
Miris! Ternyata Tax Ratio Indonesia Terendah di Asia Pasifik
Anthony Kevin, CNBC Indonesia
26 July 2019 11:59

Sejatinya, pemerintah sempat memiliki langkah yang cukup oke yang bisa mendongkrak penerimaan pajak dan mendorong tax ratio naik. Sebelumnya, Sri Mulyani sempat mengarahkan supaya pelaku usaha digital dipajaki dengan meneken PMK-210/PMK.010/2018 mengenai Perlakuan Perpajakan atas Transaksi Perdagangan melalui Sistem Elektronik (e-Commerce) yang ditetapkan dan diundangkan di Jakarta pada tanggal 31 Desember 2018 lalu.
Namun kacaunya, kebijakan itu ditarik hanya beberapa hari menjelang penerapan.
"Saya ingin sampaikan pengumuman pada media, pertama selama ini banyak yang memberitakan soal PMK 210 seolah-olah pemerintah buat pajak baru," kata Sri Mulyani di Kantor Pajak Tebet, Jumat (29/3/2019).
"Begitu banyak simpang siur. Kami sudah koordinasi dengan Kementerian/Lembaga dan banyak yang collect info dari perusahaan marketplace. Dengan simpang siur kami anggap perlu sosialisasi lebih lagi pada seluruh stakeholder, masyarakat, perusahaan, memahami seluruhnya."
"Saya memutuskan menarik PMK 210/2018. Itu kita tarik dengan demikian yang simpang siur tanggal 1 April ada pajak e-commerce itu nggak benar, kami putuskan tarik PMK-nya," kata Sri Mulyani.
Kini, pemerintah harus memutar otak lebih kencang jika ingin serius menaikkan tax ratio. Pasalnya, kini pemerintah tengah berencana untuk melonggarkan tarif pajak penghasilan (PPh) korporasi.
Hal ini sangat berpotensi menekan tax ratio mengingat PPh korporasi berkontribusi besar dalam pembentukan total penerimaan pajak Indonesia. Berdasarkan data OECD, pada tahun 2017 PPh korporasi menyumbang hingga 22,5% dari total penerimaan pajak Indonesia.
Publikasi dari OECD patut dijadikan tamparan keras bagi Indonesia. Bukan hanya tax ratio Indonesia berada di bawah standar internasional, tapi tax ratio kita ternyata merupakan yang terendah di Asia Pasifik.
Maju-tidaknya sebuah negara jelas ditentukan oleh kemampuan negara mengumpulkan penerimaan untuk kemudian disalurkan seefektif mungkin guna menyejahterakan masyarakatnya.
Kalau tax ratio rendah sekali seperti saat ini, jelas bahwa ‘amunisi’ pemerintah untuk menyejahterakan masyarakat Indonesia menjadi terbatas. Bisa sih dengan utang, tapi harus diingat bahwa ada sejumlah risiko yang harus ditanggung kala menarik utang, apalagi jika penarikannya secara besar-besaran.
Paling aman, objek pajak yang hingga kini belum tersentuh ya harus disentuh. Sempat Sri Mulyani bersikap ‘galak’ dengan mengarahkan supaya pelaku usaha digital dipajaki, namun dirinya kemudian mengambil langkah mundur.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/dru)
Namun kacaunya, kebijakan itu ditarik hanya beberapa hari menjelang penerapan.
"Saya ingin sampaikan pengumuman pada media, pertama selama ini banyak yang memberitakan soal PMK 210 seolah-olah pemerintah buat pajak baru," kata Sri Mulyani di Kantor Pajak Tebet, Jumat (29/3/2019).
"Saya memutuskan menarik PMK 210/2018. Itu kita tarik dengan demikian yang simpang siur tanggal 1 April ada pajak e-commerce itu nggak benar, kami putuskan tarik PMK-nya," kata Sri Mulyani.
Kini, pemerintah harus memutar otak lebih kencang jika ingin serius menaikkan tax ratio. Pasalnya, kini pemerintah tengah berencana untuk melonggarkan tarif pajak penghasilan (PPh) korporasi.
Hal ini sangat berpotensi menekan tax ratio mengingat PPh korporasi berkontribusi besar dalam pembentukan total penerimaan pajak Indonesia. Berdasarkan data OECD, pada tahun 2017 PPh korporasi menyumbang hingga 22,5% dari total penerimaan pajak Indonesia.
Publikasi dari OECD patut dijadikan tamparan keras bagi Indonesia. Bukan hanya tax ratio Indonesia berada di bawah standar internasional, tapi tax ratio kita ternyata merupakan yang terendah di Asia Pasifik.
Maju-tidaknya sebuah negara jelas ditentukan oleh kemampuan negara mengumpulkan penerimaan untuk kemudian disalurkan seefektif mungkin guna menyejahterakan masyarakatnya.
Kalau tax ratio rendah sekali seperti saat ini, jelas bahwa ‘amunisi’ pemerintah untuk menyejahterakan masyarakat Indonesia menjadi terbatas. Bisa sih dengan utang, tapi harus diingat bahwa ada sejumlah risiko yang harus ditanggung kala menarik utang, apalagi jika penarikannya secara besar-besaran.
Paling aman, objek pajak yang hingga kini belum tersentuh ya harus disentuh. Sempat Sri Mulyani bersikap ‘galak’ dengan mengarahkan supaya pelaku usaha digital dipajaki, namun dirinya kemudian mengambil langkah mundur.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ank/dru)
Pages
Most Popular