
Dinilai Lemahkan KPK, Jokowi: Jangan Berprasangka Berlebihan
Chandra Gian Asmara, CNBC Indonesia
13 September 2019 11:23

Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menggelar konferensi pers khusus terkait revisi UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi di Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (13/9/2019). RUU itu sendiri mulai dibahas di Badan Legislasi Nasional di ruang rapat Baleg DPR RI, Jakarta, Kamis (12/9/2019).
"Supaya diketahui bahwa RUU KPK yang sedang dibahas di DPR ini adalah RUU unsur inisiatif DPR. Saya telah mempelajari dan saya mengikuti secara serius seluruh masukan-masukan yang diberikan masyarakat, dari para pegiat antikorupsi, para dosen, dan para mahasiswa dan juga masukan dari para tokoh-tokoh bangsa yang menemui saya," ujar Jokowi.
Dalam kesempatan itu, Jokowi juga berharap agar semua pihak bisa membicarakan isu-isu seputar revisi UU KPK dengan jernih, objektif, dan tanpa prasangka-prasangka yang berlebihan.
"Saya tidak ada kompromi dalam pemberantasan korupsi. Karena korupsi musuh kita bersama. Dan saya ingin KPK memiliki peran sentral dalam pemberantasan korupsi di negara kita. Yang mempunyai kewenangan lebih kuat dibandingkan lembaga lain dalam pemberantasan korupsi," kata Jokowi.
Revisi UU KPK memasuki babak baru pada Kamis (12/9/2019). Ini setelah Jokowi menandatangani surat yang ditujukan kepada Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Bambang Soesatyo pada Rabu (11/9/2019).
Surat bernomor R-42/Pres/09/2019 dengan sifat sangat segera itu berisi penunjukkan wakil pemerintah untuk membahas Rancangan UU tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
"Dengan ini kami sampaikan bahwa kami menugaskan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia serta Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi untuk mewakili kami dalam pembahasan RUU tersebut," tulis Jokowi.
Semalam, pemerintah dan DPR RI mulai membahas revisi UU itu dalam rapat kerja bersama di ruang rapat Baleg DPR RI, Jakarta. Pemerintah diwakili oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly.
"Berkaitan dengan materi muatan yang diatur dalam RUU tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, pada prinsipnya Pemerintah menyambut baik dan bersedia melakukan pembahasan bersama dengan DPR RI," kata Yasonna seperti dilansir detik.com.
Yasonna menyampaikan tiga poin yang menjadi pertimbangan dalam proses pembahasan revisi UU tersebut. Poin-poin itu berkaitan dengan Dewan Pengawas KPK, keberadaa penyelidik dan penyidik independen KPK, dan penyebutan KPK sebagai lembaga negara.
(miq/dob) Next Article Revisi UU Disebut Lemahkan KPK, Jokowi: Saya Belum Mengerti
"Supaya diketahui bahwa RUU KPK yang sedang dibahas di DPR ini adalah RUU unsur inisiatif DPR. Saya telah mempelajari dan saya mengikuti secara serius seluruh masukan-masukan yang diberikan masyarakat, dari para pegiat antikorupsi, para dosen, dan para mahasiswa dan juga masukan dari para tokoh-tokoh bangsa yang menemui saya," ujar Jokowi.
Dalam kesempatan itu, Jokowi juga berharap agar semua pihak bisa membicarakan isu-isu seputar revisi UU KPK dengan jernih, objektif, dan tanpa prasangka-prasangka yang berlebihan.
Revisi UU KPK memasuki babak baru pada Kamis (12/9/2019). Ini setelah Jokowi menandatangani surat yang ditujukan kepada Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Bambang Soesatyo pada Rabu (11/9/2019).
Surat bernomor R-42/Pres/09/2019 dengan sifat sangat segera itu berisi penunjukkan wakil pemerintah untuk membahas Rancangan UU tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
"Dengan ini kami sampaikan bahwa kami menugaskan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia serta Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi untuk mewakili kami dalam pembahasan RUU tersebut," tulis Jokowi.
Semalam, pemerintah dan DPR RI mulai membahas revisi UU itu dalam rapat kerja bersama di ruang rapat Baleg DPR RI, Jakarta. Pemerintah diwakili oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly.
"Berkaitan dengan materi muatan yang diatur dalam RUU tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, pada prinsipnya Pemerintah menyambut baik dan bersedia melakukan pembahasan bersama dengan DPR RI," kata Yasonna seperti dilansir detik.com.
Yasonna menyampaikan tiga poin yang menjadi pertimbangan dalam proses pembahasan revisi UU tersebut. Poin-poin itu berkaitan dengan Dewan Pengawas KPK, keberadaa penyelidik dan penyidik independen KPK, dan penyebutan KPK sebagai lembaga negara.
(miq/dob) Next Article Revisi UU Disebut Lemahkan KPK, Jokowi: Saya Belum Mengerti
Most Popular