Begini Caranya Agar Mobil Esemka Semakin Rasa Indonesia

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
11 September 2019 09:30
Begini Caranya Agar Mobil Esemka Semakin Rasa Indonesia
Presiden Joko Widodo saat meresmikan Pabrik Esemka (Kris - Biro Pers Sekretariat Presiden)
Jakarta, CNBC Indonesia - Belum lama ini, Presiden Joko Widodo (Jokowi) meresmikan pabrik produksi massal mobil Esemka. Walau disebut sebagai made in Indonesia, tetapi kandungan lokal dalam mobil itu masih di bawah merek-merek Jepang.

Baca: Komponen Lokal 60%, Esemka Mimpi Bisa Saingi Kijang yang 85%

Indonesia punya agenda ambisius bernama Making Indonesia 4.0. Intinya adalah bagaimana industri dalam negero bisa bersaing di tengah gelombang revolusi fase empat. Bisa atau tidaknya mimpi itu terwujud tentu tergantung pada efektivitas serta komitmen pemerintah dalam menjalankan strategi dan kebijakan yang telah dirancang.

Ada lima sektor yang menjadi prioritas pemerintah, salah satunya otomotif. Sektor otomotif dipilih karena memiliki dampak yang besar terhadap perekonomian Indonesia dan kemudahan pelaksanaan dibanding sektor lain.

Di kawasan Asia Tenggara, Indonesia dan Thailand bersaing untuk menjadi yang terbaik di sektor otomotif. Berdasarkan data dari Kementerian Perindustrian, total penjualan mobil di Indonesia dan Thailand pada 2018 mencapai hampir 2,2 juta unit. Jumlah tersebut setara dengan 61% dari total pasar mobil Asia Tenggara.

Indonesia masih lebih unggul karena mampu menjual lebih dari 1,1 juta unit. Namun apabila dilihat dari jumlah produksi dan nilai ekspor, Indonesia masih kalah dari Thailand.

Mengutip data ASEAN Automotive Federation, produksi mobil Thailand mencapai 1,94 juta unit mobil pada 2016. Pada periode yang sama, Indonesia hanya mampu memproduksi 1,18 juta unit mobil.

Dari sisi nilai ekspor pun Thailand lebih unggul. Mengutip data World's Top Export, Thailand berada di peringkat ke 17 sebagai negara pengekspor mobil terbesar di dunia dengan nilai US$ 11,1 miliar pada 2018.


Indonesia harus puas cuma nangkring di peringkat 31 dengan nilai ekspor US$ 3,3 miliar. Jerman masih menjadi pemain global utama dengan berkontribusi sebesar 20% dari total nilai ekspor pada 2018.



(BERLANJUT KE HALAMAN 2)

Untuk jadi pemain global dan menyalip Thailand bukan berarti Indonesia menempuh jalan yang mulus. Seperti kisah-kisah perjuangan pada umumnya, Sang Garuda juga menghadapi berbagai tantangan. Mulai dari lokalisasi sub komponen yang masih rendah sehingga berujung pada rendahnya Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) hingga tidak adanya value chain di industri hulu dan pemasok.

Tantangan pertama yang dihadapi Indonesia adalah masalah rantai pasok berupa rendahnya local content (TKDN) yang diakibatkan oleh lokalisasi sub komponen yang masih rendah. Dari total 111 sub-komponen yang terbagi ke dalam 10 komponen utama penyusun mobil, 80,2% telah berhasil diproduksi lokal, 10,8% belum sepenuhnya lokal dan sisanya belum diproduksi lokal




Jenis subkomponen yang belum diproduksi lokal di antaranya:
  • Diff gears untuk drive axle, komponen lain tambahan pada mesin.
  • Synchronizer dan ring transmisi, navigasi dan Global Positioning System (GPS).
  • Anti-Lock Braking System (ABS), sensor ABS dan brake booster untuk rem.
  • Air and electric shock absorber untuk suspensi.

Sedangkan jenis subkomponen yang masih belum sepenuhnya diproduksi lokal antara lain:
  • Drive shaft komponen drive axle, steering column, gears and shaft untuk sistem kemudi.
  • Gears, main shaft, shift fork, dan CVT drive belt untuk transmisi.
  • Elektrik dan ECU untuk komponen lainnya,
  • Sekrup, washer, dan bantalan pada komponen umum. 

Maka dapat disimpulkan bahwa komponen transmisi dan komponen utama lainnya seperti komponen kelistrikan, GPS dan navigasi merupakan komponen yang belum sepenuhnya diproduksi lokal. Padahal selain mesin, perbaikan komponen transmisi dan kelistrikan mobil juga menelan biaya yang tergolong mahal.

Bahkan perusahaan sekelas Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) yang sudah lama berada di Indonesia dan getol lokalisasi masih belum 100% menggunakan konten lokal. Sebagai contoh adalah Kijang Innova dengan TKDN mencapai 85%, Yaris 75%, dan Etios Valco 60%. Salah satu yang belum dilokalisasi adalah transmisi, yang hingga 2018 masih impor.


(BERLANJUT KE HALAMAN 2)


Pasar ekspor mobil menjadi kurang kompetitif dikarenakan dua hal. Pertama nilai impor sangat tergantung dengan pergerakan mata uang. Saat kurs rupiah melemah, otomatis akan memberatkan importir.

Alasan kedua adalah impor komponen mobil dikenakan bea tarif masuk yang pada akhirnya harga mobil bisa jadi tidak kompetitif. Padahal untuk produk manufaktur, keunggulan kompetitif adalah kunci.

Menurut laporan East Asia Forum 2015, jumlah pemasok suku cadang mobil di Indonesia hanya sepertiga dari Thailand. Ini bisa jadi salah satu alasan kenapa masalah produksi dan ekspor Indonesia bisa kalah dengan Thailand.

Kemampuan produksi Thailand yang jauh lebih besar daripada Indonesia juga tak lepas dari faktor inovasi. Thailand unggul karena menjadi pusat riset dan pengembangan (reseaech and development/R&D) otomotif Asia Tenggara.

Thailand memiliki fasilitas R&D dari 5 pabrikan otomotif global yakni Isuzu, Toyota, Honda, Nissan, dan Mitsubishi, Indonesia hanya punya dua yaitu Isuzu dan Daihatsu.

Jika memang ingin jadi pemain global dan menyalip Thailand, Indonesia perlu memastikan bahwa seluruh bagian rantai pasok ada di dalam negeri supaya ongkos produksi jadi lebih hemat dan harga jadi kompetitif. Di samping itu, peningkatan kapabilitas, jumlah institusi R&D, dan jumlah production engineer, processing engineer dan design engineer mutlak diperlukan.


TIM RISET CNBC INDONESIA



(Tirta Citradi/aji) Next Article Luhut 'Sentil' Pabrik Mobil RI, Ini Respons Produsen Mobil

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular