
Mulai Sulit Pendanaan, Bisnis Pembangkit Batu Bara Senjakala?
Anastasia Arvirianty, CNBC Indonesia
24 June 2019 18:57

Nusa Dua, CNBC Indonesia- Di tengah massifnya gerakan penggunaan energi ramah lingkungan, investor mulai kurang tertarik mendanai pembangkit listrik batu bara. Benarkah bisnis pembangkit ini sedang memasuki senjakala?
Hal ini setidaknya terjadi di negara-negara Eropa, dan sedang mulai menjalar di Australia. Pandangan serupa juga disampaikan oleh Lead Adviser, Energy, Utilities & Mining PwC Indonesia Sacha Winzenried di gelaran Coaltrans Asia Conference di Bali.
Menanggapi hal ini, Wakil Direktur Utama PT Adaro Power Dharma Djojonegoro tidak menampik hal tersebut. Ia mengatakan, dalam satu atau dua tahun mendatang, akan lebih banyak perbankan yang tidak mau memberikan pendanaan.
Tetapi, Ia menambahkan,perbankan China dan Malaysia masih menyediakan pembiayaan untuk pembangkit listrik tenaga batu bara, sementara perbankan dari Jepang dan Korea hanya akan mendukung proyek-proyek ultra-kritis.
"Kalau perbankan di Uni Eropa, Singapura telah menolak untuk membiayai. Sedangkan perbankan Indonesia masih akan menyediakan pembiayaan tetapi ada pertanyaan tentang likuiditas mereka. Sehingga, pembiayaan juga menjadi lebih mahal," ujar Dharma ketika dijumpai di kesempatan yang sama.
Kendati demikian, Executive Vice Presiden Batu Bara PT PLN (Persero) Harlen En mengatakan, secara makro, proyek pembangkit listrik batu bara masih atraktif bagi investor. Permintaan masih akan meningkat.
"Kami mencoba untuk terus mengelaborasi dan berkolaborasi antara IPP dan PLN, sesuai dengan kebijakan pemerintah," pungkasnya.
(gus) Next Article 2021 Ekonomi Pulih, Konsumsi Batu Bara Dunia Bisa Naik 2,6%
Hal ini setidaknya terjadi di negara-negara Eropa, dan sedang mulai menjalar di Australia. Pandangan serupa juga disampaikan oleh Lead Adviser, Energy, Utilities & Mining PwC Indonesia Sacha Winzenried di gelaran Coaltrans Asia Conference di Bali.
Tetapi, Ia menambahkan,perbankan China dan Malaysia masih menyediakan pembiayaan untuk pembangkit listrik tenaga batu bara, sementara perbankan dari Jepang dan Korea hanya akan mendukung proyek-proyek ultra-kritis.
"Kalau perbankan di Uni Eropa, Singapura telah menolak untuk membiayai. Sedangkan perbankan Indonesia masih akan menyediakan pembiayaan tetapi ada pertanyaan tentang likuiditas mereka. Sehingga, pembiayaan juga menjadi lebih mahal," ujar Dharma ketika dijumpai di kesempatan yang sama.
Kendati demikian, Executive Vice Presiden Batu Bara PT PLN (Persero) Harlen En mengatakan, secara makro, proyek pembangkit listrik batu bara masih atraktif bagi investor. Permintaan masih akan meningkat.
"Kami mencoba untuk terus mengelaborasi dan berkolaborasi antara IPP dan PLN, sesuai dengan kebijakan pemerintah," pungkasnya.
(gus) Next Article 2021 Ekonomi Pulih, Konsumsi Batu Bara Dunia Bisa Naik 2,6%
Most Popular