Revisi UU Bisa Lumpuhkan KPK? Fadli Zon: Kita Lihat Nanti
06 September 2019 16:02

Jakarta, CNBC Indonesia - Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Fadli Zon menegaskan revisi UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi sudah berkali-kali dibahas. Pembahasan itu dilakukan bersama pemerintah baik secara formal maupun informal.
"Kalau tidak salah terkait dengan hal itu ada beberapa poin yang bahkan pernah ada pansusnya tentang hal ini. Meski tidak kemudian ditindaklanjuti oleh pemerintah walaupun dalam hal ini Gerindra tidak ikut dalam pansus tersebut," kata Fadli
"Jadi kita liat nanti bagaimana perkembangannya. Kan ini baru sebuah proses pembahasan," lanjutnya kepada wartawan ketika ditemui di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat (6/9/2019).
Ia membenarkan bahwa pada 2016, DPR sempat menunda revisi UU KPK. Fadli mengatakan hal itu tak lepas dari penolakan yang masih di kalangan masyarakat. Sehingga tidak kondusif kemudian untuk membahas revisi UU tersebut. Bagaimana dengan sekarang?
"Nanti kan kita lihat di pembahasan. Walaupun poin-poinnya sebenarnya masuk akal itu soal SP3, (dewan) pengawas, aturan main penyadapan, dan seterusnya. Jadi saya kira bisa untuk perbaikan dan mungkin justru membuat insitusi KPK semakin kuat dalam hal governance di dalamnya," ujar Fadli.
Sebanyak 10 fraksi dalam Rapat Paripurna DPR RI, Kamis (5/9/2019), sepakat revisi UU KPK menjadi inisiatif DPR. Keputusan itu tak ayal menimbulkan pro dan kontra di masyarakat, tidak terkecuali di kalangan pimpinan KPK.
Dalam konferensi pers di gedung KPK, Jakarta, Kamis (5/9/2019), Ketua KPK Agus Rahardjo mengatakan revisi UU itu membuat KPK berada di ujung tanduk. Semua itu, menurut Agus, bukan tanpa sebab.
"Semua kejadian dan agenda yang terjadi dalam kurun waktu belakangan ini membuat kami harus menyatakan kondisi yang sesungguhnya saat ini," ujarnya.
Menurut dia, terdapat sembilan persoalan dalam draf revisi UU KPK yang berisiko lumpuhkan kerja-kerja KPK. Berikut adalah sembilan poin yang dimaksud:
Independensi KPK terancam
Penyadapan dipersulit dan dibatasi
Pembentukan Dewan Pengawas yang dipilih oleh DPR
Sumber Penyelidik dan Penyidik dibatasi
Penuntutan Perkara Korupsi Harus Koordinasi dengan Kejaksaan Agung
Perkara yang mendapat perhatian masyarakat tidak lagi menjadi kriteria
Kewenangan Pengambilalihan perkara di Penuntutan dipangkas
Kewenangan-kewenangan strategis pada proses Penuntutan dihilangkan
Kewenangan KPK untuk mengelola pelaporan dan pemeriksaan LHKPN dipangkas
Dalam kesempatan itu, dia mengatakan KPK menyadari revisi UU KPK merupakan inisiatif DPR RI. Namun, RUU itu tidak akan mungkin dapat menjadi UU jika Presiden Joko Widodo (Jokowi) menolak dan tidak menyetujui RUU tersebut.
"Karena undang-undang dibentuk berdasarkan persetujuan DPR dan Presiden. KPK percaya Presiden akan tetap konsisten dengan pernyataan yang pernah disampaikan bahwa Presiden tidak akan melemahkan KPK," kata Agus.
"Polemik revisi UU KPK dan upaya melumpuhkan KPK ini semestinya tidak perlu ada sehingga Presiden Joko Widodo dapat fokus pada seluruh rencana yang telah disusun. Dan KPK juga mendukung program kerja Presiden melalui tugas Pencegahan dan Penindakan Korupsi," lanjutnya.
Ditemui sela-sela peninjauan pabrik Esemka di Boyolali, Jawa Tengah, Jumat (6/9/2019), Presiden Joko Widodo berharap rencana DPR untuk merevisi UU KPK bertujuan memperkuat lembaga antirasywah tersebut.
Hal tersebut dikemukakan Jokowi di sela-sela peninjauan pabrik Esemka di Boyolali, Jawa Tengah, Jumat (6/9/2019). Jokowi mengharapkan, ada semangat kuat bagi parlemen untuk memperkuat UU KPK melalui rencana itu.
"Yang jelas saya, kita harapkan DPR mempunyai semangat yang sama untuk memperkuat KPK," kata Jokowi.
Ia mengaku belum mengetahui secara pasti detail rencana perubahan KPK. Kepala negara tidak ingin memberikan pernyataan lebih detail ke publik, karena belum mengetahui poin-poin penting dalam revisi UU tersebut.
"Saya melihat dulu yang direvisi apa, saya belum lihat. Kalau sudah ke Jakarta, yang direvisi apa, materinya apa, saya harus tahu dulu, baru saya bisa berbicara," kata Jokowi.
"Yang pasti seperti kemarin, saya sampaikan, KPK bekerja sangat baik dalam rangka pemberantasan korupsi," lanjut eks Wali Kota Solo itu.
Sebagai informasi, ada beberapa poin revisi UU KPK yang dianggap akan melemahkan lembaga tersebut. Mulai dari penetapan KPK sebagai cabang eksekutif, dimonitor oleh dewan pengawas, pembatasan penyadapan, sampai asal penyidik dan penyelidik.
"Apa dulu. Saya belum mengerti. Jangan mendahului seperti itu," kata Jokowi ketika dikonfirmasi perihal poin-poin penting revisi UU KPK.
(miq/miq)
"Kalau tidak salah terkait dengan hal itu ada beberapa poin yang bahkan pernah ada pansusnya tentang hal ini. Meski tidak kemudian ditindaklanjuti oleh pemerintah walaupun dalam hal ini Gerindra tidak ikut dalam pansus tersebut," kata Fadli
"Jadi kita liat nanti bagaimana perkembangannya. Kan ini baru sebuah proses pembahasan," lanjutnya kepada wartawan ketika ditemui di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat (6/9/2019).
Ia membenarkan bahwa pada 2016, DPR sempat menunda revisi UU KPK. Fadli mengatakan hal itu tak lepas dari penolakan yang masih di kalangan masyarakat. Sehingga tidak kondusif kemudian untuk membahas revisi UU tersebut. Bagaimana dengan sekarang?
"Nanti kan kita lihat di pembahasan. Walaupun poin-poinnya sebenarnya masuk akal itu soal SP3, (dewan) pengawas, aturan main penyadapan, dan seterusnya. Jadi saya kira bisa untuk perbaikan dan mungkin justru membuat insitusi KPK semakin kuat dalam hal governance di dalamnya," ujar Fadli.
Terkait tanggapan KPK bahwa revisi UU itu bakal melemahkan lembaga antirasywah tersebut, Fadli menjawab normatif. "Justru itu nanti bisa dibahas dalam pembahasan nanti, sebagai masukan dari masyarakat," katanya.
Sebanyak 10 fraksi dalam Rapat Paripurna DPR RI, Kamis (5/9/2019), sepakat revisi UU KPK menjadi inisiatif DPR. Keputusan itu tak ayal menimbulkan pro dan kontra di masyarakat, tidak terkecuali di kalangan pimpinan KPK.
Dalam konferensi pers di gedung KPK, Jakarta, Kamis (5/9/2019), Ketua KPK Agus Rahardjo mengatakan revisi UU itu membuat KPK berada di ujung tanduk. Semua itu, menurut Agus, bukan tanpa sebab.
"Semua kejadian dan agenda yang terjadi dalam kurun waktu belakangan ini membuat kami harus menyatakan kondisi yang sesungguhnya saat ini," ujarnya.
Menurut dia, terdapat sembilan persoalan dalam draf revisi UU KPK yang berisiko lumpuhkan kerja-kerja KPK. Berikut adalah sembilan poin yang dimaksud:
Independensi KPK terancam
Penyadapan dipersulit dan dibatasi
Pembentukan Dewan Pengawas yang dipilih oleh DPR
Sumber Penyelidik dan Penyidik dibatasi
Penuntutan Perkara Korupsi Harus Koordinasi dengan Kejaksaan Agung
Perkara yang mendapat perhatian masyarakat tidak lagi menjadi kriteria
Kewenangan Pengambilalihan perkara di Penuntutan dipangkas
Kewenangan-kewenangan strategis pada proses Penuntutan dihilangkan
Kewenangan KPK untuk mengelola pelaporan dan pemeriksaan LHKPN dipangkas
![]() |
Dalam kesempatan itu, dia mengatakan KPK menyadari revisi UU KPK merupakan inisiatif DPR RI. Namun, RUU itu tidak akan mungkin dapat menjadi UU jika Presiden Joko Widodo (Jokowi) menolak dan tidak menyetujui RUU tersebut.
"Karena undang-undang dibentuk berdasarkan persetujuan DPR dan Presiden. KPK percaya Presiden akan tetap konsisten dengan pernyataan yang pernah disampaikan bahwa Presiden tidak akan melemahkan KPK," kata Agus.
"Polemik revisi UU KPK dan upaya melumpuhkan KPK ini semestinya tidak perlu ada sehingga Presiden Joko Widodo dapat fokus pada seluruh rencana yang telah disusun. Dan KPK juga mendukung program kerja Presiden melalui tugas Pencegahan dan Penindakan Korupsi," lanjutnya.
Ditemui sela-sela peninjauan pabrik Esemka di Boyolali, Jawa Tengah, Jumat (6/9/2019), Presiden Joko Widodo berharap rencana DPR untuk merevisi UU KPK bertujuan memperkuat lembaga antirasywah tersebut.
Hal tersebut dikemukakan Jokowi di sela-sela peninjauan pabrik Esemka di Boyolali, Jawa Tengah, Jumat (6/9/2019). Jokowi mengharapkan, ada semangat kuat bagi parlemen untuk memperkuat UU KPK melalui rencana itu.
"Yang jelas saya, kita harapkan DPR mempunyai semangat yang sama untuk memperkuat KPK," kata Jokowi.
Ia mengaku belum mengetahui secara pasti detail rencana perubahan KPK. Kepala negara tidak ingin memberikan pernyataan lebih detail ke publik, karena belum mengetahui poin-poin penting dalam revisi UU tersebut.
"Saya melihat dulu yang direvisi apa, saya belum lihat. Kalau sudah ke Jakarta, yang direvisi apa, materinya apa, saya harus tahu dulu, baru saya bisa berbicara," kata Jokowi.
"Yang pasti seperti kemarin, saya sampaikan, KPK bekerja sangat baik dalam rangka pemberantasan korupsi," lanjut eks Wali Kota Solo itu.
Sebagai informasi, ada beberapa poin revisi UU KPK yang dianggap akan melemahkan lembaga tersebut. Mulai dari penetapan KPK sebagai cabang eksekutif, dimonitor oleh dewan pengawas, pembatasan penyadapan, sampai asal penyidik dan penyelidik.
"Apa dulu. Saya belum mengerti. Jangan mendahului seperti itu," kata Jokowi ketika dikonfirmasi perihal poin-poin penting revisi UU KPK.
Artikel Selanjutnya
Jokowi Setujui 10 Capim KPK Pilihan Pansel
(miq/miq)