
Jejak Suram Reklamasi Jakarta: Dari Politik Sampai Kasus Suap
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
17 June 2019 12:25

Jakarta, CNBC Indonesia - Cukup lama tidak terdengar kabarnya, isu reklamasi Teluk Jakarta kembali menyeruak. Penyebabnya adalah gambaran bahwa pulau-pulau hasil reklamasi sudah diisi dengan bangunan hunian.
Munculnya bangunan tersebut tentu bukan tanpa latar belakang. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sudah memberikan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) kepada para pengembang, sehingga bisa melakukan proses konstruksi secara legal.
Reklamasi atau perluasan lahan dengan menguruk tanah di laut memiliki sejarah yang cukup panjang. Ide ini kali pertama muncul pada 1995, di mana kala itu muncul wacana memperluas wilayah ibu kota karena lahan yang ada sudah tidak lagi memungkinkan untuk pengembangan lebih lanjut.
Prosesnya diawali dengan kelahiran Keputusan Presiden (Kepres) No 52/1995 tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta. Aturan ini diturunkan ke Peraturan Daerah (Perda) No 8/1995.
Di bagian konsideran (menimbang) Keppres No 52/1995, disebutkan bahwa untuk mewujudkan fungsi kawasan Pantai Utara Jakarta sebagai Kawasan Andalan, diperlukan upaya penataan dan pengembangan Kawasan Pantai Utara melalui reklamasi pantai utara dan sekaligus menata ruang daratan pantai yang ada secara terarah dan terpadu. Ini adalah titik mula rencana reklamasi di wilayah tersebut.
Namun program ini ternyata tidak mulus. Setelah hilang akibat terpaan krisis ekonomi 1997-1998, kabar seputar reklamasi Teluk Jakarta baru muncul lagi pada 2003.
Adalah Kementerian Lingkungan Hidup yang menerbitkan aturan yang menolak proyek ini. Melalui Surat Keputusan (SK) Menteri Negara Lingkungan Hidup No 14/2003, kementerian mengambil keputusan tersebut setelah melakukan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) atas proyek reklamasi. Beberapa dampak negatifnya antara lain kerusakan ekosistem laut sampai gangguan terhadap pembangkit listrik di daerah Muara Karang.
Sempat terjadi saling gugat antara pengembang dan Kementerian Lingkungan Hidup. Namun pada 2009, Mahkamah Agung memenangkan kasasi yang diajukan kementerian sehingga reklamasi dinyatakan tidak sah.
Namun pada 2011, MA kembali menyatakan reklamasi Teluk Jakarta sah dengan syarat Pemerintah Provinsi DKI Jakarta harus memperbaiki proposal yang dibuat pada 2003. Kemudian pada 2012, terbitlah Peraturan Presiden (Perpres) No 122/2012 tentang Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. Aturan ini menjadi dasar dimulainya kembali proyek reklamasi Jakarta.
(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
Munculnya bangunan tersebut tentu bukan tanpa latar belakang. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sudah memberikan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) kepada para pengembang, sehingga bisa melakukan proses konstruksi secara legal.
Reklamasi atau perluasan lahan dengan menguruk tanah di laut memiliki sejarah yang cukup panjang. Ide ini kali pertama muncul pada 1995, di mana kala itu muncul wacana memperluas wilayah ibu kota karena lahan yang ada sudah tidak lagi memungkinkan untuk pengembangan lebih lanjut.
Di bagian konsideran (menimbang) Keppres No 52/1995, disebutkan bahwa untuk mewujudkan fungsi kawasan Pantai Utara Jakarta sebagai Kawasan Andalan, diperlukan upaya penataan dan pengembangan Kawasan Pantai Utara melalui reklamasi pantai utara dan sekaligus menata ruang daratan pantai yang ada secara terarah dan terpadu. Ini adalah titik mula rencana reklamasi di wilayah tersebut.
Namun program ini ternyata tidak mulus. Setelah hilang akibat terpaan krisis ekonomi 1997-1998, kabar seputar reklamasi Teluk Jakarta baru muncul lagi pada 2003.
Adalah Kementerian Lingkungan Hidup yang menerbitkan aturan yang menolak proyek ini. Melalui Surat Keputusan (SK) Menteri Negara Lingkungan Hidup No 14/2003, kementerian mengambil keputusan tersebut setelah melakukan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) atas proyek reklamasi. Beberapa dampak negatifnya antara lain kerusakan ekosistem laut sampai gangguan terhadap pembangkit listrik di daerah Muara Karang.
Sempat terjadi saling gugat antara pengembang dan Kementerian Lingkungan Hidup. Namun pada 2009, Mahkamah Agung memenangkan kasasi yang diajukan kementerian sehingga reklamasi dinyatakan tidak sah.
Namun pada 2011, MA kembali menyatakan reklamasi Teluk Jakarta sah dengan syarat Pemerintah Provinsi DKI Jakarta harus memperbaiki proposal yang dibuat pada 2003. Kemudian pada 2012, terbitlah Peraturan Presiden (Perpres) No 122/2012 tentang Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. Aturan ini menjadi dasar dimulainya kembali proyek reklamasi Jakarta.
(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
Next Page
Reklamasi di Tangan Ahok dan Anies
Pages
Most Popular