
Pak Jokowi, Jujur Nih Ekonomi RI Paling Lesu di ASEAN!
Taufan Adharsyah, CNBC Indonesia
08 July 2019 17:04

Investasi Lesu dan Salah Orientasi
Belum lagi masalah di pos pendapatan. Pos pendapatan sendiri besar disumbang dari investasi asing, atau penanaman modal asing (foreign direct investment/FDI).
Lagi-lagi pada pos pendapatan rapor Indonesia juga buruk. Pada tahun 2017, pos tersebut membukukan angka defisit sebesar US$ 27,63 miliar atau setara 2,7% PDB.
Itu artinya lebih banyak aliran valas yang keluar untuk membayar deviden investasi asing ketimbang yang masuk. Jelas saja, investor asing pada akhirnya akan menagih 'janji' investasi berupa deviden.
Sayangnya lagi, deviden-deviden tersebut harus dibayar pada kegiatan investasi yang tidak berorientasi pada ekspor.
Sebab, berdasarkan data dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), porsi investasi asing pada sektor-sektor yang tidak berorientasi ekspor sangat besar.
Tercatat pada tahun 2018, porsi investasi asing di sektor Utilitas (listrik, air, gas), Properti, dan Akomodasi (transportasi, pergudangan, komunikasi) hampir mencapai 30%.
Sektor-sektor tersebut pada akhirnya hanya akan dinikmati oleh masyarakat Indonesia untuk konsumsi saja. Contohnya properti. Apa iya properti ada yang di ekspor?
Alhasil besarnya investasi asing pada akhirnya tidak berdampak pada pertumbuhan ekonomi Indonesia yang sehat, yang dapat mengangkat derajat masyarakatnya.
Coba saja Indonesia belajar dari Vietnam perihal investasi asing, pastilah kondisinya tidak akan seperti sekarang ini.
Pasalnya, lebih dari separuh investasi asing yang masuk ke Vietnam pada tahun 2018 menyasar sektor-sektor manufaktur. Bahkan porsi investasi sektor manufaktur sepanjang Januari-Mei 2019 sudah mencapai 71%.
Dengan begitu, pertumbuhan investasi asing bisa mengangkat kinerja ekspor. Jadi tidak hanya sekedar membayar deviden investasi asing untuk konsumsi saja.
Melihat fakta-fakta tersebut, agaknya memang kondisi perekonomian Indonesia masih belum mendukung untuk menanggulangi masalah CAD. Sulit rasanya membayangkan CAD bisa dihilangkan dalam waktu dekat. Diperlukan kebijakan yang menyeluruh yang lebih struktural untuk memperbaiki kondisi ekonomi Republik Indonesia.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(taa/dru)
Belum lagi masalah di pos pendapatan. Pos pendapatan sendiri besar disumbang dari investasi asing, atau penanaman modal asing (foreign direct investment/FDI).
Lagi-lagi pada pos pendapatan rapor Indonesia juga buruk. Pada tahun 2017, pos tersebut membukukan angka defisit sebesar US$ 27,63 miliar atau setara 2,7% PDB.
Sayangnya lagi, deviden-deviden tersebut harus dibayar pada kegiatan investasi yang tidak berorientasi pada ekspor.
Sebab, berdasarkan data dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), porsi investasi asing pada sektor-sektor yang tidak berorientasi ekspor sangat besar.
Tercatat pada tahun 2018, porsi investasi asing di sektor Utilitas (listrik, air, gas), Properti, dan Akomodasi (transportasi, pergudangan, komunikasi) hampir mencapai 30%.
![]() |
Sektor-sektor tersebut pada akhirnya hanya akan dinikmati oleh masyarakat Indonesia untuk konsumsi saja. Contohnya properti. Apa iya properti ada yang di ekspor?
Alhasil besarnya investasi asing pada akhirnya tidak berdampak pada pertumbuhan ekonomi Indonesia yang sehat, yang dapat mengangkat derajat masyarakatnya.
Coba saja Indonesia belajar dari Vietnam perihal investasi asing, pastilah kondisinya tidak akan seperti sekarang ini.
Pasalnya, lebih dari separuh investasi asing yang masuk ke Vietnam pada tahun 2018 menyasar sektor-sektor manufaktur. Bahkan porsi investasi sektor manufaktur sepanjang Januari-Mei 2019 sudah mencapai 71%.
Dengan begitu, pertumbuhan investasi asing bisa mengangkat kinerja ekspor. Jadi tidak hanya sekedar membayar deviden investasi asing untuk konsumsi saja.
![]() |
Melihat fakta-fakta tersebut, agaknya memang kondisi perekonomian Indonesia masih belum mendukung untuk menanggulangi masalah CAD. Sulit rasanya membayangkan CAD bisa dihilangkan dalam waktu dekat. Diperlukan kebijakan yang menyeluruh yang lebih struktural untuk memperbaiki kondisi ekonomi Republik Indonesia.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(taa/dru)
Pages
Most Popular