
'Tolak Tegas Wacana Tax Amnesty Jilid II!'
Lidya Julita S, CNBC Indonesia
02 August 2019 18:55

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memberi sinyal pemerintah akan menyelenggarakan tax amnesty (pengampunan pajak) jilid II. Hal ini disampaikan Sri Mulyani saat menjadi tamu di acara 'Kadin Talks'.
"Kalau di dunia ini mungkin itu semuanya mungkin," ujar Sri Mulyani di Menara Kadin, Jakarta, Jumat (2/8/2019).
Wacana ini pun mendapat penolakan dari pengamat perpajakan Center of Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo. Menurutnya, jika kebijakan tersebut dilakukan lagi maka tidak baik bagi sistem perpajakan Indonesia.
"Kami tidak setuju dan menolak tegas wacana tax amnesty jilid II. Kewibawaan dan otoritas negara harus melampaui urusan-urusan partikular dan kepentingan sesaat yang sangat subyektif dan oportunistik," ujar Yustinus kepada media.
Yustinus menilai, tax amnesty sudah cukup diberikan sekali dan harusnya dimanfaatkan secara maksimal oleh wajib pajak. Pasalnya, saat melakukan tax amnesty, pemerintah sudah memberikan skema terbaik dengan tarif rendah hingga tidak ada kewajiban repatriasi.
"Apalagi telah diiringi dengan kebijakan insentif pajak yang cukup signifikan dan kelonggaran penegakan hukum," jelasnya.
Menurutnya, saat ini harusnya semua pihak memperkuat dan membackup penuh Direktorat Jenderal Pajak untuk melakukan reformasi pajak dan penegakan hukum yang terukur, imparsial, objektif, dan fair.
Lanjut dia, memberikan kembali tax amnesty kepada wajib pajak yang tidak patuh sebelumnya sama saja dengan membiarkan pemerintah diatur oleh sekelompok orang yang berkepentingan.
"Pemberian tax amnesty dalam jangka pendek jelas menjadi sinyal buruk bahwa Pemerintah bisa diatur oleh segelintir kelompok kepentingan. Hal ini juga akan melukai rasa keadilan bagi yang sudah ikut tax amnesty dengan jujur, bagi yang selama ini sudah patuh," tegas dia.
Ia pun menyarankan agar pemerintah lebih tegas dan fokus pada reformasi perpajakan dengan menyempurnakan regulasi, memperbaiki administrasi, meningkatkan pelayanan, dan konsisten melakukan pengawasan kepatuhan. Kebutuhan akan sistem perpajakan yang kuat, kredibel, dan akuntabel akan menghasilkan penerimaan yang optimal dan sustain.
"Ini jauh lebih penting dan mendesak ketimbang terus berkompromi dengan kelompok dan pihak yang memang sejak awal tidak punya niat untuk patuh dan terbiasa menjadi penumpang gelap Republik," tutupnya.
(dru) Next Article Ekonom: Amnesty Jilid II Bisa Mendorong Penerimaan Pajak
"Kalau di dunia ini mungkin itu semuanya mungkin," ujar Sri Mulyani di Menara Kadin, Jakarta, Jumat (2/8/2019).
Wacana ini pun mendapat penolakan dari pengamat perpajakan Center of Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo. Menurutnya, jika kebijakan tersebut dilakukan lagi maka tidak baik bagi sistem perpajakan Indonesia.
Yustinus menilai, tax amnesty sudah cukup diberikan sekali dan harusnya dimanfaatkan secara maksimal oleh wajib pajak. Pasalnya, saat melakukan tax amnesty, pemerintah sudah memberikan skema terbaik dengan tarif rendah hingga tidak ada kewajiban repatriasi.
"Apalagi telah diiringi dengan kebijakan insentif pajak yang cukup signifikan dan kelonggaran penegakan hukum," jelasnya.
Menurutnya, saat ini harusnya semua pihak memperkuat dan membackup penuh Direktorat Jenderal Pajak untuk melakukan reformasi pajak dan penegakan hukum yang terukur, imparsial, objektif, dan fair.
Lanjut dia, memberikan kembali tax amnesty kepada wajib pajak yang tidak patuh sebelumnya sama saja dengan membiarkan pemerintah diatur oleh sekelompok orang yang berkepentingan.
"Pemberian tax amnesty dalam jangka pendek jelas menjadi sinyal buruk bahwa Pemerintah bisa diatur oleh segelintir kelompok kepentingan. Hal ini juga akan melukai rasa keadilan bagi yang sudah ikut tax amnesty dengan jujur, bagi yang selama ini sudah patuh," tegas dia.
Ia pun menyarankan agar pemerintah lebih tegas dan fokus pada reformasi perpajakan dengan menyempurnakan regulasi, memperbaiki administrasi, meningkatkan pelayanan, dan konsisten melakukan pengawasan kepatuhan. Kebutuhan akan sistem perpajakan yang kuat, kredibel, dan akuntabel akan menghasilkan penerimaan yang optimal dan sustain.
"Ini jauh lebih penting dan mendesak ketimbang terus berkompromi dengan kelompok dan pihak yang memang sejak awal tidak punya niat untuk patuh dan terbiasa menjadi penumpang gelap Republik," tutupnya.
(dru) Next Article Ekonom: Amnesty Jilid II Bisa Mendorong Penerimaan Pajak
Most Popular