
JK Sebut Energi Baru Lambat, ESDM: RI 'Dininabobokan' BBM
Anastasia Arvirianty, CNBC Indonesia
13 August 2019 15:19

Jakarta, CNBC Indonesia - Wakil Presiden Jusuf Kalla mengkritik soal pengembangan pembangkit listrik berbahan bakar energi baru dan terbarukan (EBT) yang dinilai lambat di Indonesia.
Ia memberi contoh dengan proyek PLTP di Indonesia yang mulainya sudah puluhan tahun, tapi kapasitas terpasangnya sampai saat ini masih sedikit. Bahkan ada PLTP yang dalam perjalanannya butuh proses sampai 20 tahun lebih sejak pertama digagas hingga beroperasi, seperti PLTP Sarulla.
Menanggapi hal ini, Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi FX Sutijastoto menjelaskan, kebijakan energi butuh kesetaraan energi (energy equity), ini berbeda dengan negara maju yang pendapatan per kapitanya sudah tinggi.
"Karena teknologi baru. Kita dininabobokan dengan BBM, akibatnya waktu kita beralih, mindset-nya (pola pikir) akan susah," ujar Toto dalam gelaran 7th Indonesia International Geothermal Converence & Exhibition, di Jakarta, Selasa (13/8/2019).
Lebih lanjut, ia mengatakan, pemerintah akan menyiapkan insentif-insentif untuk menggenjot pengembangan pembangkit EBT. Contohnya terkait harga pembangkit panas bumi yang kompetitif. Banyak terobosan yang dilakukan. Misalnya, untuk panas bumi, membangun infrastrukturnya dimungkinkan biayanya direimburse pemerintah.
"Misalnya PLTP Poso membangun sekitar 200 km transmisi, ini dibiayai dulu oleh developer tapi nanti direimburse oleh pemerintah. Ini upaya kami," pungkasnya.
Adapun, berdasarkan data Direktorat Jenderal EBTKE Kementerian ESDM, sampai dengan 2018 realisasi porsi EBT dalam bauran energi masih berkutat di 12,4% saja. Angka ini tak bergerak banyak meski sudah bertahun-tahun.
Inilah yang membuat JK gemas. Ia ingin proses pengadaan pembangkit panas bumi dan energi baru bisa lebih cepat. Apalagi, untuk investasi energi baru terbarukan sebenarnya sekarang lebih mudah karena banyak investor yang berlomba-lomba menanamkan modalnya untuk biaya EBT. "Kalau PLTU gak ada yang mau danai, kan," tambahnya.
Bukan cuma proyek pembangkit panas bumi yang lambat, selama puluhan tahun kapasitas terpasang energi baru terbarukan hanya sebesar 8000 MW dari jumlah kapasitas terpasang. Ini termasuk PLTA, angin, surya, yang baru tren 2-3 tahun. Sementara PLTA seperti PLTP, sudah puluhan tahun di Indonesia. "Jadi teknologi itu bukan masalah, jadi ini di mana letaknya bisa begitu lambat. Ini harus jadi kajian Pak Menteri dan PLN," kritiknya.
[Gambas:Video CNBC]
(gus) Next Article Jusuf Kalla: Tetap Disiplin & Waspada Menghadapi Pandemi
Ia memberi contoh dengan proyek PLTP di Indonesia yang mulainya sudah puluhan tahun, tapi kapasitas terpasangnya sampai saat ini masih sedikit. Bahkan ada PLTP yang dalam perjalanannya butuh proses sampai 20 tahun lebih sejak pertama digagas hingga beroperasi, seperti PLTP Sarulla.
"Karena teknologi baru. Kita dininabobokan dengan BBM, akibatnya waktu kita beralih, mindset-nya (pola pikir) akan susah," ujar Toto dalam gelaran 7th Indonesia International Geothermal Converence & Exhibition, di Jakarta, Selasa (13/8/2019).
Lebih lanjut, ia mengatakan, pemerintah akan menyiapkan insentif-insentif untuk menggenjot pengembangan pembangkit EBT. Contohnya terkait harga pembangkit panas bumi yang kompetitif. Banyak terobosan yang dilakukan. Misalnya, untuk panas bumi, membangun infrastrukturnya dimungkinkan biayanya direimburse pemerintah.
"Misalnya PLTP Poso membangun sekitar 200 km transmisi, ini dibiayai dulu oleh developer tapi nanti direimburse oleh pemerintah. Ini upaya kami," pungkasnya.
Adapun, berdasarkan data Direktorat Jenderal EBTKE Kementerian ESDM, sampai dengan 2018 realisasi porsi EBT dalam bauran energi masih berkutat di 12,4% saja. Angka ini tak bergerak banyak meski sudah bertahun-tahun.
![]() |
Inilah yang membuat JK gemas. Ia ingin proses pengadaan pembangkit panas bumi dan energi baru bisa lebih cepat. Apalagi, untuk investasi energi baru terbarukan sebenarnya sekarang lebih mudah karena banyak investor yang berlomba-lomba menanamkan modalnya untuk biaya EBT. "Kalau PLTU gak ada yang mau danai, kan," tambahnya.
Bukan cuma proyek pembangkit panas bumi yang lambat, selama puluhan tahun kapasitas terpasang energi baru terbarukan hanya sebesar 8000 MW dari jumlah kapasitas terpasang. Ini termasuk PLTA, angin, surya, yang baru tren 2-3 tahun. Sementara PLTA seperti PLTP, sudah puluhan tahun di Indonesia. "Jadi teknologi itu bukan masalah, jadi ini di mana letaknya bisa begitu lambat. Ini harus jadi kajian Pak Menteri dan PLN," kritiknya.
[Gambas:Video CNBC]
(gus) Next Article Jusuf Kalla: Tetap Disiplin & Waspada Menghadapi Pandemi
Most Popular