
Dari Rp 5 T Jadi Rp 28 T, Ini Kunci Meroketnya Laba Pertamina
Anastasia Arvirianty, CNBC Indonesia
19 March 2019 14:24

Pekanbaru, CNBC Indonesia- PT Pertamina (Persero) membukukan laba lebih dari US$ 2 miliar atau sekitar lebih dari Rp 28 triliun. Perolehan laba tersebut ditopang oleh peningkatan pendapatan pada periode yang sama.
Namun, Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati menjelaskan, angka tersebut belum merupakan angka final, karena masih menunggu hasil audit. Sehingga, dirinya masih enggan menjelaskan lebih lanjut.
"Nanti saja detilnya ya, saya tidak mau bicara banyak dulu karena masih menunggu audit, prosesnya sebentar lagi. Minggu ini (dibahas) dengan pemerintah, karena ini ada prosedur yang harus dilalui, jadi tolong pahami itu," kata Nicke saat dijumpai di Pekanbaru, Riau, Selasa (19/3/2019).
Adapun, Deputi Bidang Pertambangan, Industri Strategis, dan Media Kementerian BUMN Fajar Harry Sampurno menerangkan, perolehan laba dan pendapatan Pertamina tersebut dipengaruhi oleh faktor harga minyak mentah dunia. Tetapi, labanya di bawah perolehan laba 2017 yang sebesar US$ 2,41 miliar.
"Karena harga crude sudah mulai naik, kan gampang sekali lihat Pertamina, kalau harga minyak naik lihat deh, (laba) besar kan," kata Fajar ketika dijumpai di kesempatan yang sama.
Lebih lanjut, ia mengakui, permasalahannya yang menekan laba memang ada di Premium. Sebab, meski pendapatan naik, laba masih tertahan karena Pertamina tidak boleh menaikkan harga BBM, dan pengaruhnya besar ke kinerja keuangan.
"Pendapatan naik karena volume penjualan naik kan, tapi ada beban dia (Pertamina) tidak boleh naikkan harga BBM. Kalau yang Pertamax series, Pertamina Dex itu kan ikut (naik) tapi Premium kan tidak, ya Pertalite naik sedikit," tandas Fajar.
Laba Pertamina sempat dikhawatirkan merosot tajam, apalagi setelah Kementerian BUMN memaparkan kinerja keuangan perusahaan untuk kuartal III tahun lalu. Sempat tersebut bahwa laba Holding BUMN Migas ini hanya Rp 5 triliun. Tapi, dalam waktu tersisa laba tersebut tiba-tiba bisa terdongkrak jadi Rp 28 triliun.
Namun, jika dibandingkan perolehan laba 2017 tetap terjadi penurunan. Untuk 2017, Pertamina bisa meraup laba hingga Rp 35 triliun.
(gus/gus) Next Article Laporan Keuangan 2019 Kelar, Berapa Laba Pertamina?
Namun, Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati menjelaskan, angka tersebut belum merupakan angka final, karena masih menunggu hasil audit. Sehingga, dirinya masih enggan menjelaskan lebih lanjut.
Adapun, Deputi Bidang Pertambangan, Industri Strategis, dan Media Kementerian BUMN Fajar Harry Sampurno menerangkan, perolehan laba dan pendapatan Pertamina tersebut dipengaruhi oleh faktor harga minyak mentah dunia. Tetapi, labanya di bawah perolehan laba 2017 yang sebesar US$ 2,41 miliar.
"Karena harga crude sudah mulai naik, kan gampang sekali lihat Pertamina, kalau harga minyak naik lihat deh, (laba) besar kan," kata Fajar ketika dijumpai di kesempatan yang sama.
Lebih lanjut, ia mengakui, permasalahannya yang menekan laba memang ada di Premium. Sebab, meski pendapatan naik, laba masih tertahan karena Pertamina tidak boleh menaikkan harga BBM, dan pengaruhnya besar ke kinerja keuangan.
"Pendapatan naik karena volume penjualan naik kan, tapi ada beban dia (Pertamina) tidak boleh naikkan harga BBM. Kalau yang Pertamax series, Pertamina Dex itu kan ikut (naik) tapi Premium kan tidak, ya Pertalite naik sedikit," tandas Fajar.
Laba Pertamina sempat dikhawatirkan merosot tajam, apalagi setelah Kementerian BUMN memaparkan kinerja keuangan perusahaan untuk kuartal III tahun lalu. Sempat tersebut bahwa laba Holding BUMN Migas ini hanya Rp 5 triliun. Tapi, dalam waktu tersisa laba tersebut tiba-tiba bisa terdongkrak jadi Rp 28 triliun.
Namun, jika dibandingkan perolehan laba 2017 tetap terjadi penurunan. Untuk 2017, Pertamina bisa meraup laba hingga Rp 35 triliun.
(gus/gus) Next Article Laporan Keuangan 2019 Kelar, Berapa Laba Pertamina?
Most Popular