
Internasional
Gawat, Ekonomi Global Bakal Jeblok 7,2%
Rehia Sebayang, CNBC Indonesia
21 August 2019 12:06

Jakarta, CNBC Indonesia - Masalah perubahan iklim bisa mengurangi angka pertumbuhan ekonomi dunia hingga 7,22%. Demikian hasil penelitian baru yang diterbitkan oleh National Bureau of Economic Research.
Namun untungnya, perlambatan ini belum akan terjadi sekarang. Badan ini memprediksi pertumbuhan bisa melorot drastis di 2100 nanti.
Pada bulan Juli, suhu rata-rata di seluruh dunia mencapai rekor tertinggi dalam 140 tahun. Suhu di dunia naik 1,71 derajat Fahrenheit, di atas rata-rata abad ke-20 yang sebesar 60,4 derajat. Sementara saat ini suhu global rata-rata meningkat sebesar 0,04 derajat Celcius per tahun.
Hal ini lah yang diperkirakan akan menyebabkan produk domestik bruto (PDB) riil dunia per kapita turun sebesar 7,22% pada tahun 2100. Para peneliti bahkan meyakini penurunan 7,22% ini akan tetap terjadi meskipun PDB saat itu tumbuh hingga dua kali lipat ataupun turun setengahnya.
Hasil penelitian itu menyebut PDB per kapita Amerika Serikat (AS) diperkirakan akan turun sebesar 10,5%, China sebesar 4,3% dan Uni Eropa sebesar 4,6% selama 81 tahun ke depan sebagai akibat dari perubahan suhu. Dalam jangka waktu yang lebih singkat, dengan asumsi tidak ada perubahan kebijakan utama dan tanpa upaya untuk mengurangi emisi rumah kaca yang berkelanjutan, hambatan terkait iklim pada PDB global per kapita diproyeksikan akan melampaui 2,5% dan melampaui 3,7% di AS pada tahun 2050.
"Peningkatan di atas normal yang terus-menerus dalam suhu global rata-rata 0,04 derajat Celcius per tahun menyebabkan kerugian output yang substansial, mengurangi output per kapita nyata sebesar 0,8%, 2,51% dan 7,22% masing-masing pada tahun 2030, 2050 dan 2100," tulis para peneliti NBER sebagaimana dikutip CNBC International, Rabu (21/8/2019). "Selain itu, kami menunjukkan bahwa temuan empiris kami berlaku sama untuk negara miskin atau kaya, dan panas atau dingin,".
Tim peneliti tersebut melakukan uji coba dengan dua skenario. Skenario yang pertama adalah menguji dampak perubahan iklim dengan tidak adanya kebijakan perubahan iklim, yaitu proyeksi kenaikan suhu rata-rata global tahunan sebesar 0,04 drajat Celcius. Sementara skenario kedua disesuaikan pada Perjanjian Paris Desember 2015, di mana pertumbuhan suhu rata-rata global tahunannya diperkirakan hanya 0,01 derajat Celcius. Penelitian itu menggunakan data panel dari 174 negara selama tahun 1960 hingga 2014.
Dalam skenario pertama, para peneliti menemukan bahwa AS menghadapi penurunan PDB di atas 10% pada tahun 2100 jika suhu global terus meningkat pada kecepatan historis. Dalam skenario kedua, PDB AS akan tetap mengalami penurunan yang relatif besar, yaitu pengurangan 1,88% dari PDB.
Dampak yang lebih besar itu dikarenakan fakta bahwa suhu di AS meningkat lebih cepat daripada negara lain di seluruh dunia, tulis para peneliti. Suhu AS memiliki peningkatan tahunan rata-rata negara sebesar 0,026 derajat Celcius jauh di atas rata-rata tahunan dunia yang sebesar 0,018 derajat.
"Hasil kami memberikan bukti untuk kerusakan penyebab perubahan iklim di Amerika Serikat menggunakan (gross state product), GSP per kapita, produktivitas tenaga kerja, dan lapangan kerja serta pertumbuhan output di sepuluh sektor ekonomi," tulis para peneliti lagi.
"Sementara sektor-sektor tertentu dalam ekonomi AS mungkin telah beradaptasi dengan suhu yang lebih tinggi, aktivitas ekonomi di AS secara keseluruhan dan di tingkat sektoral semakin peka terhadap penyimpangan suhu dan curah hujan dari norma historisnya,".
[Gambas:Video CNBC]
(sef/sef) Next Article Perlu Diwaspadai, Begini Mengerikannya Kondisi Ekonomi Global
Namun untungnya, perlambatan ini belum akan terjadi sekarang. Badan ini memprediksi pertumbuhan bisa melorot drastis di 2100 nanti.
Pada bulan Juli, suhu rata-rata di seluruh dunia mencapai rekor tertinggi dalam 140 tahun. Suhu di dunia naik 1,71 derajat Fahrenheit, di atas rata-rata abad ke-20 yang sebesar 60,4 derajat. Sementara saat ini suhu global rata-rata meningkat sebesar 0,04 derajat Celcius per tahun.
Hal ini lah yang diperkirakan akan menyebabkan produk domestik bruto (PDB) riil dunia per kapita turun sebesar 7,22% pada tahun 2100. Para peneliti bahkan meyakini penurunan 7,22% ini akan tetap terjadi meskipun PDB saat itu tumbuh hingga dua kali lipat ataupun turun setengahnya.
Hasil penelitian itu menyebut PDB per kapita Amerika Serikat (AS) diperkirakan akan turun sebesar 10,5%, China sebesar 4,3% dan Uni Eropa sebesar 4,6% selama 81 tahun ke depan sebagai akibat dari perubahan suhu. Dalam jangka waktu yang lebih singkat, dengan asumsi tidak ada perubahan kebijakan utama dan tanpa upaya untuk mengurangi emisi rumah kaca yang berkelanjutan, hambatan terkait iklim pada PDB global per kapita diproyeksikan akan melampaui 2,5% dan melampaui 3,7% di AS pada tahun 2050.
"Peningkatan di atas normal yang terus-menerus dalam suhu global rata-rata 0,04 derajat Celcius per tahun menyebabkan kerugian output yang substansial, mengurangi output per kapita nyata sebesar 0,8%, 2,51% dan 7,22% masing-masing pada tahun 2030, 2050 dan 2100," tulis para peneliti NBER sebagaimana dikutip CNBC International, Rabu (21/8/2019). "Selain itu, kami menunjukkan bahwa temuan empiris kami berlaku sama untuk negara miskin atau kaya, dan panas atau dingin,".
Tim peneliti tersebut melakukan uji coba dengan dua skenario. Skenario yang pertama adalah menguji dampak perubahan iklim dengan tidak adanya kebijakan perubahan iklim, yaitu proyeksi kenaikan suhu rata-rata global tahunan sebesar 0,04 drajat Celcius. Sementara skenario kedua disesuaikan pada Perjanjian Paris Desember 2015, di mana pertumbuhan suhu rata-rata global tahunannya diperkirakan hanya 0,01 derajat Celcius. Penelitian itu menggunakan data panel dari 174 negara selama tahun 1960 hingga 2014.
Dalam skenario pertama, para peneliti menemukan bahwa AS menghadapi penurunan PDB di atas 10% pada tahun 2100 jika suhu global terus meningkat pada kecepatan historis. Dalam skenario kedua, PDB AS akan tetap mengalami penurunan yang relatif besar, yaitu pengurangan 1,88% dari PDB.
Dampak yang lebih besar itu dikarenakan fakta bahwa suhu di AS meningkat lebih cepat daripada negara lain di seluruh dunia, tulis para peneliti. Suhu AS memiliki peningkatan tahunan rata-rata negara sebesar 0,026 derajat Celcius jauh di atas rata-rata tahunan dunia yang sebesar 0,018 derajat.
"Hasil kami memberikan bukti untuk kerusakan penyebab perubahan iklim di Amerika Serikat menggunakan (gross state product), GSP per kapita, produktivitas tenaga kerja, dan lapangan kerja serta pertumbuhan output di sepuluh sektor ekonomi," tulis para peneliti lagi.
"Sementara sektor-sektor tertentu dalam ekonomi AS mungkin telah beradaptasi dengan suhu yang lebih tinggi, aktivitas ekonomi di AS secara keseluruhan dan di tingkat sektoral semakin peka terhadap penyimpangan suhu dan curah hujan dari norma historisnya,".
[Gambas:Video CNBC]
(sef/sef) Next Article Perlu Diwaspadai, Begini Mengerikannya Kondisi Ekonomi Global
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular