
Kesamaan Liverpool dan Pajak: Heroik Tapi Antiklimaks
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
07 May 2019 16:12

Jakarta, CNBC Indonesia - Pada 2018, pengelolaan fiskal Indonesia mencatatkan kinerja yang memuaskan. Penerimaan pajak, meski tidak mencapai target, menjadi yang terbaik sejak 2012.
Sepanjang 2018, penerimaan pajak tercatat Rp 1.521,4 triliun atau 94% dari target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Angka 94% menjadi yang terbaik sejak 2012, yang kala itu mencapai 96,13%.
Berbagai terobosan dilakukan oleh Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan untuk mengisi kas negara. Misalnya dengan memantau lebih ketat potensi penerimaan pajak sebagai hasil dari implementasi Automatic Exchange of Information (AEoI).
Penerimaan pajak berhasil tumbuh 13,2% dibandingkan 2017 di tengah 'banjir' insentif yang diberikan pemerintah. Mulai dari pengurangan tarif Pajak Penghasilan (PPh) untuk usaha mikro, kecil, dan menengah dengan omzet minimal Rp 4,8 miliar/tahun dari 1% menjadi 0,5% sampai pemotongan tarif PPh badan yang berinvestasi di industri tertentu alias tax holiday.
Namun berbagai aksi extra effort yang heroik dari Ditjen Pajak seolah berakhir antiklimaks. Target penerimaan tetap tidak bisa terpenuhi. Kali terakhir Ditjen Pajak berhasil memenuhi amanat APBN adalah pada 2008 berkat penerapan sunset policy.
Heroik tetapi antiklimaks. Kisah Ditjen Pajak ini sepertinya mencerminkan performa klub sepak bola asal Inggris, Liverpool.
Dini hari nanti waktu Indonesia, Liverpool akan berlaga di leg II semifinal Liga Champions Eropa berhadapan dengan Barcelona (Spanyol). Meski bermain di kandang sendiri, stadion Anfield, tetapi sulit berharap Si Merah mampu menjungkirkan El Barca dan melenggang ke partai final.
Pasalnya, Lionel Messi dan kolega sukses menghantam Mohamed Salah dan sejawat 3-0 di leg I pekan lalu. Artinya untuk bisa menuju final, Liverpool harus menang dengan selisih 4 gol pada waktu normal.
Sebuah misi mustahil, mission impossible. Mungkin Ethan Hunt pun berpikir dua kali jika harus menjalankan misi ini, tetapi ya harus diterima.
Mimpi Liverpool untuk berlaga di partai puncak Liga Champions untuk dua musim beruntun pun sudah setengah sirna. Bukan setengah lagi, mungkin tiga perempat.
Tidak hanya di Liga Champions, di Liga Primer Inggris pun The Kop terancam kembali tanpa gelar. Hingga pekan ke-37, Liverpool duduk di peringkat dua klasemen Liga Primer. Tertinggal satu poin dari sang pemuncak, juara bertahan Manchester City.
[Gambas:Twitter]
Di partai pamungkas, Liverpool akan berhadapan dengan Wolverhampton Wandeders sementara City bertandang ke markas Brighton and Hove Albion. Jika Liverpool menang sementara City seri atau kalah, maka Merseyside Merah akan menjadi juara dan akhirnya 'berbuka' setelah 30 tahun nirgelar Liga Inggris.
Namun apa bisa Brighton menahan seri atau bahkan mengalahkan City? Kemungkinan ekonomi Indonesia tumbuh 6% tahun ini lebih besar dari itu.
Musim ini benar-benar membuat penggemar Liverpool gemas. Setelah menjalani musim yang heroik, kemungkinan besar hasil akhirnya adalah antiklimaks. Liverpool lagi-lagi gagal meraih trofi.
(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
Sepanjang 2018, penerimaan pajak tercatat Rp 1.521,4 triliun atau 94% dari target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Angka 94% menjadi yang terbaik sejak 2012, yang kala itu mencapai 96,13%.
Penerimaan pajak berhasil tumbuh 13,2% dibandingkan 2017 di tengah 'banjir' insentif yang diberikan pemerintah. Mulai dari pengurangan tarif Pajak Penghasilan (PPh) untuk usaha mikro, kecil, dan menengah dengan omzet minimal Rp 4,8 miliar/tahun dari 1% menjadi 0,5% sampai pemotongan tarif PPh badan yang berinvestasi di industri tertentu alias tax holiday.
Namun berbagai aksi extra effort yang heroik dari Ditjen Pajak seolah berakhir antiklimaks. Target penerimaan tetap tidak bisa terpenuhi. Kali terakhir Ditjen Pajak berhasil memenuhi amanat APBN adalah pada 2008 berkat penerapan sunset policy.
Heroik tetapi antiklimaks. Kisah Ditjen Pajak ini sepertinya mencerminkan performa klub sepak bola asal Inggris, Liverpool.
Dini hari nanti waktu Indonesia, Liverpool akan berlaga di leg II semifinal Liga Champions Eropa berhadapan dengan Barcelona (Spanyol). Meski bermain di kandang sendiri, stadion Anfield, tetapi sulit berharap Si Merah mampu menjungkirkan El Barca dan melenggang ke partai final.
Pasalnya, Lionel Messi dan kolega sukses menghantam Mohamed Salah dan sejawat 3-0 di leg I pekan lalu. Artinya untuk bisa menuju final, Liverpool harus menang dengan selisih 4 gol pada waktu normal.
Sebuah misi mustahil, mission impossible. Mungkin Ethan Hunt pun berpikir dua kali jika harus menjalankan misi ini, tetapi ya harus diterima.
Mimpi Liverpool untuk berlaga di partai puncak Liga Champions untuk dua musim beruntun pun sudah setengah sirna. Bukan setengah lagi, mungkin tiga perempat.
Tidak hanya di Liga Champions, di Liga Primer Inggris pun The Kop terancam kembali tanpa gelar. Hingga pekan ke-37, Liverpool duduk di peringkat dua klasemen Liga Primer. Tertinggal satu poin dari sang pemuncak, juara bertahan Manchester City.
[Gambas:Twitter]
Di partai pamungkas, Liverpool akan berhadapan dengan Wolverhampton Wandeders sementara City bertandang ke markas Brighton and Hove Albion. Jika Liverpool menang sementara City seri atau kalah, maka Merseyside Merah akan menjadi juara dan akhirnya 'berbuka' setelah 30 tahun nirgelar Liga Inggris.
Namun apa bisa Brighton menahan seri atau bahkan mengalahkan City? Kemungkinan ekonomi Indonesia tumbuh 6% tahun ini lebih besar dari itu.
Musim ini benar-benar membuat penggemar Liverpool gemas. Setelah menjalani musim yang heroik, kemungkinan besar hasil akhirnya adalah antiklimaks. Liverpool lagi-lagi gagal meraih trofi.
(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
Next Page
Kisah Heroik Liverpool
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular