
Curhat Sri Mulyani Saat Jadi Menkeu Era SBY dan Jokowi
Lidya Julita S & Rehia Sebayang, CNBC Indonesia
02 August 2019 13:40

Jakarta, CNBC Indonesia - Sri Mulyani Indrawati adalah sosok menteri wanita yang sangat dikenal oleh masyarakat tidak hanya Indonesia tapi dunia. Bahkan ia telah banyak mendapatkan apresiasi melalui penghargaan internasional sebagai Menteri Keuangan terbaik.
Tidak heran, ia telah mengelola keuangan negara di dua periode Presiden yang berbeda. Pertama, ia menjabat sebagai Menkeu di era Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono dan kedua pada saat ini di era Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Tentu saja banyak yang penasaran dengan cerita dia mengelola keuangan negara dalam dua Presiden yang berbeda, dan di era manakah yang paling berat tantangan ekonominya. Salah satunya adalah Ketua Kadin Rosan P Roeslani yang bertanya dalam acara 'Kadin Talks'.
"Tantangan terbesar di 2 (era Presiden) yang berbeda?," tanya Rosan kepada Sri Mulyani di Menara Kadin, Jakarta, Jumat (2/8/2019).
Sri Mulyani menjawab bahwa setiap jaman pasti ada tantangannya sendiri. Hal ini sama dengan setiap pimpinan suatu negara pasti memiliki tantangan khusus masing-masing tak terkecuali di era SBY dan Jokowi.
"Waktu pak SBY kita kena tsunami Aceh. Kemudian harga minyak naik menjadi US$ 90 dolar dari US$ 30, jadi APBN goyang sekali. Subsidi meledak, adjustment tidak cepat. Saya diminta jadi Menkeu waktu itu, saya diminta adjust harga minyak, tapi yang miskin terlindungi makanya buat BLT (Bantuan Langsung Tunai). Kemudian APBN restore kembali," kenang Sri Mulyani.
Lanjutnya, di era SBY ia juga pernah mengalami siklus krisis keuangan yang membuat perekonomian goyah. Dan pada saat itu ia sebagai salah satu menterinya ikut di dalam tekanan tersebut.
"Itu situasi yang dihadapi pak SBY, di mana saya merupakan bagiannya. Kita perlu jalankan program-program keuangan yang baru, natural disaster," jelasnya.
Sementara itu, tantangan di era Jokowi adalah mengenai perpajakan dimana muncul tax amnesty (pengampunan pajak) bagi wajib pajak yang tidak patuh. Di mana tax amnesty dilakukan dalam tiga tahapan dengan besaran denda yang berbeda.
"Ini tantangan yang lainnya sama kayak tsunami Aceh, tax amnesty cuma 9 bulan, challenging," cerita Sri Mulyani.
Selain itu, kondisi APBN saat ini kembali menjadi Menkeu pada Juli 2016 lalu juga tidak stabil. Oleh karenanya, ini juga menjadi tantangan baginya untuk kembali membuat APBN stabil dan sehat.
"Saya ke DPR pertama saat sidang kabinet hari pertama. Saya bilang ke Jokowi saya butuh 2 hari lihat APBN. Saya maraton dengan anak buah rapat lihat APBN. Di sidang kabinet saya sampaikan ke Presiden saya harus potong Rp 170 triliun. Saya janji dengan pengalaman saya maka potong yang paling kecil akan pengaruh ke ekonomi," kata dia.
Dengan langkah tersebut, ia menilai bahwa APBN mulai stabil meski saat ini juga masih banyak tantangan, terutama dari gejolak global.
Dia kembali menegaskan bahwa setiap era Presiden pasti memiliki tantangan tersendiri. Oleh karenaya, ia sebagai Menkeu harus bisa menjalankan tugasnya dengan baik agar pengelolaan keuangan negara juga tetap sehat dan stabil.
"2016 tax amnesty berjalan, APBN kembali, ekonomi tumbuh meski tekanan besar. Tantangan di setiap presiden mereka kampanye janji ke masyarakat tapi kondisi ekonomi enggak bisa.
Di era Jokowi minyak anjlok dari US$ 90 ke US$ 30 berbalik dari era SBY. Walau penerimaan minyak enggak penerimaan utama, tapi mmpengaruhi. Tugas Menkeu manjaga tujuan Presiden untuk pembangunan dan janji tetap jalan tapi jangan sampai confidence hancur," tegasnya.
(gus) Next Article Sri Mulyani Ungkap Perbedaan Jadi Menterinya SBY dan Jokowi
Tidak heran, ia telah mengelola keuangan negara di dua periode Presiden yang berbeda. Pertama, ia menjabat sebagai Menkeu di era Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono dan kedua pada saat ini di era Presiden Joko Widodo (Jokowi).
"Tantangan terbesar di 2 (era Presiden) yang berbeda?," tanya Rosan kepada Sri Mulyani di Menara Kadin, Jakarta, Jumat (2/8/2019).
Sri Mulyani menjawab bahwa setiap jaman pasti ada tantangannya sendiri. Hal ini sama dengan setiap pimpinan suatu negara pasti memiliki tantangan khusus masing-masing tak terkecuali di era SBY dan Jokowi.
"Waktu pak SBY kita kena tsunami Aceh. Kemudian harga minyak naik menjadi US$ 90 dolar dari US$ 30, jadi APBN goyang sekali. Subsidi meledak, adjustment tidak cepat. Saya diminta jadi Menkeu waktu itu, saya diminta adjust harga minyak, tapi yang miskin terlindungi makanya buat BLT (Bantuan Langsung Tunai). Kemudian APBN restore kembali," kenang Sri Mulyani.
Lanjutnya, di era SBY ia juga pernah mengalami siklus krisis keuangan yang membuat perekonomian goyah. Dan pada saat itu ia sebagai salah satu menterinya ikut di dalam tekanan tersebut.
"Itu situasi yang dihadapi pak SBY, di mana saya merupakan bagiannya. Kita perlu jalankan program-program keuangan yang baru, natural disaster," jelasnya.
Sementara itu, tantangan di era Jokowi adalah mengenai perpajakan dimana muncul tax amnesty (pengampunan pajak) bagi wajib pajak yang tidak patuh. Di mana tax amnesty dilakukan dalam tiga tahapan dengan besaran denda yang berbeda.
"Ini tantangan yang lainnya sama kayak tsunami Aceh, tax amnesty cuma 9 bulan, challenging," cerita Sri Mulyani.
Selain itu, kondisi APBN saat ini kembali menjadi Menkeu pada Juli 2016 lalu juga tidak stabil. Oleh karenanya, ini juga menjadi tantangan baginya untuk kembali membuat APBN stabil dan sehat.
"Saya ke DPR pertama saat sidang kabinet hari pertama. Saya bilang ke Jokowi saya butuh 2 hari lihat APBN. Saya maraton dengan anak buah rapat lihat APBN. Di sidang kabinet saya sampaikan ke Presiden saya harus potong Rp 170 triliun. Saya janji dengan pengalaman saya maka potong yang paling kecil akan pengaruh ke ekonomi," kata dia.
Dengan langkah tersebut, ia menilai bahwa APBN mulai stabil meski saat ini juga masih banyak tantangan, terutama dari gejolak global.
Dia kembali menegaskan bahwa setiap era Presiden pasti memiliki tantangan tersendiri. Oleh karenaya, ia sebagai Menkeu harus bisa menjalankan tugasnya dengan baik agar pengelolaan keuangan negara juga tetap sehat dan stabil.
"2016 tax amnesty berjalan, APBN kembali, ekonomi tumbuh meski tekanan besar. Tantangan di setiap presiden mereka kampanye janji ke masyarakat tapi kondisi ekonomi enggak bisa.
Di era Jokowi minyak anjlok dari US$ 90 ke US$ 30 berbalik dari era SBY. Walau penerimaan minyak enggak penerimaan utama, tapi mmpengaruhi. Tugas Menkeu manjaga tujuan Presiden untuk pembangunan dan janji tetap jalan tapi jangan sampai confidence hancur," tegasnya.
(gus) Next Article Sri Mulyani Ungkap Perbedaan Jadi Menterinya SBY dan Jokowi
Most Popular