Awas! Negara di Asia Bisa Jadi Korban Terparah Perang Dagang
Rehia Sebayang, CNBC Indonesia
19 June 2019 14:16

Jakarta, CNBC Indonesia - Perang dagang Amerika Serikat (AS)-China mengancam memperlambat volume perdagangan global, dan kemungkinan akan membuat ekonomi berbagai negara yang bergantung pada ekspor seperti Jepang, Korea Selatan, dan Taiwan, menjadi yang paling dirugikan.
Demikian disampaikan Steve Cochrane, kepala ekonom Asia Pasifik di Moody's Analytics, Selasa (18/6/2019).
Ekonomi Asia seperti Jepang, Korea Selatan, dan Taiwan "sangat terpapar" terhadap ekonomi China, katanya. Hal itu mungkin terjadi karena selain melayani konsumen China, ketiga ekonomi itu juga memasok produk yang dirakit dan dijual oleh pabrik di Negeri Tirai Bambu ke berbagai pasar dunia, seperti AS.
"Mereka sangat bergantung pada hubungan perdagangan dengan China, dan sangat terkait dengan permintaan domestik di China dan dalam hal rantai pasokan yang lebih luas. Jadi mereka sangat, sangat terpapar," kata Cochrane dalam acara "Squawk Box" CNBC, Selasa.
China dan AS, dua ekonomi terbesar di dunia, telah terlibat dalam perang tarif yang dimulai sejak lebih dari setahun yang lalu. Bulan lalu, ketegangan antara kedua negara meluas melampaui perdagangan, ke berbagai bidang seperti teknologi dan keamanan.
AS juga memasukkan Huawei, perusahaan telekomunikasi terbesar dunia asal China, ke dalam daftar hitam atau blacklist. Langkah itu membatasi perusahaan AS dalam menjalankan bisnis dengan Huawei.
Bursa Asia paling merugi
Sejak perang dagang memanas bulan lalu, bursa-bursa saham di Jepang, Korea Selatan, dan Taiwan telah menjadi beberapa di antara yang paling merugi di Asia. Hal itu sebagian terjadi karena tiga ekonomi itu adalah eksportir utama komponen teknologi ke China, dan beberapa perusahaan yang terdaftar di pasar tersebut adalah pemasok ke Huawei.
Pergerakan saham ke zona positif di tiga pasar saham itu akan tergantung pada perkembangan perang dagang antara AS dan China dalam beberapa minggu mendatang, kata para analis, mengutip CNBC International. Mereka mengatakan para investor akan mengamati pertemuan G-20 yang diadakan pada akhir Juni mendatang.
Sebab, Presiden AS Donald Trump sebelumnya telah mengindikasikan bahwa dia akan memutuskan apakah akan mengenakan tarif impor tambahan pada barang-barang China setelah pertemuan itu.
Untuk saat ini, banyak investor asing menjauh dari saham-saham di Jepang, Korea Selatan, dan Taiwan. Data dari bursa saham utama di tiga pasar itu menunjukkan bahwa investor asing telah banyak menjual saham sejak Mei.
"Saya kira, selama dua hingga tiga bulan berikutnya, pada dasarnya akan ada dua kemungkinan hasil," kata John Woods, kepala investasi Asia Pasifik di Credit Suisse, dalam acara "Squawk Box" CNBC Jumat lalu.
"Jika kita mendapat penyelesaian positif atas perang dagang, saya pikir Anda akan melihat pasar-pasar itu melambung cukup tinggi dalam periode waktu yang cukup singkat," katanya.
Namun, jika kebalikannya terjadi, tiga pasar Asia utara itu "mungkin merupakan bursa yang harus dihindari," kata Woods.
Saksikan pernyataan Trump terkait perang dagang AS-China berikut ini.
[Gambas:Video CNBC]
(prm) Next Article Era Biden-Harris, Perang Dagang AS-China Berlanjut?
Demikian disampaikan Steve Cochrane, kepala ekonom Asia Pasifik di Moody's Analytics, Selasa (18/6/2019).
Ekonomi Asia seperti Jepang, Korea Selatan, dan Taiwan "sangat terpapar" terhadap ekonomi China, katanya. Hal itu mungkin terjadi karena selain melayani konsumen China, ketiga ekonomi itu juga memasok produk yang dirakit dan dijual oleh pabrik di Negeri Tirai Bambu ke berbagai pasar dunia, seperti AS.
China dan AS, dua ekonomi terbesar di dunia, telah terlibat dalam perang tarif yang dimulai sejak lebih dari setahun yang lalu. Bulan lalu, ketegangan antara kedua negara meluas melampaui perdagangan, ke berbagai bidang seperti teknologi dan keamanan.
AS juga memasukkan Huawei, perusahaan telekomunikasi terbesar dunia asal China, ke dalam daftar hitam atau blacklist. Langkah itu membatasi perusahaan AS dalam menjalankan bisnis dengan Huawei.
Bursa Asia paling merugi
Sejak perang dagang memanas bulan lalu, bursa-bursa saham di Jepang, Korea Selatan, dan Taiwan telah menjadi beberapa di antara yang paling merugi di Asia. Hal itu sebagian terjadi karena tiga ekonomi itu adalah eksportir utama komponen teknologi ke China, dan beberapa perusahaan yang terdaftar di pasar tersebut adalah pemasok ke Huawei.
![]() |
Pergerakan saham ke zona positif di tiga pasar saham itu akan tergantung pada perkembangan perang dagang antara AS dan China dalam beberapa minggu mendatang, kata para analis, mengutip CNBC International. Mereka mengatakan para investor akan mengamati pertemuan G-20 yang diadakan pada akhir Juni mendatang.
Sebab, Presiden AS Donald Trump sebelumnya telah mengindikasikan bahwa dia akan memutuskan apakah akan mengenakan tarif impor tambahan pada barang-barang China setelah pertemuan itu.
Untuk saat ini, banyak investor asing menjauh dari saham-saham di Jepang, Korea Selatan, dan Taiwan. Data dari bursa saham utama di tiga pasar itu menunjukkan bahwa investor asing telah banyak menjual saham sejak Mei.
"Saya kira, selama dua hingga tiga bulan berikutnya, pada dasarnya akan ada dua kemungkinan hasil," kata John Woods, kepala investasi Asia Pasifik di Credit Suisse, dalam acara "Squawk Box" CNBC Jumat lalu.
"Jika kita mendapat penyelesaian positif atas perang dagang, saya pikir Anda akan melihat pasar-pasar itu melambung cukup tinggi dalam periode waktu yang cukup singkat," katanya.
Namun, jika kebalikannya terjadi, tiga pasar Asia utara itu "mungkin merupakan bursa yang harus dihindari," kata Woods.
Saksikan pernyataan Trump terkait perang dagang AS-China berikut ini.
[Gambas:Video CNBC]
(prm) Next Article Era Biden-Harris, Perang Dagang AS-China Berlanjut?
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular