
Jelang Akhir Jokowi Jilid I, Masyarakat RI Makin Anti-Korupsi
Cantika Adinda, CNBC Indonesia
17 September 2019 06:03

Jakarta, CNBC Indonesia - Selain merilis perkembangan ekspor dan impor Agustus 2019, Badan Pusat Statistik pada Senin (16/9/2019) juga memaparkan laporan terkait Indeks Perilaku Anti Korupsi (IPAK) 2019. Menurut BPS, IPAK 2019 berada pada level 3,70 (skala 0-5) atau naik tipis dibandingkan tahun sebelumnya yang tercatat sebesar 3,66.
Sekadar catatan, nilai indeks mendekati 5 menunjukkan masyarakat semakin anti korupsi. Sebaliknya, nilai IPAK yang semakin mendekati nol menunjukkan bahwa masyarakat berperilaku semakin permisif terhadap korupsi.
Mengutip data BPS, IPAK Indonesia di era Presiden Joko Widodo (Jokowi) memang fluktuatif. Berikut adalah datanya (kecuali 2016 karena survei tidak dilakukan):
2014: 3,61
2015: 3,59
2017: 3,71
2018: 3,66
2019: 3,70
Kendati demikian, ada temuan menarik dari survei BPS yang dirilis kemarin. Sekadar catatan, survei BPS dilakukan pada 11 hingga 30 Maret 2019. Jumlah blok sampel (BS) 1.000 menurut perkotaan/perdesaan di 33 provinsi. Dari 1 BS dipilih 10 rumah tangga. Dalam satu rumah tangga dipilih kepala rumah tangga atau pasangannya sebagai responden.
Dari sisi dimensi persepsi, BPS mencatat masyarakat semakin permisif terhadap korupsi di 2019. Ini karena nilai tahun ini sebesar 3,80 lebih rendah dibandingkan tahun lalu yang tercatat 3,86.
Misalnya di lingkup keluarga. Persentase sikap istri yang menerima uang tambahan dari suami di luar penghasilan tanpa mempertanyakan asal usul uang tersebut meningkat dari 25,56% dari sebelumnya 22,52%.
Kemudian di lingkup komunitas. Peningkatan terbesar ada pada perilaku masyarakat memberi uang/barang kepada tokoh masyarakat lainnya ketika suatu keluarga melaksanakan hajatan. Nilainya naik 1,33 persen dari 46,48 (2018) menjadi 47,81 (2019).
Sementara di lingkup publik, masyarakat menganggap wajar pemberian uang/barang dalam proses penerimaan menjadi pegawai negeri/swasta. Persentasenya meningkat tajam menjadi 29,94% dari sebelumnya 10,62% pada tahun lalu.
"Beberapa sikap masyarakat yang menganggap wajar beberapa kebiasaan di lingkup publik mengalami perubahan," ujar Kepala BPS Suhariyanto.
Sedangkan dari sisi dimensi pengalaman, masyarakat semakin antikorupsi di 2019. Ini karena nilai tahun ini sebesar 3,65 lebih tinggi dibandingkan tahun lalu yang tercatat 3,57.
BPS juga mencatat tahun ini indeks perilaku anti korupsi masyarakat perkotaan mencapai 3,86, lebih tinggi dibanding masyarakat perdesaan dengan nilai 3,49. Adapun masyarakat pada usia 40-59 tahun paling anti korupsi dibanding kelompok usia lain. Terlihat dari angka indeksi masyarakat berusia 40 tahun ke bawah sebesar 3,66, usia 40-59 tahun sebesar 3,73, dan usia 60 tahun atau lebih sebesar 3,66.
(miq/miq) Next Article Jangan Ada Lagi Gayus-Gayus di Pajak, Itu Uang Rakyat!
Sekadar catatan, nilai indeks mendekati 5 menunjukkan masyarakat semakin anti korupsi. Sebaliknya, nilai IPAK yang semakin mendekati nol menunjukkan bahwa masyarakat berperilaku semakin permisif terhadap korupsi.
Mengutip data BPS, IPAK Indonesia di era Presiden Joko Widodo (Jokowi) memang fluktuatif. Berikut adalah datanya (kecuali 2016 karena survei tidak dilakukan):
2015: 3,59
2017: 3,71
2018: 3,66
2019: 3,70
Kendati demikian, ada temuan menarik dari survei BPS yang dirilis kemarin. Sekadar catatan, survei BPS dilakukan pada 11 hingga 30 Maret 2019. Jumlah blok sampel (BS) 1.000 menurut perkotaan/perdesaan di 33 provinsi. Dari 1 BS dipilih 10 rumah tangga. Dalam satu rumah tangga dipilih kepala rumah tangga atau pasangannya sebagai responden.
Dari sisi dimensi persepsi, BPS mencatat masyarakat semakin permisif terhadap korupsi di 2019. Ini karena nilai tahun ini sebesar 3,80 lebih rendah dibandingkan tahun lalu yang tercatat 3,86.
Misalnya di lingkup keluarga. Persentase sikap istri yang menerima uang tambahan dari suami di luar penghasilan tanpa mempertanyakan asal usul uang tersebut meningkat dari 25,56% dari sebelumnya 22,52%.
Kemudian di lingkup komunitas. Peningkatan terbesar ada pada perilaku masyarakat memberi uang/barang kepada tokoh masyarakat lainnya ketika suatu keluarga melaksanakan hajatan. Nilainya naik 1,33 persen dari 46,48 (2018) menjadi 47,81 (2019).
Sementara di lingkup publik, masyarakat menganggap wajar pemberian uang/barang dalam proses penerimaan menjadi pegawai negeri/swasta. Persentasenya meningkat tajam menjadi 29,94% dari sebelumnya 10,62% pada tahun lalu.
"Beberapa sikap masyarakat yang menganggap wajar beberapa kebiasaan di lingkup publik mengalami perubahan," ujar Kepala BPS Suhariyanto.
Sedangkan dari sisi dimensi pengalaman, masyarakat semakin antikorupsi di 2019. Ini karena nilai tahun ini sebesar 3,65 lebih tinggi dibandingkan tahun lalu yang tercatat 3,57.
BPS juga mencatat tahun ini indeks perilaku anti korupsi masyarakat perkotaan mencapai 3,86, lebih tinggi dibanding masyarakat perdesaan dengan nilai 3,49. Adapun masyarakat pada usia 40-59 tahun paling anti korupsi dibanding kelompok usia lain. Terlihat dari angka indeksi masyarakat berusia 40 tahun ke bawah sebesar 3,66, usia 40-59 tahun sebesar 3,73, dan usia 60 tahun atau lebih sebesar 3,66.
(miq/miq) Next Article Jangan Ada Lagi Gayus-Gayus di Pajak, Itu Uang Rakyat!
Most Popular