
Diskriminasi Uni Eropa Atas CPO yang Bikin Pemerintah Berang
Anastasia Arvirianty, CNBC Indonesia
28 March 2019 10:32

Jakarta, CNBC Indonesia - Produk sawit dan turunannya mendapat perlakuan diskrimininatif dari Uni Eropa (UE) sebab disebut-sebut dapat merusak lingkungan.
Berdasarkan keputusan Komisi Eropa pada 13 Maret 2019 lalu, perkebunan kelapa sawit telah mengakibatkan deforestasi besar-besaran secara global.
Oleh karena itu, UE berencana menghapus secara bertahap pemakaian biofuel berbasis minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) hingga mencapai 0% pada 2030.
Keputusan ini membuat geram pemerintah. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut B Pandjaitan pun mengancam, Indonesia tak segan untuk keluar dari kesepakatan Paris terkait perubahan iklim, jika diskriminasi tetap dilanjutkan.
"Jika Amerika Serikat dan Brasil bisa keluar dari kesepakatan iklim. Kami juga akan mempertimbangkan hal yang sama, karena ini terkait dengan kepentingan rakyat Indonesia," ujar Luhut saat dijumpai di Jakarta, Rabu (27/3/2019).
Sebelumnya, ancaman juga datang dari Wakil Presiden Jusuf Kalla yang kecewa terhadap langkah UE yang mendiskriminasi produk kelapa sawit Indonesia. JK mengungkapkan langkah Eropa merupakan hal serius.
"Ini hal yang serius karena menyangkut setidak-tidaknya 15 juta rakyat yang bekerja langsung atau tidak langsung di bisnis ini," katanya di Kantor Wapres, Jakarta, Selasa (26/3/2019).
JK mengancam, bisa saja Indonesia menyetop pembelian produk Eropa termasuk pesawat pabrikan Airbus. JK mengingatkan, jika Eropa membuat aturan tersendiri, kenapa RI tidak bisa?
"Kalau kita tidak beli Airbus lagi, itu juga hak kita. Kalau Uni Eropa memiliki hak membuat aturan, kita juga punya hak bikin aturan," katanya.
Dia menambahkan, apa yang dilakukan UE menyangkut masyarakat Indonesia, bukan hanya korporasi. Dan hal itu bukan hanya soal isu lingkungan saja.
"Cuma dengan alasan lingkungan, bahwa ini tidak ramah lingkungan, ingin menyetop atau mengurangi setidak-tidaknya agar tidak memakai untuk biofuel. Akhirnya tentu masyarakat akan bermasalah," katanya.
"Pokoknya [kita akan] retaliasi, kita tidak mengatakan perang dagang, retaliasi saja. Artinya, kalau you larang 10, kita lawan 10 juga," tegasnya.
Adapun, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Joko Supriyono membantah tuduhan sawit sebagai penyebab deforestasi. Ia menyebutkan, penggunaan lahan untuk kelapa sawit hanya sebesar 17 juta hektare, sedangkan penggunaan lahan di dunia untuk minyak nabati mencapai 278 juta hektare.
Menurut Joko, jumlah lahan tersebut itu tidak sebanding dengan klaim deforestasi untuk mengubah lahan hutan menjadi bukan hutan seperti yang ditujukan atas kelapa sawit Indonesia.
"Jadi 17 juta hektare versus 278 juta hektare itu tidak sebanding lho. Kalau dibilang sawit penyebab utama deforestasi itu data lahannya yang dipakai cuma segitu," ujar Joko di Jakarta, Rabu (27/3/2019).
Joko berharap agar Uni Eropa dan masyarakat memahami lebih dalam apa maksud dari kerusakan lingkungan tersebut. Sebab, menurut Joko, faktanya yang menggunakan lahan paling besar justru dari industri minyak nabati.
(hps/hps) Next Article Menko Darmin Protes Aturan Diskriminatif Sawit Uni Eropa
Berdasarkan keputusan Komisi Eropa pada 13 Maret 2019 lalu, perkebunan kelapa sawit telah mengakibatkan deforestasi besar-besaran secara global.
Oleh karena itu, UE berencana menghapus secara bertahap pemakaian biofuel berbasis minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) hingga mencapai 0% pada 2030.
Keputusan ini membuat geram pemerintah. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut B Pandjaitan pun mengancam, Indonesia tak segan untuk keluar dari kesepakatan Paris terkait perubahan iklim, jika diskriminasi tetap dilanjutkan.
Sebelumnya, ancaman juga datang dari Wakil Presiden Jusuf Kalla yang kecewa terhadap langkah UE yang mendiskriminasi produk kelapa sawit Indonesia. JK mengungkapkan langkah Eropa merupakan hal serius.
"Ini hal yang serius karena menyangkut setidak-tidaknya 15 juta rakyat yang bekerja langsung atau tidak langsung di bisnis ini," katanya di Kantor Wapres, Jakarta, Selasa (26/3/2019).
JK mengancam, bisa saja Indonesia menyetop pembelian produk Eropa termasuk pesawat pabrikan Airbus. JK mengingatkan, jika Eropa membuat aturan tersendiri, kenapa RI tidak bisa?
"Kalau kita tidak beli Airbus lagi, itu juga hak kita. Kalau Uni Eropa memiliki hak membuat aturan, kita juga punya hak bikin aturan," katanya.
Dia menambahkan, apa yang dilakukan UE menyangkut masyarakat Indonesia, bukan hanya korporasi. Dan hal itu bukan hanya soal isu lingkungan saja.
"Cuma dengan alasan lingkungan, bahwa ini tidak ramah lingkungan, ingin menyetop atau mengurangi setidak-tidaknya agar tidak memakai untuk biofuel. Akhirnya tentu masyarakat akan bermasalah," katanya.
"Pokoknya [kita akan] retaliasi, kita tidak mengatakan perang dagang, retaliasi saja. Artinya, kalau you larang 10, kita lawan 10 juga," tegasnya.
Adapun, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Joko Supriyono membantah tuduhan sawit sebagai penyebab deforestasi. Ia menyebutkan, penggunaan lahan untuk kelapa sawit hanya sebesar 17 juta hektare, sedangkan penggunaan lahan di dunia untuk minyak nabati mencapai 278 juta hektare.
Menurut Joko, jumlah lahan tersebut itu tidak sebanding dengan klaim deforestasi untuk mengubah lahan hutan menjadi bukan hutan seperti yang ditujukan atas kelapa sawit Indonesia.
"Jadi 17 juta hektare versus 278 juta hektare itu tidak sebanding lho. Kalau dibilang sawit penyebab utama deforestasi itu data lahannya yang dipakai cuma segitu," ujar Joko di Jakarta, Rabu (27/3/2019).
Joko berharap agar Uni Eropa dan masyarakat memahami lebih dalam apa maksud dari kerusakan lingkungan tersebut. Sebab, menurut Joko, faktanya yang menggunakan lahan paling besar justru dari industri minyak nabati.
(hps/hps) Next Article Menko Darmin Protes Aturan Diskriminatif Sawit Uni Eropa
Most Popular