BAT Pangkas 2.300 Karyawan, Ada Apa dengan Industri Rokok?

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
13 September 2019 15:44
BAT Pangkas 2.300 Karyawan, Ada Apa dengan Industri Rokok?
Ilustrasi Gedung British American Tobacco di London, 21 Oktober 2016 (REUTERS/Stefan Wermuth)

Jakarta, CNBC Indonesia - British American Tobacco (BAT) berencana melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) 2.300 karyawan secara global pada Januari 2020. Industri rokok global ternyata memang tengah hadapi berbagai tantangan.

"Program signifikan ini mempengaruhi keputusan yang pastinya akan sulit buat karyawan kami. Namun ini hal yang benar buat bisnis," keluh Pimpinan Eksekutif BAT, Jack Bowles, dilansir dari Reuters.

Sejak terpilih menjadi pucuk pimpinan perusahaan rokok global tersebut, Jack Bowles memang sudah bertekad untuk memperbaiki kinerja perusahaan. Sebagai catatan, BAT merupakan perusahaan rokok dengan pangsa terbesar kedua di dunia, hanya kalah dari Phillip Morris Internasional (PMI).

Mengutip data Statista, penjualan bersih BAT tahun lalu tercatat US$ 26,1 miliar. Sementara PMI menjadi penguasa pangsa global dengan penjualan bersih US$ 29,6 miliar.


Industri rokok global memang tengah mengalami berbagai perubahan. Adanya ancaman dari rokok elektrik dan liquid vapor yang dipersepsikan lebih aman, semakin menurunnya konsumsi rokok di negara-negara maju, potensi pasar negara berpenghasilan menengah yang masih besar, hingga kondisi ekonomi global yang diguncang isu kontraksi dan resesi adalah berbagai hal yang membuat para pemain di industri rokok mulai mengatur strateginya.  

Baru-baru ini, Altria Group menjajaki kemungkinan merger dengan PMI. Aksi korporasi itu akan semakin mengukuhkan PMI sebagai raja industri rokok dunia dan BAT kian tertinggal.

(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Jika Altria-PMI berhasil merger, maka portofolio produknya akan semakin beragam dan menjangkau semua segmen perokok baik di Amerika Serikat (AS) maupun negara-negara berkembang. Tentu tidak semua merger perusahaan berhasil memiliki dampak yang positif. Tidak sedikit perusahaan yang justru memburuk kinerjanya setelah merger. Berbagai aspek seperti kultur kerja, visi & misi, kebijakan antara dua entitas perusahaan haruslah dipertimbangkan dengan baik agar proses merger berjalan sesuai dengan rencana dan strategi mengingat biayanya pun tidak sedikit.

Kalau PMI-Altria menjajaki merger, BAT menempuh jalan berbeda. Strategi BAT untuk bertahan hidup adalah dengan efisiensi, termasuk pengurangan karyawan.

Berdasarkan laporan keuangan BAT, selama 2016-2018 pengeluaran untuk gaji, jaminan karyawan, tunjangan pensiun, serta bonus dan benefits lainnya terus meningkat. Tercatat pada 2016 biaya total untuk karyawan mencapai EUR 2,27 juta. Kemudian pada 2017 naik menjadi EUR 2,68 juta dan 2018 naik lagi menjadi EUR 3 juta. Dalam tiga tahun saja kenaikan biayanya mencapai 32% (point-to-point).

Oleh karena itu, pemangkasan lebih dari 2.300 karyawan diharapkan dapat mengurangi pengeluaran perusahaan. Dengan begitu BAT bisa tetap berkompetisi dengan pesaingnya yang semakin kuat jika merger benar-benar terjadi.


(BERLANJUT KE HALAMAN 3)

Baik PMI dan BAT sebenarnya juga menguasai pangsa rokok Indonesia melalui strategi akuisisi perusahaan rokok domestik. PMI memiliki lebih dari 90% saham PT HM Sampoerna Tbk (HMSP) sedangkan BAT memiliki lebih dari 90% saham di PT Bentoel International Investama Tbk (RMBA) .

Pangsa rokok Indonesia masih didominasi oleh PT HM Sampoerna dengan market share yang mencapai lebih dari 32%. Namun dominasi PT HM Sampoerna terus tergerus sejak kuartal III-2018. PT Gudang Garam Tbk (GGRM) kini bersiap untuk menyalip.


Terlepas dari persaingan yang sangat ketat di industri rokok serta ancaman produk subsitusinya berupa vape dan rokok elektrik, isu kenaikan cukai rokok pada 2020 juga turut memberatkan pemain Tanah Air. Pemerintah masih terus mengkaji berapa besaran cukai rokok yang akan ditetapkan supaya masih dapat mengontrol konsumsi rokok di masyarakat serta tidak terlalu menyakiti produsen rokok.

"Dalam outlook APBN tahun 2019, pendapatan cukai diperkirakan mencapai sebesar Rp 165.760 miliar atau mengalami peningkatan sebesar 3,7% dari 2018. Peningkatan tersebut diharapkan dapat tercapai dari keberhasilan pelaksanaan program PCBT, assessment kapasitas produksi pabrik-pabrik rokok besar, dan penyempurnaan ketentuan terkait penundaan dan pelunasan cukai," tulis Nota Keuangan dan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2020.


TIM RISET CNBC INDONESIA




(Tirta Citradi/hps) Next Article Streaming! Polemik Vape di RI, Solusi atau Masalah Baru?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular