
Pak Jokowi, Jujur Nih Ekonomi RI Paling Lesu di ASEAN!
Taufan Adharsyah, CNBC Indonesia
08 July 2019 17:04

Jakarta, CNBC Indonesia - Bank Indonesia (BI) memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2019 akan berada di bias bawah kisaran 5,0-5,4%. Itu artinya pertumbuhan ekonomi tahun ini diperkirakan berada di kisaran 5,0-5,2%.
Sementara pemerintah tahun ini menargetkan pertumbuhan ekonomi tahun 2019 sebesar 5,3%.
Menurut analisis BI, pertumbuhan ekonomi RI tengah menghadapi sejumlah hambatan.
Salah satu faktornya adalah ketidakpastian pasar keuangan dunia yang meningkat. Hal itu disebabkan oleh eskalasi perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dengan China yang menyebabkan aliran modal bergerak menjauhi negara berkembang ke negara maju.
Sebagaimana yang telah diketahui, pada bulan Mei 2019 Presiden AS, Donald Trump, telah meningkatkan bea impor produk China senilai US$ 200 miliar menjadi 25% (dari yang semula 10%). Pemerintah China juga telah membalas dengan memberi bea impor tambahan antara 5-25% pada produk 'made in USA' senilai US$ 60 miliar.
Sejak saat itu pula, aliran modal mulai meninggalkan negara berkembang dan masuk ke negara maju. Maklum, risiko investasi di negara-negara berkembang relatif lebih tinggi dibanding negara-negara maju.
Eskalasi perang dagang juga menyebabkan pertumbuhan ekonomi global semakin melambat. Bahkan pada April 2019, Bank Dunia (World Bank/WB) menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun 2019 menjadi 3,3% dari yang semula 3,5%.
Sementara pada tahun 2020, proyeksi pertumbuhan ekonomi global versi WB tetap berada di level 3,6%.
Tantangan Indonesia
Untuk menghadapi hal tersebut BI menandai sejumlah faktor yang akan menjadi tantangan Indonesia. Salah satu masalah besar masih belum bisa diselesaikan adalah transaksi berjalan.
Sudah sejak akhir tahun 2011, defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD) selalu muncul di Neraca Pembayaran Indonesia (NPI). Transaksi berjalan sendiri merupakan komponen penting yang berperan dalam menjaga stabilitas keuangan dalam negeri.
Bukan hanya sekedar defisit, transaksi berjalan Indonesia juga merupakan yang paling memble diantara negara-negara tetangga seperti Thailand, Malaysia, dan Vietnam.
Tengok saja data tahun 2017, dimana Indonesia mencatat CAD sebesar US$ 16,19 miliar atau setara 1,73% Produk Domestik Bruto (PDB). Pada periode yang sama, Thailand, Malaysia, dan Vietnam mampu mencatat surplus transaksi berjalan yang masing-masing setara 10,5%, 3%, dan 2,74% dari PDB.
Dari data tersebut sudah jelas terlihat bahwa perekonomian Indonesia terindikasi menjadi yang terburuk di antara negara-negara ASEAN.
BERLANJUT KE HALAMAN 2 >>>
Sementara pemerintah tahun ini menargetkan pertumbuhan ekonomi tahun 2019 sebesar 5,3%.
Menurut analisis BI, pertumbuhan ekonomi RI tengah menghadapi sejumlah hambatan.
Sebagaimana yang telah diketahui, pada bulan Mei 2019 Presiden AS, Donald Trump, telah meningkatkan bea impor produk China senilai US$ 200 miliar menjadi 25% (dari yang semula 10%). Pemerintah China juga telah membalas dengan memberi bea impor tambahan antara 5-25% pada produk 'made in USA' senilai US$ 60 miliar.
Sejak saat itu pula, aliran modal mulai meninggalkan negara berkembang dan masuk ke negara maju. Maklum, risiko investasi di negara-negara berkembang relatif lebih tinggi dibanding negara-negara maju.
Eskalasi perang dagang juga menyebabkan pertumbuhan ekonomi global semakin melambat. Bahkan pada April 2019, Bank Dunia (World Bank/WB) menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun 2019 menjadi 3,3% dari yang semula 3,5%.
Sementara pada tahun 2020, proyeksi pertumbuhan ekonomi global versi WB tetap berada di level 3,6%.
Tantangan Indonesia
Untuk menghadapi hal tersebut BI menandai sejumlah faktor yang akan menjadi tantangan Indonesia. Salah satu masalah besar masih belum bisa diselesaikan adalah transaksi berjalan.
![]() |
Sudah sejak akhir tahun 2011, defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD) selalu muncul di Neraca Pembayaran Indonesia (NPI). Transaksi berjalan sendiri merupakan komponen penting yang berperan dalam menjaga stabilitas keuangan dalam negeri.
Bukan hanya sekedar defisit, transaksi berjalan Indonesia juga merupakan yang paling memble diantara negara-negara tetangga seperti Thailand, Malaysia, dan Vietnam.
Tengok saja data tahun 2017, dimana Indonesia mencatat CAD sebesar US$ 16,19 miliar atau setara 1,73% Produk Domestik Bruto (PDB). Pada periode yang sama, Thailand, Malaysia, dan Vietnam mampu mencatat surplus transaksi berjalan yang masing-masing setara 10,5%, 3%, dan 2,74% dari PDB.
Dari data tersebut sudah jelas terlihat bahwa perekonomian Indonesia terindikasi menjadi yang terburuk di antara negara-negara ASEAN.
BERLANJUT KE HALAMAN 2 >>>
Next Page
Ekspor-Impor Kurang Nilai Tambah
Pages
Most Popular