Kita Sudah Kecanduan Listrik, Bung...

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
04 August 2019 14:17
Pemadaman listrik di sebagian besar wilayah Pulau Jawa terjadi siang ini.
Ilustrasi Meter LIstrik (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Pemadaman listrik di sebagian besar wilayah Pulau Jawa terjadi siang ini. Keluhan masyarakat seakan menjadi pertanda ketergantungan atau kecanduan manusia terhadap listrik. 

Hampir seluruh perangkat yang membantu kehidupan sehari-hari 'memakan' listrik. Telepon seluler, mesin ATM, komputer, televisi, kulkas, pendingin ruangan, dan sebagainya menggunakan listrik sebagai nyawa. 

Jika pemadaman ini berlangsung dalam waktu yang lumayan lama, katakanlah bertahan 24 jam, dan terjadi secara meluas di berbagai daerah, sepertinya sudah cukup untuk menciptakan kekacauan (chaos). Sebab, ketiadaan listrik bisa menyebabkan gangguan di sistem keuangan. 

Bayangkan tidak ada uang tunai di dompet kita hari ini karena untuk kebutuhan sehari-hari sudah terbiasa menggunakan transaksi non-tunai. Memesan makanan, membayar belanjaan, melunasi tagihan, sampai memesan transportasi semua dilakukan secara online. Itu membutuhkan ponsel, dan ponsel 'memakan' listrik. 

Ponsel zaman sekarang tidak seperti pertengahan dekade 2000-an, pengisian baterai hingga penuh bisa tahan berhari-hari (bahkan mungkin seminggu). Lagi pula ponsel saat itu belum memanfaatkan jaringan data (internet) secara penuh. 

Sekarang, justru penggunaan data yang mendominasi. Misalnya, PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk (TLKM) pada semester I-2019 melaporkan jumlah pendapatan dari telepon adalah Rp 3,3 triliun. Sementara pendapatan dari data, internet, dan jasa teknologi informatika mencapai Rp 44,23 triliun. 

Lalu PT XL Axiata Tbk (EXCL) menyebutkan pendapatan data pada semester I-2019 mencapai Rp 9,13 triliun. Jumlah ini mencapai 74,47% dari total pendapatan. 

Ini menggambarkan begitu tergantungnya masyarakat terhadap layanan internet melalui ponsel. Kala dompet dan saku kosong, sementara ponsel kehabisan daya, hanya Anda yang tahu bagaimana cara bertahan hidup. 

Kan masih ada kartu debet? Bisa dong mengambil uang di mesin ATM? 

Oke, betul. Namun kalau listrik padam apakah ATM bisa berfungsi dengan mengucapkan mantra 'Baubillious' seperti di buku Harry Potter? 

Mungkin kita perlu belajar dari kasus yang terjadi di Jepang. Pada awal September 2018, gempa besar melanda Hokkaido yang tentu saja menyebabkan sambungan listrik terputus selama berhari-hari. 

Mengutip Japan Times, hampir 2 juta penduduk menyerbu supermarket untuk membeli berbagai kebutuhan. Namun mereka yang terbiasa menggunakan layanan pembayaran online dan tidak membawa uang tunai hanya bisa gigit jari.

 
Data Bank Dunia pada 2015 menyebutkan transaksi non-tunai di Negeri Matahari Terbit adalah 18,4%. Masih jauh di bawah China (60%) atau Korea Selatan (89,1%).  

Kejadian di Hokkaido membuat penduduk Jepang lebih merasa tidak nyaman untuk beralih ke transaksi non-tunai. Maklum, Jepang adalah negara yang rawan gempa. Kejadian di Hokkaido membuktikan pembayaran non-tunai tidak bisa diandalkan pada saat terjadi bencana. 

Oleh karena itu, saat-saat seperti ini akan menyadarkan kita untuk kembali ke kebiasaan lama. Selalu siap uang tunai, menggunakan transportasi 'jadul' non-online, atau berjalan ke warteg untuk makan siang. 

TIM RISET CNBC INDONESIA


(aji/aji) Next Article PLN Sebut Mati LIstrik Massal Terjadi di Jabodetabek

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular