Soal Surat Jokowi Pindah Ibu Kota, Ini Kata Ketua DPR

Lidya Julita Sembiring, CNBC Indonesia
27 August 2019 11:49
DPR RI telah menerima surat dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) perihal penyampaian hasil kajian dan permohonan dukungan pemindahan ibu kota.
Foto: Ketua DPR RI Bambang Soesatyo (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Bambang Soesatyo menyatakan DPR RI telah menerima surat dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) perihal penyampaian hasil kajian dan permohonan dukungan pemindahan ibu kota.

Menurut Bambang, surat dari Presiden itu memiliki nomor R34/PRES/08/2019 tertanggal 23 Agustus 2019.

"Untuk surat tersebut, sesuai keputusan DPR RI Nomor 1 Tahun 2014 tentang tata tertib akan dibahas lebih lanjut sesuai mekanisme yang berlaku," ujarnya dalam Rapat Paripurna DPR RI di Gedung DPR RI, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (27/8/2019).

Sekadar gambaran, dalam surat itu, terdapat dua poin yang disampaikan Jokowi terkait pemindahan ibu kota.

Pertama, mempertimbangkan berbagai aspek sebagaimana hasil kajian terlampir, ibu kota baru yang paling ideal adalah di Provinsi Kalimantan Timur, yang terletak sebagian di Kabupaten Kutai Kartanegara dan sebagian di Kabupaten Penajam Paser Utara

Kedua, Jakarta akan tetap menjadi prioritas pembangunan dan akan terus dikembangkan sebagai pusat bisnis berskala regional dan global

Jokowi telah memutuskan untuk memindahkan ibu kota negara dari Jakarta ke Kalimantan Timur. Keputusan itu disampaikan Jokowi dalam keterangan pers di Istana Negara, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (26/8/2019).

"Hasil kajian menyimpulkan lokasi ibu kota baru yang paling ideal adalah di sebagian Kabupaten Penajam Paser Utara dan sebagian di Kabupaten Kutai Kartanegara di provinsi Kalimantan Timur," ujar Jokowi.



Gubernur Kalimantan Timur Isran Noor lantas membeberkan detail lokasi ibu kota di kedua kabupaten itu. Keduanya, yaitu Samboja di Kabupaten Kutai Kartanegara dan Sepaku di Kabupaten Penajam Paser Utara.

Namun, itu semua baru awal. Masih ada proses panjang yang harus dilalui oleh pemerintahan Jokowi. Tahapan itu berkaitan lika-liku di Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.

"Perlu ada landasan UU karena proses pemindahan ibu kota akan lama kalau tak ada UU-nya, maka ini akan mengikat siapa pun, termasuk DPR RI dan presiden yang akan datang. Kalau tanpa ada landasan UU itu, takutnya nanti bisa berubah pikiran presiden berikutnya," ujar Ketua Fraksi Partai Persatuan Pembangunan di DPR RI Arsul Sani di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, Senin (26/8/2019).

Menurut Arsul, UU pemindahan ibu kota akan mengikat kesepakatan antara legislatif dan eksekutif. Arsul pun mengingatkan, RUU pemindahan ibu kota akan berjalan cepat jika ada kesepakatan antara legislatif dan eksekutif.

"Saya kira kalau memang kita mau cepat maka baik dari pemerintah dan saya kira ini harus jadi RUU inisiatif dari pemerintah dan DPR harus komitmen cepat seperti bahas UU MD3," lanjut Arsul dilansir detik.com.

Anggota Komisi II DPR RI Mardani Ali Sera turut memberikan tanggapan perihal UU yang harus dibahas di DPR RI terkait pemindahan ibu kota.

"Hasil kajian kami secara yuridis ada enam undang-undang harus segera diajukan," ujar Mardani di Hotel Bidakara, Jakarta, Senin (26/8/2019), seperti dilansir CNN Indonesia.

Ia mengatakan dari enam UU yang harus diajukan oleh pemerintah untuk dibahas, terdapat empat revisi undang-undang dan dua rancangan undang-undang. Politikus PKS itu menyebut salah satu UU yang perlu direvisi agar ibu kota bisa dipindahkan adalah UU Nomor 29 Tahun 2009 tentang Pemerintah Provinsi DKI Jakarta Sebagai Ibu Kota NKRI.

[Gambas:Video CNBC]
(miq/miq) Next Article Ke Jokowi, DPR Ngotot RKUHP Diteken: 7 Presiden Gak Kelar

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular