RI Target 6500 MW Listrik PLTS, Begini Realisasinya

Anastasia Arvirianty, CNBC Indonesia
24 July 2019 13:39
ESDM ungkap alasan di balik hambatan pengembangan PLTS di Indonesia
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki
Jakarta, CNBC Indonesia - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengakui, tidak mudah dalam mengembangkan Pembangkit Listrik energi terbarukan.

Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM FX Sutijastoto menyebutkan, mengembangkan pembangkit listrik EBT memang mahal, sebab ada biaya dampak lingkungan yang belum dimasukkan dalam ongkos produksi listrik batu bara.

"Panas bumi, PLTS mahal karena bersaing dengan listrik batu bara yang tidak menghitung dampak lingkungan," ujar Toto dalam gelaran FGD ESDM-BUMN Roadmap PLTS BUMN Menuju Bauran Energi 2025, di Jakarta, Rabu (24/7/2019).



Dengan begitu, lanjut Toto, menurutnya penting dilakukan sinergi BUMN, karena, sebut saja target pembangkit PLTS menurut RUEN sebesar 6.500 MW, sedangkan PLN hanya sanggup menyediakan 1.000 MW dalam RUPTL, sehingga masih ada selisih 5.000 MW.

"Dengan sinergi BUMN, dari PT Len Industri (Persero) bisa dapat 1.200 MW, inilah yang kami harapkan. Cari strategi," pungkasnya.

Adapun, Direktur Pengadaan Strategis 1 PT PLN (Persero) Sripeni Inten Cahyani menjabarkan beberapa tantangan/hambatan dalam mengembangkan PLTS, yakni:

1. Beberapa sistem kelistrikan PLN sulit menerima EBT karena saat ini sistem kelistrikan di PLN over supply sehingga berakibat terhadap konsekuensi potensi denda Take or Pay kepada PLN dari Pembangkit IPP
Eksisting.

2. Beberapa pembangkit listrik energi terbarukan (PLTS, PLTB dan PLTAL) bersifat intermitten Kemampuan jaringan PLN dalam menerima pembangkit variable / intemitten menyebabkan naiknya biaya investasi dari sisi pengembang dan PLN sehingga mempengaruhi dampak ekonomi terhadap feasibility pembangkit variabel / Intermitten; 

- Penambahan investasi meliputi automatic Generation Control (AGC), Forecasting Generation yang
harus presisi, Automatic Dispatch System, upgrade sistem SCADA, dll
- Penambahan spin reserve capacity (back up pembangkit) merupakan biaya tambahan bagi PLN
- Grid code enforcement merupakan biaya tambahan bagi IPP dan PLN

3. Beberapa daerah dengan Potensi pengembangan EBT Intermittent (PLTS, PLTB dan PLTAL) yang cukup bagus memiliki pelanggan yang relatif kecil, sehingga Pengembangan pembangkit EBT Intermittent tersebut hanya mendapatkan porsi/kuota MW yang kecil pada RUPTL dan Pengembangan Pembangkit EBT Intermittent tersebut tidak dapat mencapai nilai keekonomiannya.

4. Dalam Pengembangan Pembangkit EBT khususnya PLTS, terdapat Kewajiban TKDN 60% pada tahun 2019 (Permen Perindustrian No. 05 tahun 2017 Permen Perindustrian Nomor 54/M-IND/PER/3/2012 jo
Permen Nomor 05/M-IND/PER/2/2017 tentang Pedoman Penggunaan Produk Dalam Negeri untuk Pembangunan Infratruktur Ketenagalistrikan dan Permen Perindustrian Nomor 04/M-IND/PER/2/2017 tentang Ketentuan dan tata Cara Penilaian TKDN untuk PLTS:

• Dalam regulasi disebutkan bahwa TKDN modul surya harus mencapai minimal 50% pada Januari 2018 dan minimal 60% pada Januari 2019. Namun demikian, realisasi pabrikan modul surya dalam negeri saat ini baru mencapai 40%-43,5% sehingga pencapaian tersebut belum bisa diterapkan.

5. Pada Permen PUPR No.27 tahun 2015 tentang Bendungan, dinyatakan bahwa pemanfaatan ruang pada daerah genangan waduk hanya dapat dilakukan untuk;
- kegiatan pariwisata
- kegiatan olahraga
- budi daya perikanan
Sehingga pemanfaatan waduk/bendungan untuk pengembangan energi, khususnya PLTS belum dapat dilakukan.

6. Banyaknya proposal dari pengembang untuk pengembangan Pembangkit EBT Skala Kecil (dibawah 10 MW) namun masih perlu konfirmasi dan kajian karena berhubungan dengan adanya program LISA (Listrik Perdesaan) dari PLN.
(gus) Next Article PLN Target 3000 MW PLTS Terpasang di 2025

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular