
Barang Impor di Shopee Cs Merajalela, Pemerintah Diam Saja?
S. Pablo I. Pareira, CNBC Indonesia
11 July 2019 13:59

Jakarta, CNBC Indonesia - Barang-barang impor dari China membanjiri platform-platform perdagangan daring (e-commerce) di Indonesia. Harganya sangat terjangkau, begitupun dengan ongkos kirimnya. Meskipun platform e-commerce macam Shopee mengklaim jumlah barang impor yang diperdagangkan hanya 5% dari total barang yang dijual.
Namun, fenomena ini jadi ancaman nyata bagi produsen maupun peritel lokal. Isu perpajakan memang masih menjadi persoalan produk-produk yang diperdagangkan di e-commerce.
Pemerintah, khususnya Kementerian Perdagangan (Kemendag) sejak awal tahun lalu telah menggagas penyusunan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Transaksi Perdagangan Melalui Sistem Elektronik atau lazim disebut RPP E-Commerce.
Aturan ini diharapkan mampu meregulasi peredaran barang di platform daring agar tidak mematikan industri ritel offline. Berbagai mekanisme seperti pengenaan pajak yang setara bagi produk impor yang dijual di e-commerce hingga kewajiban platform-platform seperti Tokopedia, Lazada, Bukalapak cs menjual produk lokal akan diatur di dalamnya.
Sayangnya, sudah lebih dari satu setengah tahun sejak inisiasi, aturan itu tak juga keluar. Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri (PDN) Kemendag Tjahya Widayanti mengatakan RPP E-Commerce hingga detik ini masih dibahas antar kementerian.
Tjahya pun menyebut pihaknya tidak bisa menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) untuk segera meregulasi perdagangan online ini apabila aturan yang memayunginya belum terbit.
Padahal, saat ini industri ritel dan produsen dalam negeri butuh payung hukum yang kuat agar produk mereka bisa bersaing setara dengan produk-produk impor yang membanjiri platform e-commerce.
"RPP E-Commerce masih dalam proses. Kita tidak bisa menerbitkan Permendag jika itu terkait e-commerce. Harus tunggu RPP-nya," kata Tjahya kepada CNBC Indonesia, Kamis (11/7/2019).
Sebelumnya, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengatakan pembahasan RPP E-Commerce ini cukup pelik karena melibatkan banyak sekali kementerian dan pemangku kepentingan (stakeholders).
Dia pun mengakui pemerintah memang masih kesulitan memonitor masuknya barang-barang impor melalui e-commerce, belum lagi soal pengenaan pajaknya yang bukan hanya menjadi masalah di Indonesia, tapi juga seluruh dunia.
"Itu tidak mudah, dan pembahasannya dipimpin langsung oleh Pak Wapres. Begitu sulit untuk memonitor itu [perdagangan daring]. Tapi tahun ini harus selesai," kata Enggar di kantornya bulan lalu.
Isu impor dan ekspor memang menjadi konsen pemerintah di tengah defisit perdagangan. Namun, hal yang tak kalah krusial adalah barang-barang impor yang didapat mudah dan murah di platform e-commerce itu menjadi musuh bagi peritel lokal terutama yang berbasis offline.
(hoi/hoi) Next Article Shopee dan Lazada akan Salip Tokopedia?
Namun, fenomena ini jadi ancaman nyata bagi produsen maupun peritel lokal. Isu perpajakan memang masih menjadi persoalan produk-produk yang diperdagangkan di e-commerce.
Pemerintah, khususnya Kementerian Perdagangan (Kemendag) sejak awal tahun lalu telah menggagas penyusunan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Transaksi Perdagangan Melalui Sistem Elektronik atau lazim disebut RPP E-Commerce.
Aturan ini diharapkan mampu meregulasi peredaran barang di platform daring agar tidak mematikan industri ritel offline. Berbagai mekanisme seperti pengenaan pajak yang setara bagi produk impor yang dijual di e-commerce hingga kewajiban platform-platform seperti Tokopedia, Lazada, Bukalapak cs menjual produk lokal akan diatur di dalamnya.
Sayangnya, sudah lebih dari satu setengah tahun sejak inisiasi, aturan itu tak juga keluar. Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri (PDN) Kemendag Tjahya Widayanti mengatakan RPP E-Commerce hingga detik ini masih dibahas antar kementerian.
Tjahya pun menyebut pihaknya tidak bisa menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) untuk segera meregulasi perdagangan online ini apabila aturan yang memayunginya belum terbit.
Padahal, saat ini industri ritel dan produsen dalam negeri butuh payung hukum yang kuat agar produk mereka bisa bersaing setara dengan produk-produk impor yang membanjiri platform e-commerce.
"RPP E-Commerce masih dalam proses. Kita tidak bisa menerbitkan Permendag jika itu terkait e-commerce. Harus tunggu RPP-nya," kata Tjahya kepada CNBC Indonesia, Kamis (11/7/2019).
Sebelumnya, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengatakan pembahasan RPP E-Commerce ini cukup pelik karena melibatkan banyak sekali kementerian dan pemangku kepentingan (stakeholders).
Dia pun mengakui pemerintah memang masih kesulitan memonitor masuknya barang-barang impor melalui e-commerce, belum lagi soal pengenaan pajaknya yang bukan hanya menjadi masalah di Indonesia, tapi juga seluruh dunia.
"Itu tidak mudah, dan pembahasannya dipimpin langsung oleh Pak Wapres. Begitu sulit untuk memonitor itu [perdagangan daring]. Tapi tahun ini harus selesai," kata Enggar di kantornya bulan lalu.
Isu impor dan ekspor memang menjadi konsen pemerintah di tengah defisit perdagangan. Namun, hal yang tak kalah krusial adalah barang-barang impor yang didapat mudah dan murah di platform e-commerce itu menjadi musuh bagi peritel lokal terutama yang berbasis offline.
(hoi/hoi) Next Article Shopee dan Lazada akan Salip Tokopedia?
Most Popular