manusia, wabah yang menyebar sejak Agustus 2018 itu, sukses mematikan babi-babi di sentra peternakan China.
Para peternak tak punya jalan lain selain menyembelih puluhan juta babi. Alhasil, berdasar data Reuters, jumlah ternak babi menyusut hingga hampir sepertiganya.
Dari Juli ke Agustus 2019, kenaikkan harga daging babi bahkan hampir menyentuh 50%. Ekonom memprediksi harga akan melonjak lagi hingga akhir tahun.
Berbicara soal babi, hewan ini adalah makanan pokok di China. Bukan hanya itu, menurut Quartz, babi di China adalah simbol kemakmuran.
Dari platform media sosial setempat, harga babi yang mahal menambah tekanan kepada Partai Komunias yang berkuasa. Pasokan stabil daging babi yang terjangkau sangat penting untuk menjaga stabilitas sosial.
Meski ini berita buruk bagi konsumen China, kenaikan harga babi menjadi pertanda baik bagi petani AS, yang memang sejak 2016 berharap bisa meningkatkan penjualan di pasar China.
BERLANJUT KE HAL 2 >>>>
Next Page
Terima Kasih Babi, AS-China Makin Mesra
Pages
Most Popular