
CAD Bengkak Jokowi Jengkel, Menteri Ini Harus Tanggung Jawab?
Taufan Adharsyah & Chandra Gian Asmara, CNBC Indonesia
13 June 2019 15:29

Jakarta, CNBC Indonesia - Defisit transaksi berjalan alias Current Account Deficit (CAD) lagi dan lagi disoroti oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).
"Kita juga sudah bertahun-tahun enggak bisa menyelesaikan yang namanya defisit neraca perdagangan, defisit transaksi berjalan, yang saya kira sebetulnya sesuatu yang kalau kits bisa bekerja sama dengan baik," ujar Jokowi saat melakukan pertemuan dengan kalangan pengusaha yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (13/6/2019).
"Jangan sampai kita ini investasi dan ekspor kalah dengan Singapura. Udah lama kita kalah dengan Malaysia, Thailand, Filipina, terakhir kita kalah lagi dengan Vietnam. Jangan sampai," tegas Jokowi.
Sebagaimana yang telah diketahui, transaksi berjalan merupakan komponen penting bagi perekonomian Indonesia. Sebab, transaksi berjalan menggambarkan kinerja ekspor-impor sektor riil, termasuk barang, jasa, dan tenaga kerja.
Sayangnya, sudah sejak akhir tahun 2011, Indonesia selalu mengalami defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD). Bahkan pada tahun 2018, CAD Indonesia membengkak hingga US$ 31,05 miliar atau setara 2,96% Produk Domestik Bruto (PDB). Itu merupakan CAD yang paling dalam sejak tahun 2014.
Menurut Piter Abdullah, ekonom senior Center of Reform on Economics (CORE), beberapa Kementerian secara khusus memiliki andil pada kinerja transaksi berjalan.
"Current account meliputi neraca barang, ekspor dan impor barang. Di sini yang jelas terlibat Menteri Perdagangan, Menteri Perindustrian, Menteri Perikanan, Menteri Pertanian serta Menteri yang mengurusi pertambangan," katanya kepada CNBC Indonesia.
Jika bicara neraca jasa, ekspor-impor jasa. Di sini setidaknya terlibat Menteri Tenaga Kerja, Menteri Keuangan, bahkan terlibat juga Ketua OJK (terkait jasa asuransi), juga Menteri Pariwisata.
Kemudian, masih menurut Piter jika bicara neraca pendapatan primer di sini banyak terlibat peran BI dan Kemenkeu.
"Neraca pendapatan sekunder setidaknya melibatkan Menteri Tenaga Kerja dan juga BNP2TKI. Sebenarnya hampir semua kementerian dan lembaga bisa berperan memperbaiki CAD."
Penelusuran Tim Riset CNBC Indonesia, contohnya Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian yang berperan dalam menstimulasi kegiatan ekspor-impor barang. Sayangnya, kinerja ekspor Indonesia sejak tahun 2014 lebih sering mengalami kontraksi ketimbang ekspansi.
Tengok saja pertumbuhan ekspor sepanjang 2014-2016 yang selalu negatif alias berkurang dari tahun ke tahun. Bahkan pada periode tersebut pertumbuhan ekspor Indonesia merupakan yang paling kecil dibanding empat negara ASEAN lainnya (Vietnam, Malaysia, Filipina, dan Thailand).
Pun pada tahun 2017, di saat ekspor bisa terdongkrak akibat harga komoditas yang tinggi, pertumbuhannya juga tercatat paling kecil dibanding Malaysia, Filipina, dan Vietnam. Beruntung kala itu ekspor Thailand sedang loyo.
Loyonya ekspor Indonesia, punya kaitan dengan kinerja manufaktur sebagai entitas yang dapat memberi nilai tambah pada produk-produk karya anak bangsa.
Namun lagi-lagi gairah industri manufaktur dalam negeri tampak makin lesu dari tahun ke tahun.
Tercatat sejak tahun 2007, porsi industri manufaktur terhadap PDB Indonesia telah turun hingga 6,9 persen poin. Meskipun memang, sebagian besar negara ASEAN mengalami penurunan porsi manufaktur pada PDB di periode yang sama, namun Indonesia merupakan yang paling parah.
Artinya, dibanding negara-negara tetangga, ketergantungan Indonesia terhadap barang mentah meningkat paling pesat. Barang-barang ekspor Indonesia semakin didominasi oleh produk-produk mentah tanpa nilai tambah.
Tidak heran apabila di tengah kondisi global yang penuh ketidakpastian, ekspor Indonesia sangat sulit untuk digenjot. Apalagi saat harga komoditas anjlok, ekspor sudah pasti akan terdampak signifikan.
Manufaktur yang semakin lesu juga memberikan dampak pada impor. Pasalnya bila produk-produk dari dalam negeri kalah saing dengan produk buatan luar negeri, maka impor menjadi hal yang sulit untuk diredam. Mau bagaimanapun juga, kebutuhan masyarakat akan terus tumbuh dan berkembang seiring berjalannya waktu.
Bagaimana Kementerian Pertanian di bawah kendali Menteri Pertanian Amran Sulaiman? Kasus dengan produk-produk pertanian, yang mana impor merupakan kegiatan tahunan tidak pernah absen. Sebenarnya impor memang menjadi salah satu cara untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dan mengendalikan harga agar konsumsi masyarakat terjaga.
Akan tetapi selayaknya pemerintah juga mendorong pertumbuhan produksi pertanian dalam negeri. Harapannya, suatu saat swasembada pangan dapat terwujud.
Namun kenyataan yang ada di lapangan tampaknya perlu diperbaiki. Contohnya saja beras, dimana rat-rata pertumbuhan produksi beras sepanjang 2015-2018 hanya sebesar 4,1%, atau selalu berada di bawah pertumbuhan ekonomi yang berada di kisaran 5%.
Tentu saja itu akan membuat pertumbuhan permintaan melampaui pertumbuhan ketersediaan pasokan dalam negeri. Alhasil, impor beras tidak pernah absen tiap tahun. Bahkan di tahun 2018, impor beras melonjak hingga lebih dari 2 juta ton atau tertinggi sejak tahun 200
Bahkan ada empat kategori tanaman pangan yang secara-rata-rata mengalami kontraksi produksi pada periode 2015-2018, yaitu kacang tanah, kacang hijau, singkong, dan ubi. Tentu saja impor-impor pangan tersebut juga akan ikut memberi beban pada neraca transaksi berjalan Indonesia.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(taa/dru) Next Article Ada Pandemi Corona, Penyuluhan Pertanian Tetap Jalan
"Kita juga sudah bertahun-tahun enggak bisa menyelesaikan yang namanya defisit neraca perdagangan, defisit transaksi berjalan, yang saya kira sebetulnya sesuatu yang kalau kits bisa bekerja sama dengan baik," ujar Jokowi saat melakukan pertemuan dengan kalangan pengusaha yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (13/6/2019).
"Jangan sampai kita ini investasi dan ekspor kalah dengan Singapura. Udah lama kita kalah dengan Malaysia, Thailand, Filipina, terakhir kita kalah lagi dengan Vietnam. Jangan sampai," tegas Jokowi.
Sayangnya, sudah sejak akhir tahun 2011, Indonesia selalu mengalami defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD). Bahkan pada tahun 2018, CAD Indonesia membengkak hingga US$ 31,05 miliar atau setara 2,96% Produk Domestik Bruto (PDB). Itu merupakan CAD yang paling dalam sejak tahun 2014.
Menurut Piter Abdullah, ekonom senior Center of Reform on Economics (CORE), beberapa Kementerian secara khusus memiliki andil pada kinerja transaksi berjalan.
"Current account meliputi neraca barang, ekspor dan impor barang. Di sini yang jelas terlibat Menteri Perdagangan, Menteri Perindustrian, Menteri Perikanan, Menteri Pertanian serta Menteri yang mengurusi pertambangan," katanya kepada CNBC Indonesia.
Jika bicara neraca jasa, ekspor-impor jasa. Di sini setidaknya terlibat Menteri Tenaga Kerja, Menteri Keuangan, bahkan terlibat juga Ketua OJK (terkait jasa asuransi), juga Menteri Pariwisata.
Kemudian, masih menurut Piter jika bicara neraca pendapatan primer di sini banyak terlibat peran BI dan Kemenkeu.
"Neraca pendapatan sekunder setidaknya melibatkan Menteri Tenaga Kerja dan juga BNP2TKI. Sebenarnya hampir semua kementerian dan lembaga bisa berperan memperbaiki CAD."
Penelusuran Tim Riset CNBC Indonesia, contohnya Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian yang berperan dalam menstimulasi kegiatan ekspor-impor barang. Sayangnya, kinerja ekspor Indonesia sejak tahun 2014 lebih sering mengalami kontraksi ketimbang ekspansi.
Tengok saja pertumbuhan ekspor sepanjang 2014-2016 yang selalu negatif alias berkurang dari tahun ke tahun. Bahkan pada periode tersebut pertumbuhan ekspor Indonesia merupakan yang paling kecil dibanding empat negara ASEAN lainnya (Vietnam, Malaysia, Filipina, dan Thailand).
Pun pada tahun 2017, di saat ekspor bisa terdongkrak akibat harga komoditas yang tinggi, pertumbuhannya juga tercatat paling kecil dibanding Malaysia, Filipina, dan Vietnam. Beruntung kala itu ekspor Thailand sedang loyo.
Loyonya ekspor Indonesia, punya kaitan dengan kinerja manufaktur sebagai entitas yang dapat memberi nilai tambah pada produk-produk karya anak bangsa.
Namun lagi-lagi gairah industri manufaktur dalam negeri tampak makin lesu dari tahun ke tahun.
Tercatat sejak tahun 2007, porsi industri manufaktur terhadap PDB Indonesia telah turun hingga 6,9 persen poin. Meskipun memang, sebagian besar negara ASEAN mengalami penurunan porsi manufaktur pada PDB di periode yang sama, namun Indonesia merupakan yang paling parah.
Artinya, dibanding negara-negara tetangga, ketergantungan Indonesia terhadap barang mentah meningkat paling pesat. Barang-barang ekspor Indonesia semakin didominasi oleh produk-produk mentah tanpa nilai tambah.
Tidak heran apabila di tengah kondisi global yang penuh ketidakpastian, ekspor Indonesia sangat sulit untuk digenjot. Apalagi saat harga komoditas anjlok, ekspor sudah pasti akan terdampak signifikan.
Manufaktur yang semakin lesu juga memberikan dampak pada impor. Pasalnya bila produk-produk dari dalam negeri kalah saing dengan produk buatan luar negeri, maka impor menjadi hal yang sulit untuk diredam. Mau bagaimanapun juga, kebutuhan masyarakat akan terus tumbuh dan berkembang seiring berjalannya waktu.
Bagaimana Kementerian Pertanian di bawah kendali Menteri Pertanian Amran Sulaiman? Kasus dengan produk-produk pertanian, yang mana impor merupakan kegiatan tahunan tidak pernah absen. Sebenarnya impor memang menjadi salah satu cara untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dan mengendalikan harga agar konsumsi masyarakat terjaga.
Akan tetapi selayaknya pemerintah juga mendorong pertumbuhan produksi pertanian dalam negeri. Harapannya, suatu saat swasembada pangan dapat terwujud.
Namun kenyataan yang ada di lapangan tampaknya perlu diperbaiki. Contohnya saja beras, dimana rat-rata pertumbuhan produksi beras sepanjang 2015-2018 hanya sebesar 4,1%, atau selalu berada di bawah pertumbuhan ekonomi yang berada di kisaran 5%.
Tentu saja itu akan membuat pertumbuhan permintaan melampaui pertumbuhan ketersediaan pasokan dalam negeri. Alhasil, impor beras tidak pernah absen tiap tahun. Bahkan di tahun 2018, impor beras melonjak hingga lebih dari 2 juta ton atau tertinggi sejak tahun 200
Bahkan ada empat kategori tanaman pangan yang secara-rata-rata mengalami kontraksi produksi pada periode 2015-2018, yaitu kacang tanah, kacang hijau, singkong, dan ubi. Tentu saja impor-impor pangan tersebut juga akan ikut memberi beban pada neraca transaksi berjalan Indonesia.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(taa/dru) Next Article Ada Pandemi Corona, Penyuluhan Pertanian Tetap Jalan
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular