Laba Ditahan Bakal Kena Pajak, Investasi Terancam 'Punah'?

Taufan Adharsyah & Irvin Avriano Arief, CNBC Indonesia
19 July 2019 14:42
Dampak Pajak Laba Ditahan
Foto: cover topik/ sri mulyani pajak ecommerce konten/Aristya Rahadian Krisabella
Dengan menerapkan pajak atas laba ditahan, sejatinya pemerintah sedang mendorong lembaga usaha untuk melakukan ekspansi bisnis.

Pasalnya, dengan adanya pajak atas laba ditahan, perusahaan akan cenderung lebih 'boros'. Ya daripada mencetak laba besar-besar tapi dipajakin, lebih baik dihabiskan sekalian.

Dampaknya sesungguhnya baik untuk perekonomian.

Pasalnya perusahaan bisa didorong untuk memberi insentif kepada pegawai. Daripada uang masuk ke kantong pihak lain, lebih baik dimakan sendiri, ya kan?

Toh pemberian insentif kepada karyawan bisa membuat produktivitas meningkat. Dengan penghasilan lebih, kinerja pegawai bisa terdorong.

Selain itu, tingkat konsumsi juga meningkat seiring dengan kenaikan penghasilan . Kala konsumsi meningkat, pertumbuhan ekonomi bisa digenjot, mengingat postur Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia masih didominasi oleh konsumsi rumah tangga.

Ada pula dorongan perusahaan untuk melakukan investasi dengan cara belanja modal. Bisa bikin pabrik baru, beli mesin baru, dan sebagainya.

Seringkali belanja modal juga disertai dengan penyerapan tenaga kerja baru. Contohnya saat perusahaan memutuskan pembangunan pabrik baru, pasti disertai dengan penambahan jumlah karyawan.

Lagi-lagi, konsumsi masyarakat bisa meningkat.

Pun bila pada akhirnya perusahaan memutuskan untuk mengalokasikan keuntungan untuk pembayaran deviden, uang tersebut akan terlempar ke masyarakat yang ujung-ujungnya bisa mendukung konsumsi.

Investasi Jadi Lesu?

Memang, dengan adanya pajak tambahan, investasi baru akan makin tak menarik. Jelas saja, investor baru pasti akan mencari ekosistem yang bisa menghasilkan keuntungan maksimal, seringkali yang pajaknya kecil.

Namun tampaknya pemerintah sadar bahwa potensi investasi baru dalam beberapa waktu ke depan masih akan lesu. Sulit rasanya membayangkan banyak investor baru berbondong-bondong menanamkan modal di Indonesia.

Tanda-tandanya sudah dapat dilihat pada aliran Penanaman Modal Asing (PMA) yang telah mengalami kontraksi dalam 4 kuartal terakhir.

Teranyar, PMA yang masuk pada kuartal I-2019 hanya sebesar Rp 107,9 triliun atau lebih rendah 0,9% secara tahunan (year-on-year/YoY).

Sebagai informasi, hingga saat ini PMA masih mendominasi aliran investasi di Indonesia. Porsi PMA terhadap total investasi sektor riil pada kuartal I-2019 mencapai 55,3%.

Artinya saat investasi asing lesu, kemungkinan pertumbuhan total investasi baru di Indonesia akan terbatas.

Ditimbang-timbang, faktor eksternal memiliki peran yang sangat besar dalam perlambatan laju investasi. Pasalnya saat ini, kondisi ekonomi global sedang tidak kondusif.

Bayangkan saja, perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dengan China masih tak kunjung usai. Pada Mei 2019 silam, perang dagang kedua negara malah semakin memanas.



AS menaikkan bea impor produk China senilai US$ 200 miliar menjadi 25% (dari yang semula 10%). Sementara China memberi tarif tambahan antara 5-25% atas produk AS senilai US$ 60 miliar.

Selain itu masih ada pula balada perceraian Inggris dengan Uni Eropa (Brexit) yang masih tinggi. Risiko akan terjadinya perceraian tanpa kesepakatan dengan Uni Eropa (do deal Brexit) masih bergentayangan. Saat itu terjadi, beberapa analis memperkirakan perekonomian Inggris akan terkontraksi hingga 8%. Mengingat Inggris merupakan negara dengan perekonomian terbesar kelima di dunia, dampaknya pun akan menular ke berbagai negara.

Perlambatan ekonomi menjadi hal yang agaknya masih sulit untuk dihentikan.

Dalam kondisi penuh ketidakpastian, investor akan cenderung memasang mode wait and see. Investasi baru kemungkinan masih akan tertekan.

Maka dari itu, mengharap investasi baru sekarang-sekarang ini mungkin agak percuma. Semesta tak mendukung.

Lebih baik memaksimalkan investasi yang sudah ada. Salah satu caranya adalah mendorong ekspansi pada badan usaha yang tengah beroperasi, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.

BERLANJUT KE HALAMAN 3 >>> (taa/taa)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular