
Siapa yang Harus Bertanggung Jawab Terhadap Masalah CAD?
Chandra Gian Asmara, CNBC Indonesia
13 June 2019 12:25

Jakarta, CNBC Indonesia - Persoalan defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD) dianggap sebagai tanggung jawab bersama. Namun, kalangan pengusaha tetap menilai masalah ini tak lepas dari dinamika ketidakpastian global.
Hal tersebut dikemukakan Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani usai bertemu dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Merdeka, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (13/6/2019).
"Ini upaya bersama antara dunia usaha dan pemerintah. Perang dagang boleh dibilang sedikit banyak berpengaruh," kata Hariyadi.
Menurut Hariyadi, efek langsung perang dagang antara Amerika Serikat (AS)-China membuat pasar Indonesia dibanjiri oleh impor. Friksi dagang pun juga membuat permintaan ekspor dari negara tujuan utama ekspor domestik menurun.
Kinerja ekspor tak bisa mengompensasi lonjakan impor yang akhirnya berimbas pada defisit neraca perdagangan. Pada April 2019, defisit neraca perdagangan menembus US$ 2,5 miliar atau terdalam sepanjang sejarah.
Defisit neraca perdagangan tentu akan membuat transaksi berjalan mengalami defisit yang melebar. Padahal, transaksi berjalan adalah fondasi penting bagi stabilitas nilai tukar. Tanpa transaksi berjalan yang kuat, rupiah akan rawan terdepresiasi.
"Tapi kita tidak boleh langsung pesimis. Kita harus berjuang. Kita akan dorong pola promosi [barang ekspor] dijadikan satu dengan reseach (penelitian) untuk mempertajam potensi ekspor kita," jelasnya.
Dalam kesempatan sama, Wakil Ketua Umum Apindo Shinta Kamdani menilai, persoalan defisit transaksi berjalan memang menjadi tanggung jawab seluruh kementerian dan lembaga terkait, terutama dalam hal meningkatkan ekspor.
"Tapi dengan struktur sekarang, sampai kapanpun akan terus mengalami defisit," kata Shinta.
Pascamelakukan pertemuan dengan Jokowi, pengusaha pun sepakat untuk menawarkan solusi demi kinerja ekspor yang cemerlang. Namun, harus diakui masih ada sejumlah hambatan yang membuat ekspor tak bisa bergeliat.
Salah satunya, karena akses pasar yang terbatas. Menurut Shinta, tidak semua barang ekspor nonkomoditas Indonesia yang bisa langsung tembus ke sejumlah negara tertentu karena kurang promosi maupun masalah diplomasi antarnegara.
"Kalau tidak bisa masuk bagaimana? Berarti harus ada negosiasi perdagangan lagi. Selama ini juga negosiasi jalan sendiri-sendiri. Padahal anggaran promosi dari seluruh kementerian itu sampai Rp 26 triliun," jelasnya.
Sebagai informasi, Presiden Joko Widodo (Jokowi) memang sempat menyampaikan kekesalannya di depan para pengusaha. Beberapa persoalan kronis di bidang ekonomi jadi pemicunya.
Di depan pengusaha, Jokowi mengungkapkan bagaimana kinerja ekspor maupun arus investasi yang masuk ke Indonesia kalah dibandingkan negara-negara tetangga. Hal tersebut, menjadi salah satu perhatian Jokowi.
"Jangan sampai kita ini investasi dan ekspor kalah dengan Singapura. Sudah lama kita kalah dengan Malaysia, Thailand, Filipina, terakhir kita kalah lagi dengan Vietnam. Jangan sampai," tegas Jokowi di Istana Merdeka, Jakarta.
"Saya sering sampaikan di mana-mana. Kalah nanti dengan Kamboja, Laos. Kita ini negara besar yang memiliki kekuatan sumber daya alam dan sumber daya manusia yang saya kira menjadi sebuah modal," kata Jokowi.
Loyonya kinerja ekspor dan lesunya investasi yang masuk ke Indonesia, membuat neraca transaksi berjalan Indonesia mengalami defisit yang cukup dalam. Jokowi menyinggung masalah itu tak kunjung selesai.
[Gambas:Video CNBC]
(miq/miq) Next Article Pengusaha Tunggu Jokowi Segera Reshuffle Kabinet, Kenapa?
Hal tersebut dikemukakan Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani usai bertemu dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Merdeka, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (13/6/2019).
"Ini upaya bersama antara dunia usaha dan pemerintah. Perang dagang boleh dibilang sedikit banyak berpengaruh," kata Hariyadi.
![]() |
Menurut Hariyadi, efek langsung perang dagang antara Amerika Serikat (AS)-China membuat pasar Indonesia dibanjiri oleh impor. Friksi dagang pun juga membuat permintaan ekspor dari negara tujuan utama ekspor domestik menurun.
Kinerja ekspor tak bisa mengompensasi lonjakan impor yang akhirnya berimbas pada defisit neraca perdagangan. Pada April 2019, defisit neraca perdagangan menembus US$ 2,5 miliar atau terdalam sepanjang sejarah.
Defisit neraca perdagangan tentu akan membuat transaksi berjalan mengalami defisit yang melebar. Padahal, transaksi berjalan adalah fondasi penting bagi stabilitas nilai tukar. Tanpa transaksi berjalan yang kuat, rupiah akan rawan terdepresiasi.
"Tapi kita tidak boleh langsung pesimis. Kita harus berjuang. Kita akan dorong pola promosi [barang ekspor] dijadikan satu dengan reseach (penelitian) untuk mempertajam potensi ekspor kita," jelasnya.
Dalam kesempatan sama, Wakil Ketua Umum Apindo Shinta Kamdani menilai, persoalan defisit transaksi berjalan memang menjadi tanggung jawab seluruh kementerian dan lembaga terkait, terutama dalam hal meningkatkan ekspor.
"Tapi dengan struktur sekarang, sampai kapanpun akan terus mengalami defisit," kata Shinta.
Pascamelakukan pertemuan dengan Jokowi, pengusaha pun sepakat untuk menawarkan solusi demi kinerja ekspor yang cemerlang. Namun, harus diakui masih ada sejumlah hambatan yang membuat ekspor tak bisa bergeliat.
Salah satunya, karena akses pasar yang terbatas. Menurut Shinta, tidak semua barang ekspor nonkomoditas Indonesia yang bisa langsung tembus ke sejumlah negara tertentu karena kurang promosi maupun masalah diplomasi antarnegara.
"Kalau tidak bisa masuk bagaimana? Berarti harus ada negosiasi perdagangan lagi. Selama ini juga negosiasi jalan sendiri-sendiri. Padahal anggaran promosi dari seluruh kementerian itu sampai Rp 26 triliun," jelasnya.
![]() |
Sebagai informasi, Presiden Joko Widodo (Jokowi) memang sempat menyampaikan kekesalannya di depan para pengusaha. Beberapa persoalan kronis di bidang ekonomi jadi pemicunya.
Di depan pengusaha, Jokowi mengungkapkan bagaimana kinerja ekspor maupun arus investasi yang masuk ke Indonesia kalah dibandingkan negara-negara tetangga. Hal tersebut, menjadi salah satu perhatian Jokowi.
"Jangan sampai kita ini investasi dan ekspor kalah dengan Singapura. Sudah lama kita kalah dengan Malaysia, Thailand, Filipina, terakhir kita kalah lagi dengan Vietnam. Jangan sampai," tegas Jokowi di Istana Merdeka, Jakarta.
"Saya sering sampaikan di mana-mana. Kalah nanti dengan Kamboja, Laos. Kita ini negara besar yang memiliki kekuatan sumber daya alam dan sumber daya manusia yang saya kira menjadi sebuah modal," kata Jokowi.
Loyonya kinerja ekspor dan lesunya investasi yang masuk ke Indonesia, membuat neraca transaksi berjalan Indonesia mengalami defisit yang cukup dalam. Jokowi menyinggung masalah itu tak kunjung selesai.
[Gambas:Video CNBC]
(miq/miq) Next Article Pengusaha Tunggu Jokowi Segera Reshuffle Kabinet, Kenapa?
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular