
Internasional
Moody's Turunkan Peringkat Bank Investasi Global
Wangi Sinintya Mangkuto, CNBC Indonesia
28 August 2019 13:26

Jakarta, CNBC Indonesia - Perusahaan pemeringkat, Moody's menurunkan peringkat bank investasi global (GIB) dari positif menjadi stabil. Ini dilakukan dengan melihat perlambatan pertumbuhan ekonomi dan suku bunga yang lebih rendah atau negatif.
Menurut Moody's, bank-bank tersebut seperti Goldman Sachs, JP Morgan, HSBC, dan Deutsche Bank, akan mendapat tekanan selama 12 hingga 18 bulan ke depan. Selain itu, mereka juga akan melihat aktivitas klien menurun karena ketidakpastian global.
"Prospek stabil untuk bank investasi global mencerminkan ekspektasi kami, bahwa profitabilitas untuk GIB mungkin telah meningkat, untuk siklus ekonomi ini," kata Ana Arsov, direktur pelaksana di Moddy's, seperti dilansir dari CNBC Internasional, Rabu (28/08/2019).
Bank sentral di seluruh dunia melakukan pemangkasan suku bunga untuk meningkatkan pinjaman guna menggenjot pertumbuhan ekonomi. Namun, suku bunga yang lebih rendah membatasi kemampuan bank untuk menghasilkan laba.
Sementara itu, kenaikan suku bunga adalah langkah yang baik bagi bank. Pasalnya, ini memungkinkan bank untuk meminjamkan uang kepada investor dengan tingkat bunga yang menguntungkan.
Ketegangan Geopolitik
Moody's berpendapat pertumbuhan ekonomi yang lambat dan tingkat hutang perusahaan yang tinggi dapat menyebabkan biaya yang lebih tinggi untuk bank investasi. Meskipun kebijakan akomodatif dari bank sentral dapat mendukung kondisi keuangan, risiko pelambatan yang lebih tajam telah meningkat, terutama dengan meningkatnya ketegangan perdagangan dan geopolitik.
Investor di seluruh dunia khawatir dengan meningkatnya perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China. Presiden AS Donald Trump mengatakan, setelah KTT G-7 di Biarritz, Prancis pada Senin, bahwa China menginginkan kesepakatan perdagangan dengan AS. Namun klaim ini dibantah perwakilan China.
Inversi Tajam Obligasi AS
Investor juga fokus pada imbal hasil obligasi AS bertemor 10 dan 2 tahun. Inversi, dimana yield obligasi tenor pendek lebih besar dari tenor jangka panjang membuat investor percaya akan tanda-tanda resesi.
Ini menjadi risiko tersendiri bagi bank. "Ini mendorong banyak kecemasan, karena resesi yang pernah terjadi pada 1980, 1982, 1990, 2000 dan 2007 semua diawali dengan terjadinya inversi kurva hasil," kata Russ Mold, direktur investasi di AJ Bell, dalam sebuah catatan penelitian.
"Prospek resesi adalah kekhawatiran bagi para investor yang tidak terlindungi oleh apa yang disebut 'aset berisiko' seperti ekuitas dan komoditas, karena masing-masing akan mengeluarkan kekuatan pendapatan dan permintaan mereka, dengan kemungkinan kerugian penilaian dan harga mereka," katanya lagi.
Ketika inversi terjadi, operasi bisnis dapat terasa lebih mahal. Sementara itu, pinjaman konsumen juga bisa jatuh, sehingga mengurangi pengeluaran dalam perekonomian. Alhasil ekonomi melambat dan pengangguran meningkat.
[Gambas:Video CNBC]
(sef/sef) Next Article Video: Duh! Moody's Sebut Ekonomi Dunia Melambat di 2023
Menurut Moody's, bank-bank tersebut seperti Goldman Sachs, JP Morgan, HSBC, dan Deutsche Bank, akan mendapat tekanan selama 12 hingga 18 bulan ke depan. Selain itu, mereka juga akan melihat aktivitas klien menurun karena ketidakpastian global.
"Prospek stabil untuk bank investasi global mencerminkan ekspektasi kami, bahwa profitabilitas untuk GIB mungkin telah meningkat, untuk siklus ekonomi ini," kata Ana Arsov, direktur pelaksana di Moddy's, seperti dilansir dari CNBC Internasional, Rabu (28/08/2019).
Sementara itu, kenaikan suku bunga adalah langkah yang baik bagi bank. Pasalnya, ini memungkinkan bank untuk meminjamkan uang kepada investor dengan tingkat bunga yang menguntungkan.
Ketegangan Geopolitik
Moody's berpendapat pertumbuhan ekonomi yang lambat dan tingkat hutang perusahaan yang tinggi dapat menyebabkan biaya yang lebih tinggi untuk bank investasi. Meskipun kebijakan akomodatif dari bank sentral dapat mendukung kondisi keuangan, risiko pelambatan yang lebih tajam telah meningkat, terutama dengan meningkatnya ketegangan perdagangan dan geopolitik.
Investor di seluruh dunia khawatir dengan meningkatnya perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China. Presiden AS Donald Trump mengatakan, setelah KTT G-7 di Biarritz, Prancis pada Senin, bahwa China menginginkan kesepakatan perdagangan dengan AS. Namun klaim ini dibantah perwakilan China.
Inversi Tajam Obligasi AS
Investor juga fokus pada imbal hasil obligasi AS bertemor 10 dan 2 tahun. Inversi, dimana yield obligasi tenor pendek lebih besar dari tenor jangka panjang membuat investor percaya akan tanda-tanda resesi.
Ini menjadi risiko tersendiri bagi bank. "Ini mendorong banyak kecemasan, karena resesi yang pernah terjadi pada 1980, 1982, 1990, 2000 dan 2007 semua diawali dengan terjadinya inversi kurva hasil," kata Russ Mold, direktur investasi di AJ Bell, dalam sebuah catatan penelitian.
"Prospek resesi adalah kekhawatiran bagi para investor yang tidak terlindungi oleh apa yang disebut 'aset berisiko' seperti ekuitas dan komoditas, karena masing-masing akan mengeluarkan kekuatan pendapatan dan permintaan mereka, dengan kemungkinan kerugian penilaian dan harga mereka," katanya lagi.
Ketika inversi terjadi, operasi bisnis dapat terasa lebih mahal. Sementara itu, pinjaman konsumen juga bisa jatuh, sehingga mengurangi pengeluaran dalam perekonomian. Alhasil ekonomi melambat dan pengangguran meningkat.
[Gambas:Video CNBC]
(sef/sef) Next Article Video: Duh! Moody's Sebut Ekonomi Dunia Melambat di 2023
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular