Catat Cara Bangun Portofolio Investasi di Tengah Rusuh Risiko

Thea Fathanah Abrar, CNBC Indonesia
31 August 2019 18:59
Ini caranya berinvestasi di tengah resiko pelemahan ekonomi
Foto: Emas Batangan dan Koin dalam brankas Pro Aurum di Munich, Jerman pada 14 Agustus 2019. (REUTERS/Michael Dalder)
Jakarta, CNBC Indonesia - Dalam situasi di tengah 'gado-gado' risiko, banyak orang atau investor yang harus jago berinvestasi agar tidak merugi. Dalam Investime di CNBC Indonesia, CEO Finvesol Consulting Fendi Susiyanto membeberkan strategi dalam mengatur portofolio investigasi dalam situasi seperti ini.

Sebelumnya, orang atau investor harus mengerti bahwa dalam keadaan seperti ini, keputusan tidak boleh diambil saat sedang panik, apalagi dengan memindahkan semua investasi ke salah satu instrumen. Dalam hal ini lebih baik membangun portofolio investor yang pas.


"Jadi kurang lebih kita memang tidak boleh panik. Dalam filosofi investasi portofolio itu lebih baik menempatkan telur pada keranjang yang berbeda-beda. Supaya saat telur di keranjang satu pecah, sedangkan yang lain masih aman di keranjang lain. Bisa dikatakan risikonya ditekan hingga sekecil mungkin," ujar Fendi.

 

"Jadi bukan berarti kemudian sekarang emas lagi bagus, kita pindah ke emas. Kemudian US dollar lagi menguat, kita pindah ke US dollar. Tidak begitu. Kita membentuk portofolio, misalnya uang kita ada Rp 10 juta, masuk ke saham 30%, masuk ke emas 20%, masuk ke deposito 40%, misalnya seperti itu. Bukan punya Rp 10 juta, mumpung lagi bagus semuanya dicarikan dan dipindahkan ke emas. Justru ini yang kita sebut dengan reaktif yang tujuannya tidak sesuai dengan investasi awal," lanjutnya.


Menurut Fendi, emas sendiri memiliki penurunan dan penaikan yang cukup fluktuatif. Jika semua uang dipindahkan ke instrumen emas, portofolio malah akan berantakan. "Artinya jika kita tetap membangun portofolio dengan porsi yang pas masing-masing dan disesuaikan dengan kondisi yang ada, rebalancing, atur strateginya, maka saya pikir investor akan mengurangi resiko gonjang-ganjing ini," imbuhnya.

 

Fendi juga memberikan contoh dalam membuat portofolio investasi. Jika anda memiliki Rp 50 juta, anda bisa alokasikan ke dalam beberapa instrumen, seperti memiliki time deposit sebesar 35%, saham 15%, emas sekitar 10%, US dollar 10%, reksadana campuran/saham/dollar sebesar 22%, dan sisanya 25%.


"Tujuan membangun portofolio itu harus jangka panjang, jadi ditengah-tengah ada gejolak, tidak akan terlalu panik. Kita tinggal atur posisi dan rebalancing supaya meredam resiko, karena resiko tidak bisa dihilangkan," katanya.


Alasan Pilih US Dollar dan Japanese Yen


Fendi juga menjelaskan, mengapa banyak orang dan investor yang lebih menyukai investasi dengan US Dollar dan Japanese Yen. Alasannya cukup sederhana, sebab Amerika dapat menyetir perang dagang yang melawan inisiatif-inisiatif yang ada. Selain itu, jika Amerika mengalami pertumbuhan ekonomi, ia akan tetap menjadi global leader dan tentu US Dollar banyak diminati para investor.


"Alasan lainnya berdasarkan sejarah yang membicarakan data. Jadi begitu ada data gelojak resesi, maka kelakuan dari para investor atau masyarakat global itu larinya ke US Dollar, dan beberapa juga ke Japanese Yen," jelasnya.


Maka berdasarkan sejarah, jika terjadi krisis orang dapat melihat mata uang mana yang dibanjiri oleh investor global. Itulah yang membuat sampai saat ini persepsi investor mengalokasikannya ke US Dollar atau Yen.


"Tapi Japanese Yen sebagai instrumen juga memiliki masalah dan resiko. Maka jangan salah pandang maksudnya safe haven adalah selalu selamat, selalu bagus, selalu untung, itu tidak. Ini adalah hanya istilah. Kita yang harus pintar dan bijak dalam membangun portofolio investasi," tutupnya.

[Gambas:Video CNBC]

 


(sef/sef) Next Article Ancaman Resesi, Investor Disarankan Buru Perak daripada Emas

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular