
Pangan Penyebab Inflasi Utama, Yuk! Uji Ucapan Mentan
Taufan Adharsyah, CNBC Indonesia
11 June 2019 18:14

Jakarta, CNBC Indonesia - Kenaikan harga sejumlah bahan pangan sepanjang Mei 2019 telah memicu peningkatan angka inflasi. Pada bulan lalu, komoditas dominan pangan memberikan inflasi yaitu, cabai merah 0,10%, daging ayam ras 0,05%, bawang putih 0,05%.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) yang dirilis, tingkat inflasi pada Mei 2019 mencapai 0,68% secara month-on-month (MoM).
Ditilik lebih dalam, kelompok dengan tingkat inflasi paling besar pada periode tersebut adalah bahan makanan, yaitu 2,02%. Ini juga merupakan inflasi bulanan yang paling tinggi sejak Desember 2017.
Adapun tingkat inflasi kelompok pengeluaran lain adalah sebagai berikut:
Biasanya, kenaikan harga bahan pangan lumrah terjadi pada puasa. Namun karena melebihi ekspektasi, akhirnya menjadi sorotan. Ramadan tahun ini jatuh pada periode 5 Mei-4 Juni 2019.
"Itu biasa memang di Ramadan, sedikit lebih tinggi dari yang kita perkirakan. Sebelum Ramadan berdasarkan survei pemantauan harga kami sampai minggu keempat waktu itu kan 0,47% secara bulanan," ungkap Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo, Senin (10/6/2019).
Menteri Pertanian (Mentan), Amran Sulaiman pun sudah angkat bicara terkait kondisi yang membuatnya seolah jadi sorotan. Menurutnya, inflasi sangat tinggi pada Mei disebabkan oleh pola panen musiman dari tanaman terkait bahan pangan.
"[Inflasi] Januari kecil ya, Februari deflasi besar. Maret deflasi, April kecil, Mei, akumulasinya pasti [...] Kalau mau menulis, supaya itu fair itu Januari, Februari, Maret, April, coba perhatikan. Terjadi deflasi," ujar Amran.
Faktanya, pada Februari dan Maret 2019, kelompok bahan makanan memang mengalami deflasi masing-masing sebesar 1,1% dan 0,01%. Artinya pada bulan tersebut memang ada pola penurunan harga bahan makanan secara umum.
Menurut Amran kondisi yang terjadi pada Februari dan Maret membuat kenaikan harga menjadi lebih tinggi pada Mei 2019.
Namun, perlu diingat bahwa tahun lalu (2018), inflasi pada kelompok bahan makanan tercatat lebih rendah. Hal ini dapat dibuktikan dari tingkat inflasi sepanjang Januari-Mei 2019 yang mencapai 3,28%. Jauh lebih tinggi ketimbang Januari-Mei 2018 yang hanya 2,56%.
Kenaikan harga bahan pangan secara umum tahun ini, berdasarkan data BPS, terbukti lebih tinggi dibanding tahun sebelumnya. Bahkan inflasi bahan makanan periode Januari-Mei di tahun 2019 merupakan yang tertinggi setidaknya dalam lima tahun terakhir.
Fenomena itu juga bisa dijelaskan oleh periode Ramadan 2019 yang hampir penuh terjadi pada Mei. Hanya kurang 5 hari.
Pada 2018, Ramadan berlangsung separuh pada Mei dan Juni. Sementara pada 2017, mulai akhir Mei hingga akhir Juni. Lebih ke belakang, puasa jatuh setelah Mei.
Sehingga apabila perhitungan inflasi kali ini, lebih tinggi. Konsumsi masyarakat sedang membuncah akibat maraknya acara jamuan buka puasa bersama, baik di restoran maupun di kediaman pribadi.
Namun mengingat periode Ramadan sudah bisa diprediksi sejak jauh hari, maka pemerintah punya kewajiban melakukan tindakan antisipatif. Sebab bila inflasi kelewat tinggi, maka daya beli masyarakat bisa tertekan dan menghambat pertumbuhan ekonomi.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(hoi) Next Article Makanan, Pembantu, dan Emas Dorong Inflasi Juni 2019
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) yang dirilis, tingkat inflasi pada Mei 2019 mencapai 0,68% secara month-on-month (MoM).
Ditilik lebih dalam, kelompok dengan tingkat inflasi paling besar pada periode tersebut adalah bahan makanan, yaitu 2,02%. Ini juga merupakan inflasi bulanan yang paling tinggi sejak Desember 2017.
Adapun tingkat inflasi kelompok pengeluaran lain adalah sebagai berikut:
- Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau : 0,56%
- Perubahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar : 0,06%
- Sandang : 0,45%
- Kesehatan : 0,18%
- Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga : 0,03%
- Transportasi, Komunikasi, dan Jasa Keuangan : 0,54%
Biasanya, kenaikan harga bahan pangan lumrah terjadi pada puasa. Namun karena melebihi ekspektasi, akhirnya menjadi sorotan. Ramadan tahun ini jatuh pada periode 5 Mei-4 Juni 2019.
"Itu biasa memang di Ramadan, sedikit lebih tinggi dari yang kita perkirakan. Sebelum Ramadan berdasarkan survei pemantauan harga kami sampai minggu keempat waktu itu kan 0,47% secara bulanan," ungkap Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo, Senin (10/6/2019).
Menteri Pertanian (Mentan), Amran Sulaiman pun sudah angkat bicara terkait kondisi yang membuatnya seolah jadi sorotan. Menurutnya, inflasi sangat tinggi pada Mei disebabkan oleh pola panen musiman dari tanaman terkait bahan pangan.
"[Inflasi] Januari kecil ya, Februari deflasi besar. Maret deflasi, April kecil, Mei, akumulasinya pasti [...] Kalau mau menulis, supaya itu fair itu Januari, Februari, Maret, April, coba perhatikan. Terjadi deflasi," ujar Amran.
Faktanya, pada Februari dan Maret 2019, kelompok bahan makanan memang mengalami deflasi masing-masing sebesar 1,1% dan 0,01%. Artinya pada bulan tersebut memang ada pola penurunan harga bahan makanan secara umum.
Menurut Amran kondisi yang terjadi pada Februari dan Maret membuat kenaikan harga menjadi lebih tinggi pada Mei 2019.
Namun, perlu diingat bahwa tahun lalu (2018), inflasi pada kelompok bahan makanan tercatat lebih rendah. Hal ini dapat dibuktikan dari tingkat inflasi sepanjang Januari-Mei 2019 yang mencapai 3,28%. Jauh lebih tinggi ketimbang Januari-Mei 2018 yang hanya 2,56%.
Kenaikan harga bahan pangan secara umum tahun ini, berdasarkan data BPS, terbukti lebih tinggi dibanding tahun sebelumnya. Bahkan inflasi bahan makanan periode Januari-Mei di tahun 2019 merupakan yang tertinggi setidaknya dalam lima tahun terakhir.
Fenomena itu juga bisa dijelaskan oleh periode Ramadan 2019 yang hampir penuh terjadi pada Mei. Hanya kurang 5 hari.
Pada 2018, Ramadan berlangsung separuh pada Mei dan Juni. Sementara pada 2017, mulai akhir Mei hingga akhir Juni. Lebih ke belakang, puasa jatuh setelah Mei.
Sehingga apabila perhitungan inflasi kali ini, lebih tinggi. Konsumsi masyarakat sedang membuncah akibat maraknya acara jamuan buka puasa bersama, baik di restoran maupun di kediaman pribadi.
Namun mengingat periode Ramadan sudah bisa diprediksi sejak jauh hari, maka pemerintah punya kewajiban melakukan tindakan antisipatif. Sebab bila inflasi kelewat tinggi, maka daya beli masyarakat bisa tertekan dan menghambat pertumbuhan ekonomi.
![]() |
TIM RISET CNBC INDONESIA
(hoi) Next Article Makanan, Pembantu, dan Emas Dorong Inflasi Juni 2019
Most Popular