
Philip Morris-Altria Merger, Begini Persaingan Rokok Dunia
Taufan Adharsyah, CNBC Indonesia
29 August 2019 14:52

Jakarta, CNBC Indonesia - Salah satu produsen rokok terbesar di dunia, Phillip Morris International Inc (PMI) tengah menjajaki pembicaraan Altria Group Inc (Altria) untuk melakukan merger setara menjadi satu perusahaan.
Dalam keterangan resminya, Philip Morris menegaskan diskusi atas rencana tersebut dengan Altria Group yang tercatat di New York Stock Exchange (NYSE) dengan kode saham MO masih terus berlangsung.
"Tidak ada jaminan bahwa perjanjian atau transaksi apa pun akan dihasilkan dari pembicaraan [dengan Altria] ini. Selain itu, tidak ada jaminan bahwa jika kesepakatan tercapai, bahwa transaksi akan [segera] selesai," tulis manajemen Philip Morris dalam keterangan yang diterima CNBC Indonesia, Rabu (28/8/2019).
Bila merger tersebut benar terjadi, maka PMI akan semakin mengokohkan posisi sebagai pemain besar di industri tembakau global.
Penguasa Rokok Dunia
Sebagai latar belakang, dulunya Altria dan PMI merupakan satu entitas. Namun pada tahun 2008, kedua perusahaan tersebut resmi terbelah dua.
Altria yang menjadi induk usaha (holding) berperan untuk mengamankan penjualan beberapa merek rokok, termasuk Marlboro, di Amerika Serikat (AS).
Sementara PMI bertanggung jawab atas penjualan rokok di pasar internasional.
Secara global, ternyata salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) China lah yang menjadi pemimpin pasar rokok dunia.
Adalah China National Tobacco Corp (CNTC) yang menjadi pemimpin pasar dengan menguasai 43% dari total produksi rokok di dunia pada tahun 2017.
Hal itu bisa terjadi karena China merupakan negara dengan jumlah konsumsi rokok paling besar di dunia. Bisa begitu juga karena China menampung hampir seperlima dari total populasi dunia.
Bayangkan saja, dari total 5,7 triliun batang rokok yang dikonsumsi pada tahun 2016, China mengkonsumsi 2,4 triliun.
Artinya, hampir separuh dari total rokok yang diproduksi di dunia dikonsumsi oleh penduduk di China.
Diketahui pula pada tahun 2008, PMI memberi lisensi pada CNTC untuk memproduksi Marlboro di China. Namun penjualan di Negeri Tirai Bambu tetap dipegang oleh pihak PMI.
Sementara itu, PMI harus puas dengan penguasaan pangsa pasar rokok global sebesar 14% pada tahun 2017.
Namun, jika mengeluarkan ukuran pasar China dan AS (ingat: penjualan rokok di AS menjadi bagian Altria), pangsa pasar PMI mencapai 26,8% di tahun 2018, berdasarkan laporan keuangan perusahaan.
Total penjualan PMI sepanjang tahun 2018 mencapai US$ 29,6 miliar, atau naik dari tahun sebelumnya yang sebesar US$ 28,7 miliar.
Menariknya, Indonesia merupakan negara penyumbang pendapatan terbesar bagi PMI. Pada tahun 2018, total penjualan PMI di Indonesia mencapai US$ 101,4 miliar. Disusul oleh Rusia dan Jepang dengan total penjualan masing-masing sebesar US$ 68 miliar dan US$ 52,3 miliar.
Pangsa pasar produk-produk tembakau yang berada di bawah naungan PMI di Indonesia mencapai 33% di tahun 2018.
Sementara itu, Altria hanya menguasai 2% saja dari pangsa pasar rokok global. Hal ini dikarenakan Altria hanya mengurusi penjualan di AS, yang mana negara dengan jumlah populasi 250 juta jiwa.
Apabila nanti PMI dan Altria kembali bergabung menjadi satu entitas, maka posisinya sebagai produsen rokok nomor 2 di dunia akan semakin sulit disusul oleh BAT.
Selain itu, penggabungan kedua perusahaan disinyalir ditunggangi kepentingan untuk mengubah citra perusahaan menjadi lebih ramah terhadap kesehatan.
Sebelumnya, PMI yang berbasis di New York telah merubah citranya dengan salah satu slogan produk "Merancang Masa Depan Bebas Rokok (Designing a smoke-free future)". PMI telah menjual produk rokok elektrik bertenaga baterai yang bernama iQOS di 40 negara dunia. Produk tersebut memanaskan tembakau tanpa pembakaran.
Mengutip CBS News, iQOS saat ini belum dijual di AS, karena pemerintah belum memutuskan apakah produk tersebut lebih "aman" daripada rokok atau tidak. Namun disebut bahwa iQOS akan dijual di AS dalam waktu dekat.
Senada dengan PMI, Altria juga telah mengakuisisi 35% saham produsen vape, Juul Labs Inc, yang menjual produk dengan merek Juul.
Berbeda dengan iQOS yang memanaskan tembakau, Juul memanaskan kapas berlumur cairan (liquid) yang mengandung nikotin dan perasa. Konsepnya persis dengan vape, namun lebih praktis.
Langkah akuisisi tersebut dilakukan Altria untuk menghadapi pasar rokok tradisional yang terus menurun di AS. Pada awal tahun ini, Altria memperkirakan volume penjualan rokok akan turun pada kisaran 4-6% hingga tahun 2023. Hal itu menyebabkan pangsa pasar Altria juga tergerus.
Dengan melakukan merger dengan PMI, Altria dapat lebih mudah menembus pasar rokok elektrik dan vape. Pasalnya ada potensi yang besar pada pasar tersebut.
Pada tahun 2018, pasar vape telah mencapai US$ 27,7 miliar. Sebuah survei yang dikutip dari CBS News juga mengatakan bahwa semenjak mulai diluncurkan tahun ini, porsi siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) yang mengonsumsi Juul melonjak hingga 20%.
Namun perlu diingat bahwa belum ada bukti yang benar-benar kuat perihal tingkat keamanan vape maupun rokok elektrik.
Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO), ada 7 juta kasus kematian yang terkait rokok pada tahun 2015.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(taa/taa) Next Article Rencana Mega Merger Induk Usaha HM Sampoerna Batal
Dalam keterangan resminya, Philip Morris menegaskan diskusi atas rencana tersebut dengan Altria Group yang tercatat di New York Stock Exchange (NYSE) dengan kode saham MO masih terus berlangsung.
"Tidak ada jaminan bahwa perjanjian atau transaksi apa pun akan dihasilkan dari pembicaraan [dengan Altria] ini. Selain itu, tidak ada jaminan bahwa jika kesepakatan tercapai, bahwa transaksi akan [segera] selesai," tulis manajemen Philip Morris dalam keterangan yang diterima CNBC Indonesia, Rabu (28/8/2019).
Bila merger tersebut benar terjadi, maka PMI akan semakin mengokohkan posisi sebagai pemain besar di industri tembakau global.
Penguasa Rokok Dunia
Sebagai latar belakang, dulunya Altria dan PMI merupakan satu entitas. Namun pada tahun 2008, kedua perusahaan tersebut resmi terbelah dua.
Altria yang menjadi induk usaha (holding) berperan untuk mengamankan penjualan beberapa merek rokok, termasuk Marlboro, di Amerika Serikat (AS).
Sementara PMI bertanggung jawab atas penjualan rokok di pasar internasional.
Secara global, ternyata salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) China lah yang menjadi pemimpin pasar rokok dunia.
Adalah China National Tobacco Corp (CNTC) yang menjadi pemimpin pasar dengan menguasai 43% dari total produksi rokok di dunia pada tahun 2017.
Hal itu bisa terjadi karena China merupakan negara dengan jumlah konsumsi rokok paling besar di dunia. Bisa begitu juga karena China menampung hampir seperlima dari total populasi dunia.
Bayangkan saja, dari total 5,7 triliun batang rokok yang dikonsumsi pada tahun 2016, China mengkonsumsi 2,4 triliun.
Artinya, hampir separuh dari total rokok yang diproduksi di dunia dikonsumsi oleh penduduk di China.
Diketahui pula pada tahun 2008, PMI memberi lisensi pada CNTC untuk memproduksi Marlboro di China. Namun penjualan di Negeri Tirai Bambu tetap dipegang oleh pihak PMI.
Sementara itu, PMI harus puas dengan penguasaan pangsa pasar rokok global sebesar 14% pada tahun 2017.
Namun, jika mengeluarkan ukuran pasar China dan AS (ingat: penjualan rokok di AS menjadi bagian Altria), pangsa pasar PMI mencapai 26,8% di tahun 2018, berdasarkan laporan keuangan perusahaan.
Total penjualan PMI sepanjang tahun 2018 mencapai US$ 29,6 miliar, atau naik dari tahun sebelumnya yang sebesar US$ 28,7 miliar.
Menariknya, Indonesia merupakan negara penyumbang pendapatan terbesar bagi PMI. Pada tahun 2018, total penjualan PMI di Indonesia mencapai US$ 101,4 miliar. Disusul oleh Rusia dan Jepang dengan total penjualan masing-masing sebesar US$ 68 miliar dan US$ 52,3 miliar.
Pangsa pasar produk-produk tembakau yang berada di bawah naungan PMI di Indonesia mencapai 33% di tahun 2018.
Sementara itu, Altria hanya menguasai 2% saja dari pangsa pasar rokok global. Hal ini dikarenakan Altria hanya mengurusi penjualan di AS, yang mana negara dengan jumlah populasi 250 juta jiwa.
Apabila nanti PMI dan Altria kembali bergabung menjadi satu entitas, maka posisinya sebagai produsen rokok nomor 2 di dunia akan semakin sulit disusul oleh BAT.
Selain itu, penggabungan kedua perusahaan disinyalir ditunggangi kepentingan untuk mengubah citra perusahaan menjadi lebih ramah terhadap kesehatan.
Sebelumnya, PMI yang berbasis di New York telah merubah citranya dengan salah satu slogan produk "Merancang Masa Depan Bebas Rokok (Designing a smoke-free future)". PMI telah menjual produk rokok elektrik bertenaga baterai yang bernama iQOS di 40 negara dunia. Produk tersebut memanaskan tembakau tanpa pembakaran.
Mengutip CBS News, iQOS saat ini belum dijual di AS, karena pemerintah belum memutuskan apakah produk tersebut lebih "aman" daripada rokok atau tidak. Namun disebut bahwa iQOS akan dijual di AS dalam waktu dekat.
Senada dengan PMI, Altria juga telah mengakuisisi 35% saham produsen vape, Juul Labs Inc, yang menjual produk dengan merek Juul.
Berbeda dengan iQOS yang memanaskan tembakau, Juul memanaskan kapas berlumur cairan (liquid) yang mengandung nikotin dan perasa. Konsepnya persis dengan vape, namun lebih praktis.
Langkah akuisisi tersebut dilakukan Altria untuk menghadapi pasar rokok tradisional yang terus menurun di AS. Pada awal tahun ini, Altria memperkirakan volume penjualan rokok akan turun pada kisaran 4-6% hingga tahun 2023. Hal itu menyebabkan pangsa pasar Altria juga tergerus.
Dengan melakukan merger dengan PMI, Altria dapat lebih mudah menembus pasar rokok elektrik dan vape. Pasalnya ada potensi yang besar pada pasar tersebut.
Pada tahun 2018, pasar vape telah mencapai US$ 27,7 miliar. Sebuah survei yang dikutip dari CBS News juga mengatakan bahwa semenjak mulai diluncurkan tahun ini, porsi siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) yang mengonsumsi Juul melonjak hingga 20%.
Namun perlu diingat bahwa belum ada bukti yang benar-benar kuat perihal tingkat keamanan vape maupun rokok elektrik.
Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO), ada 7 juta kasus kematian yang terkait rokok pada tahun 2015.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(taa/taa) Next Article Rencana Mega Merger Induk Usaha HM Sampoerna Batal
Most Popular