
Kadin Minta Sri Mulyani Hapus PPN 10% Produk Perkebunan Cs
Samuel Pablo, CNBC Indonesia
28 May 2019 13:37

Jakarta, CNBC Indonesia - Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia meminta Menteri Keuangan Sri Mulyani untuk menghapus pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 10% yang selama ini dikenakan pada produk perkebunan.
Dalam suratnya kepada Menkeu tertanggal 24 Mei 2019 yang diperoleh CNBC Indonesia, Ketua Umum Kadin Rosan Roeslani mengatakan hingga saat seluruh produk hasil pertanian, perkebunan, dan kehutanan masih dikenakan PPN 10% sejak 25 Februari 2014 lalu.
"Pascaputusan tersebut yang telah berlangsung lebih dari lima tahun ini telah berdampak negatif terhadap pendapatan petani terutama petani perkebunan yang harga jualnya tergantung harga pasar dunia, demikian pula yang dialami anggota KADIN berbasis industri agro," tulis Rosan dalam suratnya.
Rosan menjelaskan, pada 23 Desember 2016 lalu Kadin sebenarnya sudah pernah menyampaikan permohonan kepada pemerintah agar pengenaan PPN 10%, khususnya pada produk kakao, karet, kopi, dan teh diberikan fasilitas "PPN tidak dipungut seluruhnya". Hingga saat ini permohonan tersebut belum dikabulkan pemerintah.
Dalam rapat koordinasi di Pusat Kebijakan Pendapatan Negara Badan Kebijakan Fiskal (PKPN BKF) di bulan Maret lalu, Kemenkumham dan Setneg telah setuju untuk menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) tentang Penghapusan PPN 10% terhadap komoditi perkebunan.
Kemenkeu dan Kementan diminta menyiapkan usulan komoditi perkebunan yang akan dibebaskan PPN-nya sebagai bahan untuk merevisi PP No. 81 Tahun 2015 tentang Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis dibebaskan dari PPN.
Pada 13 Mei lalu, Dirjen Perkebunan Kementan juga telah menyepakati daftar komoditi perkebunan yang akan dibebaskan dari PPN, melalui revisi PP 81/2015 tersebut atau penerbitan PP baru.
Kendati demikian, Rosan menegaskan penyelesaian PP membutuhkan waktu yang relatif lama, sementara di sisi lain petani perkebunan sudah terlalu lama menunggu pembebasan PP. Untuk itu Kadin mengusulkan dua hal:
1. Revisi PP 81/2015 atau RPP baru dapat dikoordinasikan melalui Kemenko Perekonomian, mengingat keberhasilan penyusunan PP 24/2015 tentang Penghimpunan Dana Perkebunan yang dapat selesai dalam waktu relatif pendek.
2. Sambil menunggu terbitnya PP, Menteri Keuangan menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) tentang Pembebasan PPN 10% bagi komoditi perkebunan yang diusulkan Dirjen Perkebunan pada rapat 13 Mei lalu.
Saat ditemui wartawan, Sri Mulyani mengaku belum mendapatkan informasi detil mengenai permintaan Kadin ini dan berjanji akan membahasnya secepatnya.
"Saya belum update mengenai isu itu," kata Menkeu di kantor Kementerian Sosial, Senin (27/5/2019).
Simak video penjelasan Menteri Keuangan Sri Mulyani terkait belanja negara 2019 di bawah ini.
[Gambas:Video CNBC]
(miq/miq) Next Article Saat Sri Mulyani Diminta Jangan Ngegas Dalam Memungut Pajak
Dalam suratnya kepada Menkeu tertanggal 24 Mei 2019 yang diperoleh CNBC Indonesia, Ketua Umum Kadin Rosan Roeslani mengatakan hingga saat seluruh produk hasil pertanian, perkebunan, dan kehutanan masih dikenakan PPN 10% sejak 25 Februari 2014 lalu.
"Pascaputusan tersebut yang telah berlangsung lebih dari lima tahun ini telah berdampak negatif terhadap pendapatan petani terutama petani perkebunan yang harga jualnya tergantung harga pasar dunia, demikian pula yang dialami anggota KADIN berbasis industri agro," tulis Rosan dalam suratnya.
![]() |
![]() |
Dalam rapat koordinasi di Pusat Kebijakan Pendapatan Negara Badan Kebijakan Fiskal (PKPN BKF) di bulan Maret lalu, Kemenkumham dan Setneg telah setuju untuk menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) tentang Penghapusan PPN 10% terhadap komoditi perkebunan.
Kemenkeu dan Kementan diminta menyiapkan usulan komoditi perkebunan yang akan dibebaskan PPN-nya sebagai bahan untuk merevisi PP No. 81 Tahun 2015 tentang Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis dibebaskan dari PPN.
Pada 13 Mei lalu, Dirjen Perkebunan Kementan juga telah menyepakati daftar komoditi perkebunan yang akan dibebaskan dari PPN, melalui revisi PP 81/2015 tersebut atau penerbitan PP baru.
Kendati demikian, Rosan menegaskan penyelesaian PP membutuhkan waktu yang relatif lama, sementara di sisi lain petani perkebunan sudah terlalu lama menunggu pembebasan PP. Untuk itu Kadin mengusulkan dua hal:
1. Revisi PP 81/2015 atau RPP baru dapat dikoordinasikan melalui Kemenko Perekonomian, mengingat keberhasilan penyusunan PP 24/2015 tentang Penghimpunan Dana Perkebunan yang dapat selesai dalam waktu relatif pendek.
2. Sambil menunggu terbitnya PP, Menteri Keuangan menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) tentang Pembebasan PPN 10% bagi komoditi perkebunan yang diusulkan Dirjen Perkebunan pada rapat 13 Mei lalu.
Saat ditemui wartawan, Sri Mulyani mengaku belum mendapatkan informasi detil mengenai permintaan Kadin ini dan berjanji akan membahasnya secepatnya.
"Saya belum update mengenai isu itu," kata Menkeu di kantor Kementerian Sosial, Senin (27/5/2019).
Simak video penjelasan Menteri Keuangan Sri Mulyani terkait belanja negara 2019 di bawah ini.
[Gambas:Video CNBC]
(miq/miq) Next Article Saat Sri Mulyani Diminta Jangan Ngegas Dalam Memungut Pajak
Most Popular