Jokowi Cemas Defisit Migas RI, Coba Lihat Jepang & Korea

Anastasia Arvirianty, CNBC Indonesia
09 July 2019 20:56
Defisit migas juga terjadi di negara maju karena komoditas tersebut dinilai sebagai energi untuk dorong pembangunan, bukan sekadar devisa.
Foto: Infografis/ PaK Jokowi, januari-mei 2019 impor migas turun/Aristya Rahadian Krisabella
Jakarta, CNBC Indonesia - Persoalan impor migas dan defisit neraca migas kembali mencuat setelah Presiden Joko Widodo lagi-lagi menyinggung soal impor migas yang masih tinggi.

"Coba dicermati angka-angka ini, kenapa impor begitu sangat tinggi. Migas naiknya gede sekali, hati-hati di migas Pak Menteri ESDM, Bu Menteri BUMN yang terkait dengan ini," singgung Jokowi di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Senin (8/7/2019).

Terkait hal ini, Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gajah Mada menerangkan bahwa defisit migas adalah hal yang lumrah terjadi bahkan di negara-negara maju "Defisit neraca migas juga terjadi di beberapa negara maju, Jepang, Korea Selatan, bahkan terjadi juga di beberapa negara penghasil minyak," ujar Fahmi dalam keterangan tertulisnya, Selasa (8/7/2019).



Defisit terjadi karena negara tersebut memang minim sumber daya alam dan memberlakukan migas sebagai energi pendorong pembangunan, bukan sebagai devisa. Itulah, kata dia, yang kini dilakukan oleh RI.

"Defisitnya neraca migas itu sesungguhnya merupakan konsekuensi untuk menjadikan komoditi migas sebagai pendorong pembangunan, bukan penghasil devisa untuk APBN."

Melihat data Badan Pusat Statistik (BPS), kinerja perdagangan sektor migas periode Mei 2019 sebenarnya tercatat sudah mulai membaik. Pada Januari-Mei 2019, neraca dagang memang masih mengalami defisit sebesar US$ 2,14 miliar. Namun, defisit itu sesungguhnya lebih kecil dibanding defisit periode sama pada 2018, yang mencapai US$ 2,86 miliar. 

Penurunan defisit tersebut, lanjut Fahmy, salah satunya disumbang oleh penurunan impor, termasuk impor migas yang turun hingga 23,77%.

Upaya pemerintah menekan defisit ini juga perlu dilihat oleh Jokowi, misalnya di sisi pengembangan Energi Baru Terbarukan (EBT) termasuk penggunaan B-20 dan B-30 yang sudah dapat mengurangi impor solar dalam jumlah besar. 

"Kerja sama antara Pertamina dengan Eni Italia, yang mengolah sawit menjadi bio solar dan avtur, tidak hanya akan menghasilkan energi bersih untuk menurunkan impor migas, tetapi juga dapat mendongkrak harga sawit yang lagi terpuruk," tutur Fahmy dalam keterangan resminya, Selasa (9/7/2019).

Jokowi Cemas Defisit Migas RI, Coba Lihat Jepang & KoreaFoto: Infografis/ PaK Jokowi, januari-mei 2019 impor migas turun/Aristya Rahadian Krisabella


Demikian juga dengan pembangunan kilang minyak Pertamina dan pembelian minyak mentah dari kontraktor di dalam negeri dengan tujuan untuk mengurangi impor BBM dan minyak mentah yang diolah di kilang dalam negeri. Upaya serius dan terus menerus untuk mengembangkan mobil listrik sebenarnya juga untuk mengurangi impor BBM, disamping menggunakan kendaran yang bersih lingkungan. 

"Sayangnya, Peraturan Presiden (Perpres) yang mengatur Kendaraan Listrik hingga kini belum juga terbit. Padahal sudah banyak investor mobil listrik yang menyatakan komitmenya untuk membangun manufaktur mobil listrik di Indonesia, tetapi para investor itu masih menunggu kepastian Perpresnya," tambah Fahmy.

Ia pun mengakui, impor migas itu turut menyumbang defisit neraca perdagangan Indonesia, tetapi perlu diingat, proporsi impor migas pada neraca dagang hanya sebesar 13% dari total impor. Sedangkan penyebab terbesar defisit neraca dagang yang sebesar US$ 2,14 miliar adalah penurunan surplus non-migas sebesar 28,3%, sedangkan penurunan defisit migas mencapai 26,6%.


(gus) Next Article Impor Membaik Tapi Ekspor Migas Masih Loyo, Kenapa?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular