
Tim Prabowo Sebut RI Alami Krisis Perumahan Rakyat
Muhammad Choirul Anwar, CNBC Indonesia
05 March 2019 14:27

Jakarta, CNBC Indonesia - Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno (Prabowo-Sandi) menilai Indonesia sedang mengalami krisis perumahan rakyat. Demikian disampaikan Juru Bicara BPN Prabowo-Sandi Suhendra Ratu Prawiranegara dalam sebuah diskusi di Jakarta, Selasa (5/3/2019).
Menurut Suhendra, semua berawal dari dileburkannya Kementerian Perumahan Rakyat menjadi Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Ia menyebutnya sebagai kiamat kecil. Sebab, menurutnya Kementerian Perumahan Rakyat harus berdiri sendiri untuk mengatasi penyediaan rumah.
"Menjadi sangat kaget bagi saya pada saat keputusan politik yang dibuat pemerintah Joko Widodo-Jusuf Kalla membentuk Kementerian PUPR. Itu sebetulnya saya membatin dan pemikiran saya ada kiamat kecil bagi sektor perumahan rakyat," ungkapnya.
Suhendra mengatakan, angka kekurangan rumah atau housing backlog semakin bertambah dari masa ke masa hingga terakumulasi menjadi 13,6 juta unit rumah berdasarkan sensus BPS tahun 2010. Sebelumnya, ada 4,3 juta unit pada Sensus BPS tahun 2000.
"Berarti ada rata-rata pertambahan 930 ribu unit kekurangan rumah setiap tahun. Tanpa adanya reformasi program perumahan rakyat yang progresif, maka pertambahan backlog akan terus berlangsung," urainya.
Diperkirakan pada sensus tahun 2020 ini berjumlah sekitar 20 juta unit rumah. Data kekurangan rumah itu diperoleh dari sensus terhadap mereka yang menempati hunian yang bukan miliknya secara sah, terutama mereka yang menempati rumah secara ilegal atau informal di permukiman kumuh padat di kota-kota besar.
"Kondisi angka housing backlog yang tinggi ini menunjukkan Indonesia sedang mengalami krisis perumahan rakyat yang berkorelasi dengan pengelolaan urbanisasi yang buruk dan program-program perumahan rakyat yang tidak tepat sasaran," tandasnya.
Di sisi lain, pembangunan perumahan, permukiman baru dan kota-kota baru di Indonesia lebih didominasi oleh praktik bisnis properti yang bertujuan mengambil keuntungan dari penjualan properti untuk kelas menengah atas. Padahal, menurutnya dalam pembangunan kota-kota baru diperlukan peran negara yang kuat untuk menjamin penyediaan prasarana dan fasilitas publik.
"Hampir semua program penyediaan perumahan rakyat lebih berorientasi pencitraan politik dan digunakan untuk tujuan-tujuan politik praktis, seperti program Bedah Rumah dan pemberian blok-blok rusunawa untuk tentara, polisi dan pesantren-pesantren dan pihak-pihak tertentu yang mampu mengakses keputusan pemerintah," keluhnya.
Simak video terkait kinerja Ditjen Cipta Karya Kementerian PUPR di bawah ini.
[Gambas:Video CNBC]
(miq/miq) Next Article PUPR: Penyaluran FLPP Hingga Juni 2020 Sudah Rp 7,11 T
Menurut Suhendra, semua berawal dari dileburkannya Kementerian Perumahan Rakyat menjadi Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Ia menyebutnya sebagai kiamat kecil. Sebab, menurutnya Kementerian Perumahan Rakyat harus berdiri sendiri untuk mengatasi penyediaan rumah.
"Menjadi sangat kaget bagi saya pada saat keputusan politik yang dibuat pemerintah Joko Widodo-Jusuf Kalla membentuk Kementerian PUPR. Itu sebetulnya saya membatin dan pemikiran saya ada kiamat kecil bagi sektor perumahan rakyat," ungkapnya.
Suhendra mengatakan, angka kekurangan rumah atau housing backlog semakin bertambah dari masa ke masa hingga terakumulasi menjadi 13,6 juta unit rumah berdasarkan sensus BPS tahun 2010. Sebelumnya, ada 4,3 juta unit pada Sensus BPS tahun 2000.
"Berarti ada rata-rata pertambahan 930 ribu unit kekurangan rumah setiap tahun. Tanpa adanya reformasi program perumahan rakyat yang progresif, maka pertambahan backlog akan terus berlangsung," urainya.
![]() |
Diperkirakan pada sensus tahun 2020 ini berjumlah sekitar 20 juta unit rumah. Data kekurangan rumah itu diperoleh dari sensus terhadap mereka yang menempati hunian yang bukan miliknya secara sah, terutama mereka yang menempati rumah secara ilegal atau informal di permukiman kumuh padat di kota-kota besar.
"Kondisi angka housing backlog yang tinggi ini menunjukkan Indonesia sedang mengalami krisis perumahan rakyat yang berkorelasi dengan pengelolaan urbanisasi yang buruk dan program-program perumahan rakyat yang tidak tepat sasaran," tandasnya.
Di sisi lain, pembangunan perumahan, permukiman baru dan kota-kota baru di Indonesia lebih didominasi oleh praktik bisnis properti yang bertujuan mengambil keuntungan dari penjualan properti untuk kelas menengah atas. Padahal, menurutnya dalam pembangunan kota-kota baru diperlukan peran negara yang kuat untuk menjamin penyediaan prasarana dan fasilitas publik.
"Hampir semua program penyediaan perumahan rakyat lebih berorientasi pencitraan politik dan digunakan untuk tujuan-tujuan politik praktis, seperti program Bedah Rumah dan pemberian blok-blok rusunawa untuk tentara, polisi dan pesantren-pesantren dan pihak-pihak tertentu yang mampu mengakses keputusan pemerintah," keluhnya.
Simak video terkait kinerja Ditjen Cipta Karya Kementerian PUPR di bawah ini.
[Gambas:Video CNBC]
(miq/miq) Next Article PUPR: Penyaluran FLPP Hingga Juni 2020 Sudah Rp 7,11 T
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular