Saat Pertamina Tak Ada Pilihan Kala Kejayaan Minyak RI Padam

Anastasia Arvirianty, CNBC Indonesia
16 August 2019 10:19
Pernyataan Presiden Jokowi soal kejayaan minyak selesai mendapat tanggapan dari para pelaku usaha, bagaimana mensiasatinya?
Foto: Negara dengan simpanan minyak terbanyak di dunia (Edward Ricardo)
Jakarta, CNBC Indonesia- Pernyataan Presiden Joko Widodo di kongres PDI Perjuangan pada pekan lalu soal kejayaan minyak RI sudah selesai, menuai buntut yang panjang. Para pemangku kepentingan dan pelaku industri migas pun mulai menunjukkan reaksinya atas pernyataan tersebut.

Terbaru adalah Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan. Menurut Jonan, pernyataan presiden memang betul. Sebab, sudah belasan tahun Indonesia resmi menjadi net importir minyak. Berdasar data Badan Pusat Statistik, Indonesia telah alami defisit migas sejak 2004.



"Sudah 15 tahun kita jadi net importir untuk minyak, tapi lihat di dunia ini seperti Jepang, apa mereka ada sumber minyaknya? Tidak, Jepang impor semua bahan bakarnya. Mobil listrik di sana sedikit, separuhnya masih pakai BBM juga," kata Jonan, saat dijumpai di kantornya oleh CNBC Indonesia, Kamis (15/8/2019).

Ia juga mengambil contoh negara lainnya yakni China, yang produksi minyaknya juga cukup besar mencapai 2 juta barel sehari. Tetapi, konsumsinya mencapai 6 juta hingga 8 juta barel sehari. Artinya defisit migas juga dialami oleh negara-negara besar.

Pemerintah bukannya diam saja, saat ini sudah mulai dikebut upaya eksplorasi dan eksploitasi untuk mencari cadangan. Tapi, eksplorasi saat ini hasilnya tak bisa serta merta dilihat sekarang. "Tujuh tahun kemudian baru ada hasilnya, ini baru dimulai," jelasnya.



Jonan menjelaskan minyak menjadi kebutuhan dasar yang bahkan tak bisa dihindari negara-negara besar. Sementara untuk disetop juga tak bisa, karena konsumsi BBM pasti makin tinggi. Ia pun meminta publik berkiblat pada China yang impor minyak besar setiap hari.

"Kenapa tidak ditulis defiist karena impor besar? Karena mereka di sana ekspornya, (industri) manufakturnya berjalan. Jadi sektor lainnya bisa menyeimbangkan. Cara pikirnya seperti itu," katanya.

Sementara, PT Pertamina (Persero) sebagai tulang punggung migas negara juga mengatakan tak ada pilihan lain di tengah produksi yang terus merosot, yakni melakukan diversifikasi energi.

"Sudah (diversifikasi), kami tidak punya pilihan," kata Direktur Hulu Pertamina Dharmawan Samsu saat dijumpai dalam gelaran Indonesia International Geothermal Convention & Exhibition, Jakarta, Rabu (14/8/2019).

Lebih lanjut, Dharmawan menyebutkan, ada lima pilar yang menjadi patokan perusahaan dalam upaya memperkuat energi terbarukan, yakni panas bumi, biofuel, green refineries, geo-source atau sumber-sumber energi lain selain panas bumi yang berasal dari alam, dan baterai & kendaraan listrik.

"Itu semua kami dalami dengan intens, kalau di sektor hulu, lebih kembangkan di panas bumi dan geo-source," jelas Dharmawan.

Kendati demikian, Dharmawan juga tidak mengesampingkan bisnis migas. Sebab, menurutnya perlu diingat juga bahwa sumber pendapatan perusahaan sampai hari ini dari proyek migas eksisting.

"Jadi, kami juga tetap kembangkan bagaimana itu sustainable karena dikaitkan dengan kilang yang sedang ditingkatkan, tidak hanya dari dalam negeri tapi juga luar negeri," pungkasnya.

Saat Pertamina Tak Ada Pilihan Kala Kejayaan Minyak RI PadamFoto: Infografis/Negara dengan Simpanan Minyak Terbanyak di Dunia /Edward Ricardo





(gus/gus) Next Article Kejayaan Minyak RI Selesai, Pertamina: Kami Tak Punya Pilihan

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular