Jabatan Pekerja Asing Bertambah, Jumlahnya Juga Makin Banyak

Tirta Widi Gilang Citradi, CNBC Indonesia
06 September 2019 18:31
Jabatan Pekerja Asing Bertambah, Jumlahnya Juga Makin Banyak
Ilustrasi Tenaga Kerja Indonesia
Jakarta, CNBC Indonesia - Melalui Peraturan Presiden (Perpres) No. 20/2018, pemerintah mengatur proses perizinan untuk tenaga kerja asing (TKA). Diharapkan aplikasi perizinan menjadi lebih efisien dan cepat serta dapat menstimulus datangnya investasi asing (PMA).

Namun, dalam peraturan tersebut dijelaskan bahwa tidak semua posisi di semua sektor dapat diisi oleh TKA. Salah satu contohnya adalah untuk posisi human resources/SDM yang dilarang diisi oleh TKA.

Belum lama ini, Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri meneken Peraturan Menteri (Permen) Nomor 229 Tahun 2019 tentang Jabatan Tertentu yang Dapat Diduduki oleh Tenaga Kerja Asing (TKA), isinya menyempurnakan beberapa peraturan menteri sebelum Perpres 20 terbit. Pada Permen terbaru diatur soal posisi-posisi jabatan tenaga kerja asing pada 18 sektor usaha.



Pada Permen 229, beberapa sektor usaha jenis posisi jabatan untuk pekerja asing makin bertambah banyak seperti di sektor konstruksi, tapi ada juga yang jumlah posisi jabatan untuk tenaga kerja asingnya berkurang. 

Persoalan tenaga asing asing, memang sensitif, selain persoalan jabatan-jabatan yang boleh diduduki oleh pekerja asing, masalah jumlah juga jadi isu yang setiap tahun jadi perdebatan.

Sejak 2014-2018, jumlah TKA di Indonesia telah tumbuh sebesar 38,6%. Di periode yang sama realisasi investasi penanaman modal asing (PMA) hanya tumbuh di angka 17%. Pada Desember 2018, tercatat sebanyak lebih dari 95 ribu TKA bekerja di Indonesia. 





Apabila dilihat berdasarkan negara asalnya, jumlah TKA terbanyak disumbang oleh China di tahun 2017. Jumlahnya mencapai 24.804 TKA atau setara dengan hampir 3% dari total TKA di Indonesia pada 2018. 



Kebanyakan TKA bekerja sebagai profesional sebanyak hampir 24 ribu orang, sebagai manajer sebanyak 20 ribu orang dan direksi di suatu perusahaan sekitar 15 ribu orang. Sisanya bekerja sebagai komisaris, supervisor, konsultan dan teknisi.

Memang tidak semua posisi dapat diisi oleh TKA dan adanya TKA juga memberi manfaat bagi tenaga kerja lokal berupa transfer of knowledge. Hal yang sangat penting tentunya memastikan proses transfer of knowledge memang berjalan. Sehingga dapat berdampak positif bagi tenaga kerja kita maupun perekonomian.




(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
Hal yang lebih penting adalah perbaikan SDM dalam negeri guna mendongkrak competitiveness kita. Perbaikan kualitas SDM harus benar-benar jadi prioritas, mengingat kita memasuki era industri 4.0 yang menuntut mobilitas tenaga kerja yang bebas lintas negara. Walaupun hal tersebut juga masih memunculkan sentimen proteksionisme. Sebuah paradoks memang. Namun perbaikan kualitas SDM kita menjadi hal yang juga mendesak.

Pasalnya kualitas SDM dan tenaga kerja kita masih ketinggalan dibanding negara-negara tetangga. Sebut saja dari segi literasi dan juga produktivitas tenaga kerja. Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Central Connecticut State University tentang literasi dengan mensurvei 61 negara, Indonesia ternyata nangkring di posisi hampir paling bawah. Ya ranking 60. Sungguh miris.

Indonesia masih ketinggalan dengan negara tetangga seperti Malaysia yang ada di peringkat 53. Singapura di ranking 36 dan Thailand di rangking 59, tepat satu peringkat di atas Indonesia.

Studi tersebut dilakukan dengan meninjau 5 aspek utama penunjang literasi yaitu : jumlah koran yang dibaca dan disirkulasikan, jumlah perpustakaan umum dan sekolah, lama waktu sekolah dan biaya yang dikeluarkan, skor tes hingga penggunaan komputer desktop dan laptop. Padahal semakin baik kemampuan literasi suatu negara berkorelasi positif dengan kemajuan ekonomi suatu bangsa.

(BERLANJUT KE HALAMAN 3)

Pertumbuhan produktivitas tenaga kerja Indonesia juga masih tergolong rendah dibandingkan negara-negara Asia Tenggara lainnya. Menurut laporan Asian Productivity Organization yang rilis tahun 2016. Indonesia belum bisa jadi jawara dari sisi nominal maupun pertumbuhannya. 

Di tahun 2016, Myanmar jadi jawaranya. Myanmar mampu mencatatkan pertumbuhan yang fantastis di angka 86%. Peringkat kedua ditempati oleh Kamboja dengan peningkatan sebesar 8,8%. Posisi ketiga dan keempat diisi oleh Thailand dan Vietnam yang masing-masing mencatatkan pertumbuhan sebesar 6,8 dan 6,3%.

Indonesia secara nominal merupakan negara Asia Tenggara yang terbesar ke empat setelah Singapura, Malaysia, Thailand. Namun apabila dilihat pertumbuhannya maka Indonesia tumbuh paling lambat kedua setelah Malaysia.

Di tengah geliat industri 4.0 seperti sekarang ini, tantangan terbesar adalah bukan hanya hilangnya sebagian lapangan pekerjaan yang ada zaman sekarang. Namun setiap negara harus mampu beradaptasi terhadap kebutuhan lapangan pekerjaan baru yang akan hadir dalam waktu dekat dengan berkembangnya teknologi seperti Artificial Intelligence (AI), Big Data Analystics, Augmented Reality (AR), Virtual Reality (VR). 

Perbaikan sistem pendidikan dasar, menengah, tinggi dan vocational  di Indonesia harus benar-benar jadi agenda strategis pemerintah. Bukan hanya anggaran pendidikan saja yang tiap tahun dinaikkan, tetapi juga impactnya harus diukur dan dievaluasi. 

Selain itu, re-skilling dan upskilling mutlak diperlukan supaya SDM dan tenaga kerja Indonesia lebih adaptif, produktif dan kompetitif sesuai dengan perkembangan zaman. Jangan sampai kita kembali ketinggalan dalam memanfaatkan momentum dan kesempatan yang ada sekarang supaya ke depan SDM dan tenaga kerja kita menjadi unggul dan berdaya saing tinggi. Sehingga tidak perlu takut untuk bersaing dengan negara-negara lain.


(TIM RISET CNBC) 

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular