
Duh, Harga Ayam Masih Betah Bertengger Tinggi
S. Pablo I. Pareira, CNBC Indonesia
08 July 2019 20:45

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga rata-rata daging ayam terpantau naik tipis 5,36% di Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) Nasional dalam seminggu terakhir.
Sore ini, harga daging ayam tercatat Rp 34.350/kg secara nasional, naik dari Rp 32.600/kg pada tanggal 2 Juli 2019 lalu. Di Bima, Nusa Tenggara Barat harganya mencapai Rp 48.000/kg sementara di Padang, Sumatera Barat harganya Rp 44.500/kg.
Di DKI Jakarta sendiri, harga daging ayam hari ini tercatat di kisaran Rp 35.932/kg, denganĀ harga tertinggi menyentuh Rp 50.000/kg di Pasar Johar Baru, sesuai data di Info Pangan Jakarta (IPJ).
Lantas bagaimana harga jual ayam hidup (livebirds) di tingkat peternak? Perlu diingat bahwa masalah dalam tata niaga ayam beberapa waktu lalu justru terpusat di harga jual peternak yang jatuh, namun tidak berdampak pada harga jual di konsumen.
Pekan lalu, Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) Kementerian Pertanian I Ketut Diarmita mengatakan harga livebirds telah berhasil naik kembali ke kisaran Rp 17.000-18.000/kg, dari yang sebelumnya sempat jatuh ke bawah Rp 10.000/kg, bahkan menyentuh Rp 5.500/kg.
Anjloknya harga ini memicu peternak di Jawa Tengah dan Yogyakarta melakukan aksi prihatin dengan membagi-bagi gratis 30 ribu ekor ayam ternak miliknya karena sudah tak mampu menanggung beban pembiayaan.
Biaya pemeliharaan atau harga pokok produksi (HPP) peternak umumnya berkisar di Rp 18.500/kg, meliputi biaya bibit ayam (day old chicken/DOC), pakan dan obat ternak.
Demi perbaikan berkelanjutan atas polemik harga daging ayam yang sering terjadi setiap tahunnya, Ketut menegaskan pihaknya akan meminta perusahaan pembibitan (integrator) untuk melakukan analisa kebutuhan sebelum mengajukan impor grand parent stock (GPS).
Selain itu, integrator juga harus memiliki gudang penyimpanan (cold storage) dengan kapasitas sebanding dengan total produksi livebirds mereka agar bisa melakukan manajemen stok saat terjadi kondisi kelebihan pasokan (oversupply).
"Kalau punya satu juta unggas tapi kapasitas cold storage-nya hanya 100 ekor kan nggak masuk akal. Kami juga ingin registrasi broker [penyalur bibit dan livebirds]. Broker itu harus resmi supaya kalau ada gejolak mudah ditelusuri di mana biangnya," jelas Ketut.
(hoi/hoi) Next Article Harga Ayam Sering Anjlok, Mendag Keluarkan 'Jurus Gudang'
Sore ini, harga daging ayam tercatat Rp 34.350/kg secara nasional, naik dari Rp 32.600/kg pada tanggal 2 Juli 2019 lalu. Di Bima, Nusa Tenggara Barat harganya mencapai Rp 48.000/kg sementara di Padang, Sumatera Barat harganya Rp 44.500/kg.
Di DKI Jakarta sendiri, harga daging ayam hari ini tercatat di kisaran Rp 35.932/kg, denganĀ harga tertinggi menyentuh Rp 50.000/kg di Pasar Johar Baru, sesuai data di Info Pangan Jakarta (IPJ).
Lantas bagaimana harga jual ayam hidup (livebirds) di tingkat peternak? Perlu diingat bahwa masalah dalam tata niaga ayam beberapa waktu lalu justru terpusat di harga jual peternak yang jatuh, namun tidak berdampak pada harga jual di konsumen.
Pekan lalu, Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) Kementerian Pertanian I Ketut Diarmita mengatakan harga livebirds telah berhasil naik kembali ke kisaran Rp 17.000-18.000/kg, dari yang sebelumnya sempat jatuh ke bawah Rp 10.000/kg, bahkan menyentuh Rp 5.500/kg.
Anjloknya harga ini memicu peternak di Jawa Tengah dan Yogyakarta melakukan aksi prihatin dengan membagi-bagi gratis 30 ribu ekor ayam ternak miliknya karena sudah tak mampu menanggung beban pembiayaan.
Biaya pemeliharaan atau harga pokok produksi (HPP) peternak umumnya berkisar di Rp 18.500/kg, meliputi biaya bibit ayam (day old chicken/DOC), pakan dan obat ternak.
Demi perbaikan berkelanjutan atas polemik harga daging ayam yang sering terjadi setiap tahunnya, Ketut menegaskan pihaknya akan meminta perusahaan pembibitan (integrator) untuk melakukan analisa kebutuhan sebelum mengajukan impor grand parent stock (GPS).
Selain itu, integrator juga harus memiliki gudang penyimpanan (cold storage) dengan kapasitas sebanding dengan total produksi livebirds mereka agar bisa melakukan manajemen stok saat terjadi kondisi kelebihan pasokan (oversupply).
"Kalau punya satu juta unggas tapi kapasitas cold storage-nya hanya 100 ekor kan nggak masuk akal. Kami juga ingin registrasi broker [penyalur bibit dan livebirds]. Broker itu harus resmi supaya kalau ada gejolak mudah ditelusuri di mana biangnya," jelas Ketut.
(hoi/hoi) Next Article Harga Ayam Sering Anjlok, Mendag Keluarkan 'Jurus Gudang'
Most Popular