Waspada! 2 Tahun Lagi Indonesia Defisit Energi

Monica Wareza, CNBC Indonesia
28 July 2019 16:50
Ekonom memperkirakan defisit energi sudah di depan mata, tak terjadi keseimbangan antara produksi dan kebutuhan, sehingga harus impor.
Foto: Ekonom senior, Faisal Basri saat menghadiri acara CNBC Indonesia Economic Outlook 2019. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Indonesia diperkirakan akan mengalami defisit energi pada 2021 mendatang. Jika pihak-pihak terkait tak melakukan usaha apapun, alias hanya melakukan kegiatan seperti biasanya. Dalam jangka panjang defisit energi ini akan mencapai total 3% dari PDB Indonesia atau US$ 80 miliar pada 2040 mendatang.

Ekonom Faisal Basri mengatakan salah satu faktor pendorongnya adalah Indonesia yang saat ini merupakan konsumen energi terbesar nomor empat di antara negara emerging market. Sayangnya, konsumsi yang tinggi ini tak dibarengi dengan produksi energi yang tinggi pula, sebaliknya Indonesia masih mengimpor mayoritas energi yang dikonsumsi.

"Namun, kita harus waspada, karena defisit energi sudah di depan mata. Mulai 2021 diperkirakan kita sudah mengalami defisit energi. Defisit energi akan mengakselerasi jika kita tidak melakukan apa-apa (business as usual). Defisit energi bisa mencapai US$ 80 miliar atau 3% PDB pada 2040," kata Faisal di Jakarta, Minggu (28/7/2019).



Dia menjelaskan, konsumsi energi Indonesia tumbuh 4,9% pada 2018. Sedang pertumbuhan penduduk terus naik di atas 1%.

Kondisi tersebut sayangnya tak dibarengi dengan produksi energi, terutama minyak dan gas yang tinggi pula. Menurut Faisal, produksi energi Indonesia secara konsisten mengalami penurunan.

Sementara itu Direktur Eksekutif INDEF Tauhid Ahmad menjelaskan, tingginya konsumsi energi yang tak dibarengi dengan produksi ini menyebabkan defisit neraca perdagangan, hingga defisit transaksi berjalan (CAD).

Hingga saat ini, puncaknya pada tahun 2014 yang lalu dimana defisit migas mencapai US$ 13,4 miliar dan pada Januari-Juni 2019, defisit tersebut mencapai US$ 4,78 miliar. Jumlah ini lebih rendah di periode tersebut dibanding dengan periode yang sama tahun sebelumnya yang sebesar US$ 5,61 miliar atau telah turun 14,88 %.



"Meski demikian, melihat perkiraan kebutuhan bulanan yang besar maka diperkirakan defisit migas hingga akhir tahun 2019 akan tumbuh di atas US$ 10 miliar. Ini artinya bahwa defisit ini akan terus terjadi sepanjang produksi migas kita tetap rendah, sementara kebutuhan terus meningkat dengan semakin besarnya pertumbuhan penduduk, baik pemanfaatannya untuk kendaraan bermotor, rumah tangga maupun industri," jelas dia.



(hoi/hoi) Next Article Sri Mulyani: Ada Negara Bangkrut Gara-gara Doyan Impor Energi

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular