Sawit Diganjal di Eropa, Pemerintah Sewa Pengacara Asing

Pablo I. Pareira, CNBC Indonesia
14 June 2019 15:36
Perusahaan firma internasional jadi pilihan pemerintah untuk menghadapi proses hukum sawit di WTO dan Uni Eropa.
Foto: UE Tuding Biodiesel Indonesia dapat Subsidi (CNBC Indonesia TV)
Jakarta, CNBC Indonesia - Kementerian Perdagangan (Kemendag) sedang menyiapkan tim kuasa hukum internasional untuk menggugat Uni Eropa di Badan Penyelesaian Sengketa (Dispute Settlement Body/DSB) organisasi perdagangann dunia atau WTO.

Pemerintah memutuskan untuk menggugat Uni Eropa setelah Uni Eropa secara sepihak menerbitkan Renewable Energy Directives (RED) II serta aturan pelaksanaannya (delegated acts).

Kebijakan tersebut dianggap diskriminatif karena menghapus minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) dari daftar bahan bakar nabati (biofuel) yang berkelanjutan. Aturan itu juga sebagai sikap Uni Eropa yang menganggap perkebunan sawit telah mengakibatkan kerusakan lingkungan dan deforestasi besar-besaran.

Di sisi lain seperti minyak produksi negara-negara di Uni Eropa kedelai (soybean oil), minyak biji bunga matahari (sunflower oil) atau rapeseed oil justru sebaliknya.

Otoritas Benua Biru bahkan berniat mengurangi secara bertahap penggunaan biofuel berbasis CPO di seluruh wilayahnya hingga mencapai 0% di 2030, sebuah pukulan telak bagi industri sawit Tanah Air.



Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag Oke Nurwan mengatakan pihaknya sedang memilih firma hukum (law firm) yang akan mewakili pemerintah di DSB WTO.

Rencananya, pemerintah dan asosiasi industri sawit dalam negeri seperti Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) dan Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi) akan menggugat Uni Eropa secara bersamaan melalui WTO dan Pengadilan Tinggi Uni Eropa (European Court of Justice/ECJ).

"Ini kita masih memilih law firm yang akan mendampingi pemerintah, kebanyakan dari luar negeri. Mereka presentasi ke kita dan nanti ada panitia yang akan menetapkan. Kita pun lagi menentukan sejauh mana kita akan bergerak. Pemerintah dan swasta akan menggugat secara paralel, baik melalui ECJ maupun WTO," ujar Oke, Jumat (14/6/2019).



Menurut Oke, pemahaman dan pendalaman kasus perlu dilakukan bersama-sama antara pemerintah, industri sawit serta tim kuasa hukum internasional yang nantinya akan mendampingi.

"Masalahnya kita yang penting siap dan paham apa yang akan kita gugat. Itu nanti termasuk pembiayaan akan kita bicarakan, BPDP-KS [Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit] siap mendukung. Kan secara spesifik belum dipilih law firm mana yang akan mendampingi," jelasnya.

Pemerintah, menurut Oke, belum menetapkan tenggat waktu pengajuan gugatan sampai semua pihak siap bekerja bersama-sama. Perdagangan dan industri kelapa sawit dalam dua tahun terakhir juga disebutnya belum berhenti.

"Soal target kapan kan masalahnya dalam 2 tahun belakangan ini perdagangan [sawit] belum terhambat, belum berhenti. Kita masih punya waktu pertimbangkan berbagai hal. Dampak yang sudah terjadi adalah citra negatif terhadap produk sawit di pasar global. Ini bukan masalah kerugian," katanya.

(hoi/hoi) Next Article Serang Balik Eropa, RI Dikabarkan Hambat Miras & Susu Impor

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular