Internasional

Lalai Cegah Bom, Eks Bos Polisi & Menhan Sri Lanka Ditangkap

Rehia Sebayang, CNBC Indonesia
03 July 2019 18:46
Kepala Polisi Sri Lanka dan mantan Menhan Hemasiri Fernando telah ditangkap karena tuduhan melalaikan tugas terkait tragedi pemboman Minggu Paskah.
Foto: Patung Yesus Kristus yang terciprat darah terlihat saat para pejabat TKP memeriksa lokasi ledakan bom, saat matahari bersinar melalui atap yang hancur, di dalam. Gereja St Sebastian di Negombo, Sri Lanka 21 April 2019. (REUTERS / Stringer)
Jakarta, CNBC Indonesia- Kepala Polisi Sri Lanka Pujith Jayasundara dan mantan menteri pertahanan Hemasiri Fernando telah ditangkap karena tuduhan melalaikan tugas terkait tragedi pemboman Minggu Paskah (21/4/2019).

Kejadian itu menewaskan lebih dari 250 orang dan sekitar 500 orang terluka di beberapa gereja dan hotel di negara itu.

Juru bicara kepolisian Ruwan Gunasekara mengatakan kedua pejabat itu ditangkap saat sedang dirawat di rumah sakit, Selasa (3/7/2019). Hingga saat ini mereka masih berada di rumah sakit menjalani perawatan di bawah pengawasan polisi,

Fernando telah mengundurkan diri setelah tragedi bom terjadi, sementara Jayasundara sedang menjalani cuti wajib. Jayasundara mengatakan Presiden Sri Lanka, Maithripala Sirisena, memintanya bertanggung jawab dan mengundurkan diri setelah peristiwa pemboman terjadi. Dia juga mengatakan akan dibebaskan dalam penyelidikan berikutnya.


Penangkapan itu terjadi sehari setelah jaksa meminta polisi menjelaskan mengapa mereka tidak menangkap dua mantan pejabat senior meskipun diperintahkan untuk melakukannya.

Pada hari Senin, departemen jaksa agung mengatakan dalam sebuah surat kepada pejabat kepala polisi CD Wickremaratne bahwa mereka telah memerintahkan Fernando dan Jayasundara untuk ditetapkan sebagai tersangka dan diajukan ke pengadilan. Komisi penyelidikan presiden menyatakan menemukan alasan untuk menuduh mereka melalaikan tugas dan kelalaian pidana.

Mengutip The Guardian, dalam surat dikatakan bahwa kedua orang tersebut telah terlibat "kejahatan berat terhadap kemanusiaan" di bawah hukum internasional.

Sebelumnya, beberapa hari setelah pemboman, para pejabat tinggi itu mengakui telah menerima laporan intelijen tentang rencana pemboman, tetapi mereka tidak menindaklanjuti laporan itu.

Lakshman Kiriella, pemimpin parlemen, mengatakan para pejabat tinggi sengaja menyembunyikan informasi tentang kemungkinan serangan tersebut.

"Para pejabat keamanan tingkat tinggi tidak mengambil tindakan yang tepat," tambah Kiriella, yang juga menteri perusahaan publik, kepada parlemen, Jumat (26/4/2019).

Dia mengatakan informasi tentang kemungkinan serangan diterima dari intelijen India pada 4 April dan pertemuan Dewan Keamanan yang dipimpin oleh Presiden Maithripala Sirisena tiga hari kemudian, tetapi informasi tersebut tidak dibagikan secara lebih luas.

Gunasekara mengatakan korban tewas akibat serangan terhadap gereja-gereja dan hotel-hotel berjumlah 253 orang dan sekitar 500 lainnya terluka. Beberapa di antara korban adalah warga negara asing yang berasal dari Inggris, Amerika Serikat (AS), Australia, Turki, India, China, Denmark, Belanda, dan Portugis.

Sebelumnya dilaporkan, sebanyak delapan ledakan telah terjadi di tiga hotel bintang lima dan tiga gereja. Menurut saksi, dua diantara ledakan tersebut disebabkan oleh bom bunuh diri.

Tiga hotel berbintang lima tersebut adalah Shangri-La Hotel, Cinnamon Grand, dan The Kingsbury Colombo di ibu kota Sri Lanka, Kolombo. Ketiga hotel itu adalah hotel-hotel yang ramai dikunjungi turis.

Sementara, tiga gereja juga tak luput dari pengeboman Minggu pagi saat perayaan Paskah, yakni Gereja Katolik St Anthony's Shrine di Kolombo, Gereja St Sebastian di Negombo, dan Gereja Zion di kota Batticaloa. Ledakan terjadi ketika jemaat menghadiri misa Paskah.

Pada Rabu (24/4/2019), Wakil Menteri Pertahanan Ruwan Wijewardene mengatakan ada Sembilan pelaku pengeboman Sri Lanka, salah satunya adalah seorang wanita. Penyelidikan itu juga mengungkapkan bahwa salah satu dari pelaku pernah bersekolah di Inggris dan Australia.


Para pelaku pengeboman juga diketahui merupakan pemeluk agama Islam, terdidik, dan berasal dari keluarga kaya.

"Sebagian besar pengebom berpendidikan tinggi, berasal dari keluarga yang kuat secara ekonomi. Beberapa dari mereka menempuh pendidikan di luar negeri," kata Wijewardene dalam konferensi pers.

"Salah satu dari mereka, kita tahu pergi ke Inggris, kemudian ke Australia untuk memperoleh gelar sarjana hukum. Mitra asing, termasuk Inggris, membantu kami dalam penyelidikan itu," tambahnya, mengutip Reuters.

Saksikan Video Pasca Teror Bom Sri Lanka

[Gambas:Video CNBC]


(dob/dob) Next Article Korban Bom Sri Lanka Bertambah, 138 Meninggal & 400 Terluka

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular