Jokowi Kesal Proyek PLTSa Macet, Salah PLN atau Pemda?

Anastasia Arvirianty, CNBC Indonesia
17 July 2019 15:21
Presiden Jokowi kesal soal proyek PLTSa yang tak kunjung jalan, tarik ulur Pemda dan PLN jadi biang kerok.
Foto: Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) (Instagram:Joko Widodo)
Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Joko Widodo tak kuasa meluapkan kekesalannya atas volume sampah di Indonesia yang hingga saat ini masih berada di urutan nomor 2 terbesar di dunia.

Berbagai upaya pun dilakukan untuk mengurangi sampah, salah satunya mengelola sampah untuk dijadikan energi listrik dengan membangun Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa).

Hal ini telah tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) 35/2018 mengenai Percepatan Pembangunan Instalasi Pengolah Sampah Menjadi Energi Listrik Berbasis Teknologi Ramah Lingkungan.



Namun, hingga kini, dari 12 daerah yang dipilih untuk menjadi percontohan PLTSa, antara lain DKI Jakarta, Tangerang, Tangerang Selatan, Bekasi, Bandung, Semarang, Surakarta, Surabaya, Makassar, Denpasar, Palembang, dan Manado, baru ada empat daerah yang sudah membangun PLTSa tersebut. Daerah tersebut antara lain Surabaya, Bekasi, Solo, dan DKI Jakarta.

Menanggapi hal ini, Direktur Bioenergi Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Andriah Feby mengatakan, pihak ESDM yang pasti akan menindaklanjuti arahan Presiden Jokowi, agar pengerjaan PLTSa bisa dipercepat.

Saling Lempar Siapa yang Salah
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan pengolahan sampah jadi listrik ini diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) 35/2018 mengenai Percepatan Pembangunan Instalasi Pengolah Sampah Menjadi Energi Listrik Berbasis Teknologi Ramah Lingkungan.

Namun pada praktiknya ada tarik menarik antara Pemda dan PLN, yang bikin kedua pihak makin mundur membangun PLTSA.


Namun, ia mengakui, dirinya belum bisa memberikan komentar lebih detil.

"Maaf, saya belum bisa beri komentara. Tapi intinya, kami akan tindak lanjuti arahan Presiden, agar bisa dipercepat," ujar Feby saat dihubungi CNBC Indonesia, Rabu (17/7/2019).

Sebagai informasi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pernah merilis data soal perkembangan pengoptimalan pembangkit listrik dari sampah. Dari paparan tersebut diketahui, tantangan salah satu pembangkit listrik energi baru ini kerap hadir dari pemerintah daerah.

"Adanya persepsi yang kurang tepat dari Pemda bahwa penjualan listrik menggantikan kewajiban Pemda untuk mengelola sampah melalui pembayaran Biaya Layanan Pengelolaan Sampah (BPLS)," tulis di paparan ESDM tersebut.

"[PLN] berbelit-belit. Banyak yang sudah siap. Tapi semua banyak berhentinya. Takut ini, takut itu, segala macam. Tadi sudah dibilang presiden, tidak ada takut. Kita ini bikin kebersihan," jelasnya.

Salah satu yang jadi masalah adalah tipping Fee, yakni biaya yang harus dikeluarkan pemda untuk mengelola sampah sebelum akhirnya dijual ke PLN untuk dijadikan listrik.

Soal ini, ESDM sempat mengatakan dalam paparannya terkait PLTSa yakni pengelolaan sampah adalah isu lingkungan, bukan listrik. Saat menangani sampah, terkesan dilepas saja oleh Pemda sehingga terkadang harus dipilah terlebih dulu dan ini membutuhkan proses dan biaya untuk pre-treatment. 

Supaya listrik sampah ini menarik investor, ESDM telah mengupayakan langkah-langkah seperti mewajibkan PLN untuk beli listrik dari PLTSa (Pembangkit Listrik Tenaga Sampah) dan mengatur harga jual listrik menurut Permen ESDM Nomor 50 Tahun 2017, dengan ketentuan harga beli maksimal 100% dari rata-rata Biaya Pokok Produksi (BPP) listrik nasional.

[Gambas:Video CNBC]
(gus) Next Article Saat Jokowi Marah Soal Sampah yang Menumpuk

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular