Rapor 5 Tahun Kabinet Jokowi
Rapor Menteri Airlangga: Konsep Ok, Eksekusi Nothing
Hidayat Setiaji & Anthony Kevin, CNBC Indonesia
05 July 2019 13:31

Pembangunan industri nasional berada dalam ranah Kementerian Perindustrian. Di Kabinet Kerja 2014-2019, Saleh Husin menjabat menteri perindustrian hingga Juli 2016 sebelum digantikan oleh Airlangga Hartarto sampai sekarang.
Sang Ketua Umum Partai Golkar sepertinya sudah menyadari bahwa sektor industri dalam negeri butuh servis besar, butuh overhaul. Tidak hanya overhaul, pembangunan industri juga harus disesuaikan dengan kebutuhan terkini.
Guna melengkapi pembangunan infrastruktur secara masif yang digalakkan oleh Jokowi, Airlangga kemudian menuangkan rencana pengembangan industri pengolahan tanah air dalam program bertajuk Making Indonesia 4.0. Artinya, pembangunan industri harus sejalan dengan arus utama saat ini yaitu berbasis teknologi.
"Penerapan 4IR (revolusi industri keempat) membuka peluang untuk merevitalisasi kembali industri manufaktur kita, meningkatkan produktivitas pekerja, mendorong ekspor, serta membuka sekitar 10 juta lapangan pekerjaan tambahan yang akan menjadi landasan pertumbuhan ekonomi Indonesia untuk menuju 10 ekonomi terbesar di dunia," sebut Airlangga dalam kata sambutan dokumen Making Indonesia 4.0.
Ada empat pilar utama dalam program Industri 4.0 a la Kemenperin. Pertama adalah menjadikan Indonesia masuk 10 besar perekonomian dunia pada 2030. Saat ini Indonesia berada di peringkat 16.
Kedua adalah menggandakan rasio produktivitas terhadap biaya (produtivity-cost ratio). Ketiga adalah mendorong net ekspor hingga berkontribusi 10% terhadap PDB.
Pada 2018, ekspor menyumbang 21,13% terhadap PDB sementara impor menjadi faktor pengurang dengan angka 23,7%. Jadi secara net malah negatif, ekspor tidak memberi kontribusi justru menjadi beban bagi PDB.
Baca:
Bukan Melesat, Ekonomi RI Malah Meleset dan Neraca Jeblok
Pilar keempat adalah menganggarkan 2% dari PDB untuk penelitian dan pengembangan (R&D). Hal ini dilakukan untuk mendorong inisiatif penguasaan dan pengembangan teknologi pada masa mendatang.
Kemudian, Kemenperin akan berfokus kepada lima industri yaitu makanan-minuman, tekstil dan produk tekstil, otomotif, elektronik, dan kimia. Lima sektor ini dipilih karena menyumbang 60% dari PDB industri manufaktur, 65% dari ekspor manufaktur, dan 60% dari lapangan kerja manufaktur.
"4IR mencakup beragam teknologi canggih seperti kecerdasan buatan, internet of things, wearables, robotika, dan 3D printing. Indonesia akan berfokus pada lima sektor utama untuk penerapan awal teknologi ini. Indonesia akan mengevaluasi strategi dari setiap fokus sektor setiap 3-4 tahun untuk meninjau kemajuannya dan mengatasi tantangan pelaksanaannya," sebut dokumen Making Indonesia 4.0.
Berdasarkan kajian Kemenperin, implementasi Making Indonesia 4.0 bisa mendongkrak pertumbuhan PDB sebesar 1-2% per tahun sehingga pertumbuhan ekonomi bisa mencapai rata-rata 6-7% hingga 2030. Kemudian kontribusi industri manufaktur terhadap pembentukan PDB akan naik menjadi 21-26%. Lalu ekspor neto bisa menaikkan kontribusinya menjadi 5-10% terhadap PDB.
"Selain kenaikan produktivitas, Making Indonesia 4.0 menjanjikan pembukaan lapangan pekerjaan sebanyak 7-19 juta, baik di sektor manufaktur maupun non-manufaktur, pada 2030 sebagai akibat dari permintaan ekspor yang lebih besar," sebut dokumen Making Indonesia 4.0.
Program Making Indonesia 4.0 dicanangkan pada 2018. Sejauh ini hasilnya ada sedikit terlihat, tetapi ya itu. Sedikit.
Pada kuartal I-2019, kontribusi industri terhadap PDB naik menjadi 20,07% dari kisaran 19% pada 2018. Sementara net ekspor mengurangi PDB sebesar 0,26%. Masih minus, tetapi membaik ketimbang kuartal sebelumnya.
Making Indonesia 4.0 adalah sebuah program jangka panjang, yang jika dijalankan secara konsisten bisa saja menyembuhkan tulang punggung ekonomi nasional dari osteoporosis.
Secara konsep, sebenarnya Airlangga sudah oke. Sudah on track lah. Namun soal implementasi, nanti dulu...
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/dru)
Sang Ketua Umum Partai Golkar sepertinya sudah menyadari bahwa sektor industri dalam negeri butuh servis besar, butuh overhaul. Tidak hanya overhaul, pembangunan industri juga harus disesuaikan dengan kebutuhan terkini.
Guna melengkapi pembangunan infrastruktur secara masif yang digalakkan oleh Jokowi, Airlangga kemudian menuangkan rencana pengembangan industri pengolahan tanah air dalam program bertajuk Making Indonesia 4.0. Artinya, pembangunan industri harus sejalan dengan arus utama saat ini yaitu berbasis teknologi.
Ada empat pilar utama dalam program Industri 4.0 a la Kemenperin. Pertama adalah menjadikan Indonesia masuk 10 besar perekonomian dunia pada 2030. Saat ini Indonesia berada di peringkat 16.
Kedua adalah menggandakan rasio produktivitas terhadap biaya (produtivity-cost ratio). Ketiga adalah mendorong net ekspor hingga berkontribusi 10% terhadap PDB.
Pada 2018, ekspor menyumbang 21,13% terhadap PDB sementara impor menjadi faktor pengurang dengan angka 23,7%. Jadi secara net malah negatif, ekspor tidak memberi kontribusi justru menjadi beban bagi PDB.
Baca:
Bukan Melesat, Ekonomi RI Malah Meleset dan Neraca Jeblok
Pilar keempat adalah menganggarkan 2% dari PDB untuk penelitian dan pengembangan (R&D). Hal ini dilakukan untuk mendorong inisiatif penguasaan dan pengembangan teknologi pada masa mendatang.
Kemudian, Kemenperin akan berfokus kepada lima industri yaitu makanan-minuman, tekstil dan produk tekstil, otomotif, elektronik, dan kimia. Lima sektor ini dipilih karena menyumbang 60% dari PDB industri manufaktur, 65% dari ekspor manufaktur, dan 60% dari lapangan kerja manufaktur.
"4IR mencakup beragam teknologi canggih seperti kecerdasan buatan, internet of things, wearables, robotika, dan 3D printing. Indonesia akan berfokus pada lima sektor utama untuk penerapan awal teknologi ini. Indonesia akan mengevaluasi strategi dari setiap fokus sektor setiap 3-4 tahun untuk meninjau kemajuannya dan mengatasi tantangan pelaksanaannya," sebut dokumen Making Indonesia 4.0.
Berdasarkan kajian Kemenperin, implementasi Making Indonesia 4.0 bisa mendongkrak pertumbuhan PDB sebesar 1-2% per tahun sehingga pertumbuhan ekonomi bisa mencapai rata-rata 6-7% hingga 2030. Kemudian kontribusi industri manufaktur terhadap pembentukan PDB akan naik menjadi 21-26%. Lalu ekspor neto bisa menaikkan kontribusinya menjadi 5-10% terhadap PDB.
"Selain kenaikan produktivitas, Making Indonesia 4.0 menjanjikan pembukaan lapangan pekerjaan sebanyak 7-19 juta, baik di sektor manufaktur maupun non-manufaktur, pada 2030 sebagai akibat dari permintaan ekspor yang lebih besar," sebut dokumen Making Indonesia 4.0.
Program Making Indonesia 4.0 dicanangkan pada 2018. Sejauh ini hasilnya ada sedikit terlihat, tetapi ya itu. Sedikit.
Pada kuartal I-2019, kontribusi industri terhadap PDB naik menjadi 20,07% dari kisaran 19% pada 2018. Sementara net ekspor mengurangi PDB sebesar 0,26%. Masih minus, tetapi membaik ketimbang kuartal sebelumnya.
Making Indonesia 4.0 adalah sebuah program jangka panjang, yang jika dijalankan secara konsisten bisa saja menyembuhkan tulang punggung ekonomi nasional dari osteoporosis.
Secara konsep, sebenarnya Airlangga sudah oke. Sudah on track lah. Namun soal implementasi, nanti dulu...
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/dru)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular