
Setelah Freeport & Vale, 5 Tambang Emas Ini akan Balik ke RI
Anastasia Arvirianty, CNBC Indonesia
14 March 2019 09:10

Jakarta, CNBC Indonesia - Setelah PT Freeport Indonesia (PTFI) selesai melakukan divestasi saham, dan kini PT Vale Indonesia Tbk (INCO) menyatakan kesiapannya untuk melakukan hal yang sama dengan PTFI, tercatat masih ada lima perusahaan tambang lagi yang berada dalam antrean divestasi.
Kelima perusahaan tambang tersebut yakni:
Lantas, apakah kelima perusahaan tambang tersebut akan jatuh ke pelukan BUMN seperti PTFI? Jawabannya bisa ya dan bisa tidak.
Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Mineral Ditjen Mineral dan Batu bara Kementerian ESDM Yunus Saefulhak menjelaskan, terkait dengan skema divestasi tersebut, apabila memang waktu divestasi sudah jatuh tempo maka perusahaan harus menawarkan ke pemerintah.
Namun, lanjut Yunus, apabila masa divestasi masih jauh dari tenggat waktunya, maka perusahaan dipersilakan untuk menawarkan secara bisnis (business to business) dengan memberikan penawaran terlebih dulu ke pemerintah daerah, badan usaha milik negara (BUMN) atau badan usaha milik daerah (BUMD).
Apabila ditawarkan ke pemerintah, maka pemerintah nantinya akan menugaskan BUMN untuk mengambilalih kewajiban divestasi tersebut.
"Syukur sekarang ini yang banyak melakukan negosiasi itu perusahaan BUMN, jadi saya kira berbahagialah nanti suatu saat perusahaan itu mineralnya dimiliki oleh BUMN. Kami arahkan seperti itu," tutur Yunus saat dijumpai di Jakarta, Rabu (13/3/2019).
Adapun, tambah Yunus, untuk PT NHM, waktu divestasinya tercatat pada 2020 mendatang, sedangkan untuk perusahaan lainnya, waktu divestasi tercatat pada tahun ini, termasuk PT Vale Indonesia.
Lebih lanjut, ia mengatakan, besaran divestasinya, untuk Natarang Mining sebesar 21%, Galuh Cempaka sebesar 17%, Kasongan Bumi Kencana sebesar 12%, dan Ensbury Kalteng Mining sebesar 20%.
"Tapi, untuk yang tahun ini divestasi, baru Vale dan Natarang Mining saja yang sudah mengirimkan surat pernyataan akan divestasi, yang lainnya belum," pungkas Yunus.
Sebagai informasi, Deputi Bidang Pertambangan, Industri Strategis, dan Media Kementerian BUMN Fajar Harry Sampurno pernah menuturkan, sampai saat ini belum ada arahan dari pihak Kementerian ESDM terkait divestasi Vale.
"Memang lintas kementerian, tetapi sektornya itu di ESDM yang memberikan persetujuan terlebih dahulu," ujar Fajar ketika dijumpai di kesempatan yang sama.
Kendati demikian, ia mengakui, pihaknya sudah meminta Inalum untuk mempersiapkan diri, dan melakukan kajian-kajian untuk divestasi tersebut. Ia pun meyakini hal ini tidak akan menambah beban untuk Inalum. Apalagi, lanjutnya, jika mempertimbangkan penambahan cadangan yang nantinya akan didapat oleh negara.
"Kalau dari kami pertimbangannya tetap penguasan cadangan. Holding itu salah satu amanah-nya adalah mengakuisisi cadangan-cadangan itu. Kami melihat ini satu peluang yang bagus. Kalau ini bagus untuk Inalum, cost and benefit-nya bagus ya kami akan ambil," pungkas Fajar.
Sedangkan, PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) diketahui tengah mengkaji soal wacana divestasi saham PT NHM. Meski sebelumnya, perusahaan tambang asal Australia, Newcrest Mining Limited (Newcrest) selaku pemegang saham pengendali telah menawarkan 26% sahamnya kepada perusahaan pelat merah tersebut.
Hal itu diutarakan Direktur Keuangan Antam, Dimas Wikan Pramuditho dalam paparan kinerja perusahaan di Hotel Intercontinental, Jakarta. Menurutnya, Antam memiliki hak memperoleh penawaran terlebih dahulu (right of first refusal) karena saat ini punya porsi kepemilikan saham 25% atas Nusa Halmahera.
"Itu kan kontrak karya, ada kewajiban divestasi tentu. Antam punya 25 persen di sana, punya right of first refusal," kata Dimas, Senin (11/3/2019).
Right of first refusal sederhana-nya adalah hak untuk memperoleh penawaran terlebih dahulu bagi pemegang saham existing dalam suatu perusahaan yang berkehendak untuk menjual sahamnya kepada pihak lain. Apakah akan diambil oleh pemegang saham lain atau tidak, pemegang saham yang menerima tawaran tersebut dikatakan mempunyai right of first refusal.
(hps/hps) Next Article Aset Inalum di 2018 Meroket 74% ke Rp 162 T, Berkat Freeport?
Kelima perusahaan tambang tersebut yakni:
- PT Nusa Halmahera Mineral (NHM)
- PT Natarang Mining
- PT Galuh Cempaka
- PT Kasongan Bumi Kencana
- PT Ensbury Kalteng Mining
Lantas, apakah kelima perusahaan tambang tersebut akan jatuh ke pelukan BUMN seperti PTFI? Jawabannya bisa ya dan bisa tidak.
Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Mineral Ditjen Mineral dan Batu bara Kementerian ESDM Yunus Saefulhak menjelaskan, terkait dengan skema divestasi tersebut, apabila memang waktu divestasi sudah jatuh tempo maka perusahaan harus menawarkan ke pemerintah.
Namun, lanjut Yunus, apabila masa divestasi masih jauh dari tenggat waktunya, maka perusahaan dipersilakan untuk menawarkan secara bisnis (business to business) dengan memberikan penawaran terlebih dulu ke pemerintah daerah, badan usaha milik negara (BUMN) atau badan usaha milik daerah (BUMD).
"Syukur sekarang ini yang banyak melakukan negosiasi itu perusahaan BUMN, jadi saya kira berbahagialah nanti suatu saat perusahaan itu mineralnya dimiliki oleh BUMN. Kami arahkan seperti itu," tutur Yunus saat dijumpai di Jakarta, Rabu (13/3/2019).
Adapun, tambah Yunus, untuk PT NHM, waktu divestasinya tercatat pada 2020 mendatang, sedangkan untuk perusahaan lainnya, waktu divestasi tercatat pada tahun ini, termasuk PT Vale Indonesia.
Lebih lanjut, ia mengatakan, besaran divestasinya, untuk Natarang Mining sebesar 21%, Galuh Cempaka sebesar 17%, Kasongan Bumi Kencana sebesar 12%, dan Ensbury Kalteng Mining sebesar 20%.
"Tapi, untuk yang tahun ini divestasi, baru Vale dan Natarang Mining saja yang sudah mengirimkan surat pernyataan akan divestasi, yang lainnya belum," pungkas Yunus.
Sebagai informasi, Deputi Bidang Pertambangan, Industri Strategis, dan Media Kementerian BUMN Fajar Harry Sampurno pernah menuturkan, sampai saat ini belum ada arahan dari pihak Kementerian ESDM terkait divestasi Vale.
"Memang lintas kementerian, tetapi sektornya itu di ESDM yang memberikan persetujuan terlebih dahulu," ujar Fajar ketika dijumpai di kesempatan yang sama.
Kendati demikian, ia mengakui, pihaknya sudah meminta Inalum untuk mempersiapkan diri, dan melakukan kajian-kajian untuk divestasi tersebut. Ia pun meyakini hal ini tidak akan menambah beban untuk Inalum. Apalagi, lanjutnya, jika mempertimbangkan penambahan cadangan yang nantinya akan didapat oleh negara.
"Kalau dari kami pertimbangannya tetap penguasan cadangan. Holding itu salah satu amanah-nya adalah mengakuisisi cadangan-cadangan itu. Kami melihat ini satu peluang yang bagus. Kalau ini bagus untuk Inalum, cost and benefit-nya bagus ya kami akan ambil," pungkas Fajar.
Sedangkan, PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) diketahui tengah mengkaji soal wacana divestasi saham PT NHM. Meski sebelumnya, perusahaan tambang asal Australia, Newcrest Mining Limited (Newcrest) selaku pemegang saham pengendali telah menawarkan 26% sahamnya kepada perusahaan pelat merah tersebut.
Hal itu diutarakan Direktur Keuangan Antam, Dimas Wikan Pramuditho dalam paparan kinerja perusahaan di Hotel Intercontinental, Jakarta. Menurutnya, Antam memiliki hak memperoleh penawaran terlebih dahulu (right of first refusal) karena saat ini punya porsi kepemilikan saham 25% atas Nusa Halmahera.
"Itu kan kontrak karya, ada kewajiban divestasi tentu. Antam punya 25 persen di sana, punya right of first refusal," kata Dimas, Senin (11/3/2019).
Right of first refusal sederhana-nya adalah hak untuk memperoleh penawaran terlebih dahulu bagi pemegang saham existing dalam suatu perusahaan yang berkehendak untuk menjual sahamnya kepada pihak lain. Apakah akan diambil oleh pemegang saham lain atau tidak, pemegang saham yang menerima tawaran tersebut dikatakan mempunyai right of first refusal.
(hps/hps) Next Article Aset Inalum di 2018 Meroket 74% ke Rp 162 T, Berkat Freeport?
Most Popular