
Jalan Panjang Blok Masela: Laut, Darat, Lalu Nyangkut di KPK
Gustidha Budiartie & Anastasia Arvirianty, CNBC Indonesia
08 July 2019 13:54

Namun, target pemerintah untuk menyetujui dan menandatangani revisi rencana pengembangan (plan of development/POD) tersebut ketika acara G20 Summit di Jepang, kini tinggal asa.
Pasalnya, sampai sekarang, revisi POD tersebut belum juga diteken. Entah apa penyebabnya, Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Dwi Soetjipto pun belum berkomentar banyak. Padahal, semua dokumen terkait penandatanganan sudah sejak jauh hari disiapkan, sinyal juga semakin kuat dengan ditekennya Head of Agreements oleh Satuan Kerja Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas) dan PT Inpex Corporation sebagai pengelola, pada 16 Juni 2019 di Jepang.
Informasi yang diterima CNBC Indonesia, usai penandatanganan HoA tiba-tiba ada surat dari KPK ke SKK Migas yang meminta penjelasan soal mega proyek blok gas di timur Indonesia ini. Para pejabat SKK diminta datang ke KPK, mulai dari Kepala SKK, deputi, dan pejabat lain yang mengurusi. Pemeriksaan ini cukup intens, SKK ditanya mulai dari skema, penggantian pembiayaan, dan dampaknya terhadap negara. Para pejabat SKK Migas berharap pemeriksaan KPK ini tak berlangsung lama, dan bisa segera diputuskan pada pekan depan. "Semoga pekan depan sudah ada kabar baik, karena menurut kami proyek ini baik-baik saja. Jadi bisa segera diteken."
Adapun, Dwi Soetjipto sendiri belum mau bicara banyak soal terganjalnya proyek ini karena KPK. "Boleh gak beri saya waktu 1-2 hari, nanti saya kabarin," ujar Dwi saat dijumpai di Kementerian ESDM, pekan lalu. Sebelumnya, Deputi Pencegahan KPK Pahala Nainggolan mengungkapkan, SK Migas memang sempat meminta bantuan KPK untuk melakukan pemeriksaan dan pengawasan dalam proyek gas akbar ini.
"SKK Migas maunya KPK juga ikut mendampingi untuk implementasi pengembangannya, untuk memastikan tidak ada hal-hal yang mengganggu dari sisi pencegahan korupsi. Mereka sudah paparan awal, dan akan paparan lagi ke pimpinan (KPK)," ujar Deputi Pencegahan KPK, Pahala Nainggolan, kepada CNBC Indonesia, Rabu (26/6/2019).
Lebih lanjut ia mengatakan, pengawasan yang diberikan utamanya dalam hal biaya pengembangan. Sebab, imbuh Pahala, karena proyek tersebut menggunakan skema cost recovery, jadi ada pembelian barang dan jasa. "Kalau biaya pengembangannya irit atau hemat, kan ujungnya bagian pemerintah jadi lebih banyak," pungkas Pahala.
(gus)
Pasalnya, sampai sekarang, revisi POD tersebut belum juga diteken. Entah apa penyebabnya, Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Dwi Soetjipto pun belum berkomentar banyak. Padahal, semua dokumen terkait penandatanganan sudah sejak jauh hari disiapkan, sinyal juga semakin kuat dengan ditekennya Head of Agreements oleh Satuan Kerja Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas) dan PT Inpex Corporation sebagai pengelola, pada 16 Juni 2019 di Jepang.
Informasi yang diterima CNBC Indonesia, usai penandatanganan HoA tiba-tiba ada surat dari KPK ke SKK Migas yang meminta penjelasan soal mega proyek blok gas di timur Indonesia ini. Para pejabat SKK diminta datang ke KPK, mulai dari Kepala SKK, deputi, dan pejabat lain yang mengurusi. Pemeriksaan ini cukup intens, SKK ditanya mulai dari skema, penggantian pembiayaan, dan dampaknya terhadap negara. Para pejabat SKK Migas berharap pemeriksaan KPK ini tak berlangsung lama, dan bisa segera diputuskan pada pekan depan. "Semoga pekan depan sudah ada kabar baik, karena menurut kami proyek ini baik-baik saja. Jadi bisa segera diteken."
Adapun, Dwi Soetjipto sendiri belum mau bicara banyak soal terganjalnya proyek ini karena KPK. "Boleh gak beri saya waktu 1-2 hari, nanti saya kabarin," ujar Dwi saat dijumpai di Kementerian ESDM, pekan lalu. Sebelumnya, Deputi Pencegahan KPK Pahala Nainggolan mengungkapkan, SK Migas memang sempat meminta bantuan KPK untuk melakukan pemeriksaan dan pengawasan dalam proyek gas akbar ini.
"SKK Migas maunya KPK juga ikut mendampingi untuk implementasi pengembangannya, untuk memastikan tidak ada hal-hal yang mengganggu dari sisi pencegahan korupsi. Mereka sudah paparan awal, dan akan paparan lagi ke pimpinan (KPK)," ujar Deputi Pencegahan KPK, Pahala Nainggolan, kepada CNBC Indonesia, Rabu (26/6/2019).
Lebih lanjut ia mengatakan, pengawasan yang diberikan utamanya dalam hal biaya pengembangan. Sebab, imbuh Pahala, karena proyek tersebut menggunakan skema cost recovery, jadi ada pembelian barang dan jasa. "Kalau biaya pengembangannya irit atau hemat, kan ujungnya bagian pemerintah jadi lebih banyak," pungkas Pahala.
Pages
Most Popular