Rapor 5 Tahun Kabinet Jokowi

Rapor Menteri Rini: Laba BUMN Gemuk, Utang-Fraud Menghantui

Arif Gunawan, CNBC Indonesia
05 July 2019 06:28
Pisau Bermata Dua Bernama ‘Sinergi Membangun Negeri’
Foto: Menteri BUMN Rini Soemarno saat peluncuran LinkAja
Di luar kedua perusahaan pelat merah yang “memoles” laporan keuangannya, kebanyakan BUMN lain membukukan laba bersih berkat strategi Rini yakni ‘sinergi BUMN’. Strategi ini mengisyaratkan BUMN untuk saling berkongsi menggarap proyek-proyek pemerintah, sehingga kue belanja pembangunan mampir menjadi laba bersih bagi BUMN yang terlibat.

Sinergi ini misalnya terjadi di pembangunan proyek-proyek infrastruktur, di mana pihak pemberi pendanaan adalah konsorsium bank pelat merah kepada BUMN karya sebagai kontraktor, dan anak-anak usaha mereka sebagai pemasok bahan baku dan barang modal.

Dengan strategi ini, “kue pembangunan” yang terkucur dari APBN bisa termonetisasi sebesar-besarnya untuk memperbesar pundi-pundi laba bersih pelat merah, karena proyek-proyek yang semula bisa dinikmati swasta nasional kini terfokus menjadi milik BUMN dan madunya yang termanis dinikmati oleh BUMN.

Namun, strategi ini mengundang beberapa kritikan. Setidaknya, ada dua kritikan yang mengemuka. Pertama, terkait dengan praktik sinergi tersebut yang rawan menimbulkan praktik bisnis monopoli yang berujung pada inefisiensi industri serta fraud. Kita melihat eskalasi jumlah kasus-kasus di BUMN dalam tiga tahun terakhir ini.



Hal ini sudah pernah disuarakan oleh Komisioner Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Saidah Sakwan pada 2016 dengan mengingatkan bahwa holding BUMN dan sinergi BUMN sangat rawan dengan praktik monopoli. Alasannya, sinergi memungkinkan para petinggi BUMN untuk mem-barrier pemain usaha lain untuk masuk ke sektor yang mereka garap.

Kedua, terjadinya pengkerdilan sektor swasta karena proyek-proyek yang dalam logika business to business (B to B) bisa digarap oleh swasta pada akhirnya diraup semuanya oleh BUMN. Swasta pun hanya bisa gigit jari dan berharap proyek non-pemerintah masih bergulir di tengah stagnannya pertumbuhan ekonomi di angka 5%.

Dan kini, ketika muncul keprihatinan seputar kemungkinan sudah terlampauinya batas maksimum pemberian kredit (BMPK) dari bank BUMN terhadap BUMN Karya—sehingga tak memungkinkan mereka menyalurkan kredit lagi ke pihak yang sama, swasta pun mulai dilirik dan diharapkan membeli proyek tol yang sudah jadi.

Berminatkah swasta? Mengutip Ketua Dewan Pertimbangan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi, kemungkinan itu kecil. Alasannya, BUMN membangun proyek-proyek tersebut dengan biaya yang mahal. Mengingat inefisiensi bisnis memang sangat berpeluang terjadi di tengah praktik sinergi “perusahaan sedarah” yang minim kompetisi terbuka ini, kekhawatiran Sofjan menjadi terdengar beralasan.

Lalu, akankah Presiden Joko Widodo (Jokowi) membiarkan praktik pemolesan dan penghisapan kue APBN oleh BUMN ini berlarut-larut pada periode kedua pemerintahannya? Kita tunggu saja. Namun sebelum itu, sebaiknya kita lihat dulu apakah menteri yang ditolak lembaga legislatif ini bakal kembali memegang peran kunci pembentukan kabinet Jokowi.


TIM RISET CNBC INDONESIA

(ags/dru)

Pages

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular